Ketahuilah
bahwa ilmu manusia diperoleh melalui dua jalan, yaitu;
1. Pengajian
Insani
2. Pengajian
Rabbani
Jalan Yang
Pertama
Jalan
pertama adalah jalan yang umum dan saluran yang dapat dirasa, diakui oleh semua
ahli logika.
Adapun
Pengajian Rabbani terbagi pada dua bagian yaitu;
- Mendapatkan ilmu dengan belajar dan;
- Mendapatkan ilmu dari dalam iaitu dengan menghabiskan waktu untuk bertafakur.
Berfikir
dari batin sama dengan pengajian pada lahir.
Pergajian
adalah pengambilan faedah seorang peribadi(Al-Syakhos) dari seorang peribadi
bagian(Al-Syakahosul-Juz'ii) yang lain.
Berfikir
adalah pengambilan faedah suatu Jiwa(Al-Nafs) dari Jiwa Keseluruhan
(Al-Nafsul-Kulli). Jiwa Keseluruhan(Al-Nafsul-Kulli) lebih kuat kesannya dan
lebih kuat pengajarannya dari sekelian ulama-ulama dan para ahli akal.
Ilmu-ilmu
adalah terhunjam dalam jiwa secara kekuatan, seperti benih dalam bumi dan
seperti tambang pada dasar lautan atau dalam benda galian.
Belajar
ialah menuntut keluar sesuatu dari kekuatan kepada tindakan(Minal Quwwati Ila
Fi'li) dan Mengajar ialah mengeluarkan sesuatu itu dari kekuatan kepada
tindakan.
Maka jiwa
pelajar adalah serupa dengan jiwa pengajar dan hampir di antara keduanya dalam
nisbah; seorang Alim dipandang dari segi memberi faedah seperti seorang petani
dan seorang pelajar pula dari segi mengambil faedah seperti tanah dan ilmu yang
mana ketika dalam kekuatan adalah seperti benih dan ketika dalam tindakan
adalah seperti tumbuh-tumbuhan. Bila sempurna jiwa pelajar, ia menjadi sebagai
pokok yang berbuah atau seperti tambang yang keluar dari dasar lautan.
Bila kekuatan-kekuatan
badaniah dapat menguasai jiwa, pelajar itu perlu menimbakan pengajiannya,
memperlanjutkan waktu, memikul kesulitan-kesulitan, kepenatan dan berusaha
dalam mencari faedah. Bila Nur Akal menguasai atasa sifat-sifat perasaan,
seorang penuntut tidak memerlukan pengajian yang banyak. Hanya dengan sedikit
berfikir atau sesaat berfikir ia mendapat faedah-faedah yang tiada didapati
oleh jiwa yang tekun dengan pengajian selama setahun. Oleh itu sebagian orang
mendapat ilmu-ilmu dengan hanya belajar dan berfikir sejenak.
Pengajian
memerlukan pula berfikir, karena manusia tiada dapat mempelajari segala sesuatu
baik berupa bagian-bagian dan keseluruhan-keseluruhan, juga tidak dapat
mempelajari semua yang diketahui, bahkan sebagiannya dapat dengan pengajian dan
sebagiannya pula didapati dengan berfikir. Kebanyakan ilmu-ilmu teorikal dan
ilmu-ilmu teknikal diruntun keluar oleh Jiwa-jiwa para Hukama'(ahli bijak)
dengan kemurnian hati, kekuatan fikiran, dan ketajaman bashirah mereka dengan
tidak menambahkan pengajian.
Andaikata
manusia tidak menghasilkan sesuatu melalui berfikir dari maklumat pertama
niscaya habislah waktu manusia (untuk mendapatkan sesuatu) dan niscaya tidak
akan lenyap kegelapan jahiliyah dari Qalbu-qalbu manusia; kerana jiwa tidak
akan mampu mengetahui seluruh persoalannya sendiri baik yang berupa bagian atau
keseluruhan melalui belajar; malah sebagiannya ia dapati dengan pengajian dan
sebagiannya pula ditarik keluar dari hati nurani dengan kemurnian fikiran.
Inilah cara
yang biasa terjadi di kalangan para ulama dan cara inilah yang menimbulkan
kaedah-kaedah segala ilmu hingga seorang arsitek tidaklah belajar seluruh apa
yang diperluinya dalam sepanjang usiannya, malah ia belajar garisan-garisan
kasar ilmunya dan kandungan-kandungannya; kemudian ia menarik keluar(sesuatu)
dan mengqiaskan (menghubungkan) antara satu dengan yang lain.
Begitu juga
seorang dokter tidak dapat belajar tentang penyakit-penyakit setiap orang
dengan perinciannya, juga tidak mampu belajar tentang obat-obat untuk mereka;
malah ia berfikir tentang maklumat secara umum dan menyelaraskan dengan
tiap-tiap seorang menurut keadaan tubuhnya. Juga seorang ahli nujum, ia hanya
belajar ilmu nujum secara umum saja, kemudian ia berfikir dan memberikan
bermacam-macam ketetapan.
Begitu juga
ahli fiqih dan seorang sastrawan dan seterusnya begitu juga yang terjadi dalam
kalangan para ahli perusahaan, seorang pembuat alat musik, yaitu gambus dapat
mereka (mencipta) dengan fikirannya, manakala yang lain menghasilkan dari alat
itu suatu alat yang lain pula. Begitu juga seluruh barang-barang perusahaan;
baik untuk keperluan badan atau untuk keperluan jiwa pada mulanya didapati
melalui belajar dan untuk seterusnya dia dapati melalui fikiran.
Apabila
pintu fikiran pada jiwa sudah terbuka, ketahuilah ada cara jalan berfikir dan
cara menggunakannya untuk mencapai tujuan. Maka Qalbu seseorang menjadi lega
dan terbukalah mata batinnya, lalu keluar apa yang ada di dalam jiwanya dari
kekuatan kepada tindakan tanpa penambahan usaha pencarian dan kepenatan yang
berlanjutan.
Jalan Yang
Kedua.
Pengajian
Rabbani terbagi pada dua bagian yaitu;
Yang Pertama
: Penancapan Wahyu.
Jiwa itu
bila telah sempurna zatnya,maka hilanglah kotoran-kotoran tabiat dan kecemaran
loba dan angan-angan.Terpisahlah pandangan daripada syahwat keduniaan,putus
hubungan dari cita-cita yang tidak abadi,mengarahkan mukanya kepada pencipta
dan penjadiNya,
bergantung
kepada kemurahan penciptaan dan berpegang pada karunia faedah daripadaNya dan
limpahan NurNya.
Manakala Allah
Taala pula dengan keelokkan InayahNya mengarahkan kepada jiwa itu secara
keseluruhan,memandang kepadanya secara pandangan Ilahi danmenjadikan sebagai
Luh,
menjadikan
Jiwa Keseluruhan(Al-Nafsul Kulli) sebagai Qalam dan menuliskan pada Luh itu
seluruh ilmu, ketika itu Akal Keselurahan (Al-'Aqlu Kulli) menjadi sebagai guru
dan Jiwa Suci (Al-Nafsul Qudsiah)[Jiwa suci ialah Jiwa Kenabian yang telah
sempurna zatnya] sebagai pelajar, lalu terdapatlah semua ilmu pada jiwa itu dan
terukir padanya seluruh rupa tanpa pengajian dan fikiran. Ini dibuktikan
kebenarannya oleh firman Allah Taala kepada Nabi SAW:
وَأَنزَلَ اللَّهُ عَلَيكَ الكِتٰبَ وَالحِكمَةَ
وَعَلَّمَكَ ما لَم تَكُن تَعلَمُ
Dan (juga
karena) Allah telah menurunkan Kitab dan hikmah kepadamu, dan telah mengajarkan
kepadamu apa yang belum kamu ketahui. (Surah Al-Nisaa';113)
Oleh karena
itu ilmu para Nabi lebih mulia tingkatannya dari ilmu seluruh makhluk, karena
ia didapati langsung dari Allah Taala tanpa perantaraan atau wasilah.
Ini dapat
dlihat contohnya dari kisah kisah Nabi Adam AS. dan malaikat, Malaikat adalah
belajar sepanjang usia mereka dan meniti berbagai jalan mereka mendapat banyak
ilmu hingga mereka menjadi makhluk yang paling mengetahui, sedangkan Adam AS.
tidaklah Alim, karena ia tidak pernah belajar dan tidak pernah menemui seorang
guru. Para malaikat melahirkan kesombongan dan takbur mereka dengan berkata;
وَنَحنُ نُسَبِّحُ بِحَمدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ
"padahal
kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?" {Surah
Al-Baqarah;30}.
dan berkata
bahwa kami mengetahui hakikat-hakikat segala sesuatu. Maka Adam AS. pun kembali
kepada penciptanya, mengeluarkan Qalbunya dari sifat-sifat makhluk dan
mengarahklan permintaan tolongnya kepada Allah Taala, lalu Allah mengajarkannya
seluruh Nama;
وَعَلَّمَ ءادَمَ الأَسماءَ كُلَّها ثُمَّ عَرَضَهُم
عَلَى المَلٰئِكَةِ فَقالَ أَنبِـٔونى بِأَسماءِ هٰؤُلاءِ إِن كُنتُم صٰدِقينَ
"Dan
Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: ""Sebutkanlah
kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar {Surah
Al-Baqarah;31}.
Maka
malaikat pun merasa kecil di samping Adam, merasa kurang ilmu mereka dan
pecahlah kepala kesombongan mereka lalu tenggelam dalam lautan kelemahan;
قالوا سُبحٰنَكَ لا عِلمَ لَنا إِلّا ما عَلَّمتَنا ۖ
إِنَّكَ أَنتَ العَليمُ الحَكيمُ
"Mereka
menjawab: ""Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari
apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana" {Surah Al-Baqarah; 32}.
Allah
berfirman lagi :
قالَ يٰـٔادَمُ أَنبِئهُم بِأَسمائِهِم
"Hai
Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini". {Surah
Al-Baqarah;33).
Adam AS pun
memberitahu kepada mereka beberapa ilmu yang terpendam dan beberapa perkara
yang tersembunyi.
Dari ini
jelaslah bagi orang-orang yang berakal bahwa Ilmu Ghoibi yang tercetus dari
jiwa ialah lebih kuat dan lebih sempurna dari ilmu-ilmu yang didapati dengan
usaha(Al-Uluumul Maktasabah). Ilmu Wahyu ini menjadi pusaka Nabi-Nabi dan
kepunyaan Rasul-Rasul. Allah telah menutup pintu wahyu ini sejak dari zaman
penghulu kita Nabi Muhammad SAW. Ia adalah Rasul Allah SAW. dan Nabi yang
penghabisan. Ia adalah manusia yang paling mengetahui, orang Arab dan 'Ajam
yang paling fasih. Nabi SAW pernah bersabda yang artinya:
"Akulah
yang paling tahu di antara kamu dan yang paling takutkan Allah Taala".
Ilmunya
lebih sempurna, lebih mulia dan lebih kuat, karena ia dapati ilmu ini dari Pengajaran
Rabbani dan ia tiada sekali-kali berkecimpung dalam Pengajian dan Pengajaran
Insani. Allah Taala berfirman :
عَلَّمَهُ شَديدُ القُوىٰ
"Iyang
diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat". {Surah Al-Najm;05}.
Yang Kedua :
Ilham.
Ilham ialah
pemberitahuan oleh Jiwa Keseluruhan (Al-Nafsul Kulliah) kepada Jiwa Bahagian
(Al-Nafsul Juz'iyah) manusia menurut kadar kemurnian, penerimaan dan kekuatan
persediaan.
Ilham adalah
kesan Wahyu. Wahyu adalah penerangan Urusan Ghoibi manakala Ilham ialah pemaparannya.
Ilmu yang didapati melalui Ilham dinamakan Ilmu Laduni.
Ilmu Laduni
ialah ilmu yang tidak ada perantaraan dalam mendapatkannya di antara jiwa dan
Allah Taala. Ia adalah seperti cahaya yang datang dari lampu Qhaib jatuh ke
atas Qalbu yang bersih, kosong lagi halus(Lathif). Terjadinya demikian karena
ilmu-ilmu seluruhnya adalah terterap lagi dimaklumi dalam Jauhar Jiwa
Keseluruhan Yang Pertama(Jauharul Nafsul Kulliyatul Uula) yang mana
beradanya(jauhar ini) dalam jauhar-jauhar Abstrak Yang Pertama Lagi Mutlak
(All-Jawaahirul Mujarridatul Awwaliyatul Mahdhoh) dinisbahkan kepada Akal
Pertama(Al-Aqlu Awal) adalah serupa dengan nisbah Hawa kepada Adam AS.
Sesungguhnya
telah nyata bahwa Akal Keseluruhan(Al-Aqlul Kulli) adalah lebih mulia, lebih
sempurna, lebih kuat dan lebih hampir dengan Allah Taala daripada Jiwa
Keseluruhan(Al-Nafsul Kulliyah) adalah lebih teguh, lebih halus dan lebih mulia
daripada seluruh makhluk. Dari limpahan Akal Keseluruhan tercetusnya Ilham.
Wahyu adalah pakaian Nabi-Nabi dan Ilham adalah hiasan Wali-Wali.
Mengenai
Ilmu Wahyu(Ilmu Nabawi) pula sebagaimana Jiwa bukannya Akal, orang Wali
bukannya Nabi, maka begitu juga Ilham bukannya Wahyu. Ilham adalah lemah
dibandingkan dengan Wahyu, tetapi lebih kuat dibandingkan dengan mimpi-mimpi(mimpi
yang benar), sedangkan ilmu (Ilham atau Ilmu Laduni) adalah ilmu Nabi-Nabi dan
Wali-Wali.
Adapun Ilmu
Wahyu hanya khas untuk Rasul-Rasul, terbatas mereka saja seperti Ilmu Nabi Adam
dan Nabi Musa AS., Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad SAW. dan Rasul-Rasul yang
lain. Perbedaan di antara "Kerasulan" dan "Kenabian"
terletak pada bahwa "Kenabian" itu ialah penerimaan jiwa suci akan
hakikat-hakikat maklumat dan ma'quulah dari Jauhar Akal Yang Pertama dan
"Kerasulan" ialah menyampaikan maklumat dan ma'quulat itu kepada
orang-orang yang mau mengambil faedah dan yang mahu menerimanya.
Kadang-kadang
ada penyesuaian untuk menyampaikan pada jiwa seseorang, tetapi tidak mungkin
mau disampaikan karena ada halangan atau sebab yang tertentu.
Ilmu Laduni
adalah untuk ahli Kenabian dan Kewalian, sebagaimana yang terjadi pada Nabi
Khaidir AS. Hal ini ada tersebut dalam firmanNya;
وَعَلَّمنٰهُ مِن لَدُنّا عِلمًا
"Dan
Kami telah ajarkan ilmu dari sisi Kami". {Surah Al-Kahfi;65}
Berkata Amir
Mukminin Ali bin Abi Thalib Karramallaha Wajhahu;
"Aku
memasukkan lidahku ke dalam mulutku(mengunci mulutku) lalu terbuka dalam
Qalbuku seribu pintu ilmu, tiap-tiap pintu terdapat seribu pintu pula",
seterusnya ia berkata, "Andaikan disuratkan kepadaku suatu bantal dan
kududuk di atasnya nescaya ku dapat menghukumkan ahli Taurat dengan Taurat
mereka dan ahli Injil dengan Injil mereka dan ahli al-Qur'an dengan Qur'an
mereka".
Ini adalah
tingkat yang tiada dapat dicapai dengan Pengajian Insani semata-mata malah
dapat dicapai dengan kekuatan Ilmu Laduni. Berkata lagi Sayyidina Ali lagi
dalam menceritakan tentang Kitab Taurat Nabi Musa AS., bahwa syarah kitab ibi
dapat dibawa dengan empat puluh ekor unta, katanya;
Jika
diizinkan Allah mensyarahkan makna-makna Surah Al-Fatihah(saja) niscaya aku
dapat melaksanakannya hingga sampai seperti itu juga". artinya 40 bebanan
unta.
Kebanyakan,
keluasan dan kebukaan dalam ilmu ini tdak terjadi, melainkan ilmu itu adalah
Laduni, Ilahi lagi tinggi.
Bila Allah
hendak menjadikan hambanya seseorang yang baik, Ia(Allah) menyingkapkan hijab
di antara ZatNya dan jiwa yang menjadi Luh, lalu lahirlah pada jiwa itu
sebagian dari rahsia-rahsia yang terpendam dan tertulis makna-makna segala
rahasia yang terpendam ini. Dengan ini dapatlah jiwanya mengucapkan
rahasia-rahasia yang terpendam ini menurut kehendak kepada siapa yang
dikehendakinya.
Hakikat
hikmah adalah diambil dari Ilmu Laduni, selagi seseorang itu tidak sampai
kepada tingkat ini, tidak dapat dianggap sebagai seseorang yang HAKIM (bijak),
karena hikmah adalah dari karunia Allah Taala sebagaimana firmanNya dalam Surah
Al-Baqarah;269
يُؤتِى الحِكمَةَ مَن يَشاءُ ۚ وَمَن يُؤتَ الحِكمَةَ
فَقَد أوتِىَ خَيرًا كَثيرًا ۗ وَما يَذَّكَّرُ إِلّا أُولُوا الأَلبٰبِ
" Allah
menganugrahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur'an dan As Sunah)
kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa yang dianugrahi al hikmah
itu, ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang
yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)."
Ini adalah
karena orang-orang yang sampai kepada tingkat Ilmu Laduni tidak memerlukan penumpahan
tenaga yang banyak untuk mendapatkan ilmu dan tidak payah dalam pengajian.
Mereka belajar sedikit dan mengetahui banyak, berpenat sedikit dan beritirahat
banyak.
Ketahuilah
bila Wahyu itu telah terhenti dan pintu Kerasulan telah ditutup, manusia tidak
perlu lagi kepada rasul-rasul dan menyebarkan agama baru., kerana segala yang
berhubung dengan agama telah lengkap sempurna sebagaimana firman Allah dalam
Surah Al-Maidah;3 :
اليَومَ أَكمَلتُ لَكُم دينَكُم وَأَتمَمتُ عَلَيكُم
نِعمَتى وَرَضيتُ لَكُمُ الإِسلٰمَ دينًا
:"Pada
hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu"
Ada pun
pintu Ilham tidak tertutup, perbekalan Nur Jiwa Keseluruhan(Al Nafsu Kulliah)
tidaklah terhenti, karena berlanjutan keperluan jiwa-jiwa kepada penguatan,
pembaharuan dan pengingatan.
Manusia
tidak memerlukan rasul-rasul, tetapi karena mereka tenggelam dalam was-was dan
syahwat, mereka memerlukan pengingatan dan penyadaran. Oleh itu Allah Taala
mengunci pintu Wahyu dan membuka pintu Ilham sebagi rahmatNya. Ia merancang dan
menyusun segala-galanya supaya manusia tau bahwa Allah adalah lembut dengan para
hambaNya. mengaruniakan rizki kepada siapa yang dikehendaki tanpa batas.
KESIMPULAN:
Sebelum ini
telah diterangkan mengenai Ilmu Tasawuf sebenarnya termasuk dalam jenis-jenis
ilmu, malahan Ilmu Tasawuf itu mempunyai sifat-sifat yang lebih istimewa lagi
di banding dengan ilmu-ilmu lain. Dalam fasal ini Imam Ghazali akan menerangkan
kepada kita bagaimana cara-cara dan kaedah untuk mendapatkan segala jenis ilmu
itu.
Ia
membaginya cara-cara itu kepada dua bagian penting yaitu;
1. Pengajian
Insani dan
2. Pengajian
Rabbani
Pengajian
Insani adalah dengan dua cara pula yaitu;
1. Dari Luar
(Mendapatkan ilmu dengan pengajian biasa)
2. Dari
Dalam (Mendapatkan ilmu dengan berfikir hingga dapat dicungkil ilmu itu dari
batin jiwa yaitu jiwa keseluruhan [An-Nafs Al-Kulli] atau [Al-Luh Al-Mahfuz],
kemudian barulah ilmu itu terukir pada jiwa.
Pengajian
Rabbani juga terbagi kepada dua cara yaitu;
1. Menerusi
Wahyu dan
2. Menerusi
Ilham.
Kedua-dua
cara ini lebih tinggi tingkatnya dari cara mendapatkan ilmu dari cara berfikir
seperti yang dinyatakan di atas. Wahyu dan Ilham adalah datang dari Zat Allah
dan akal keseluruhan (Al-'Aqlul Kulli) menerusi Jiwa Keseluruhan (Al-Nafs
Al-Kulli), kemudian baru terukir pada jiwa.
Meskipun
kedua-duanya mempunyai saluran yang sama, Wahyu itu lebih tinggi dari daripada
Ilham. Wahyu untuk Nabi-nabi dan Rasul-rasul dan Ilham untuk Nabi-nabi dan
Wali-wali Allah.
Ilmu yang
didapati menerusi Ilham inilah dinamakan 'ILMU LADUNI'.
Pintu Wahyu
telah tertutup sekarang dan pintu Ilham masih terbuka sebagai rahmat dari
Allah.
Wallahu
A'lam
Sabtu, 28 Mei 2011
FANA ( Imam Ghazali )
Kebanyakan
kitab-kitab tua seperti Kitab Syarah Hikam Ibni Athoillah As-Kandariah, Kitab
Manhal-Shofi, Kitab Addurul-Nafs dan lain-lain menggunakan istilah-istilah
seperti 'binasa' dan 'hapus' untuk memperihalkan tentang maksud fana.
Ulama-ulama lainnya yang banyak menggabungkan beberapa disiplin ilmu lain
seperti falsafah menggunakan istilah-istilah seperti 'lebur', 'larut',
'tenggelam' dan 'lenyap' dalama usaha mereka untuk memperkatakan sesuatu
tentang 'hal' atau 'maqam' fana ini.
Di
dalam Kitab Arrisalah al-Qusyairiah disebutkan arti fana itu ialah;
Lenyapnya
sifat-sifat basyariah(pancaindera)
Maka
sesiapa yang telah diliputi Hakikat Ketuhanan sehingga tiada lagi melihat
daripada Alam baharu, Alam rupa dan Alam wujud ini, maka dikatakanlah ia telah
fana dari Alam Cipta. Fana bererti hilangnya sifat-sifat buruk (maksiah lahir
dan maksiat batin) dan kekalnya sifat-sifat terpuji(mahmudah). Bahawa fana itu
ialah lenyapnya segala-galanya, lenyap af'alnya/perbuatannya(fana fil af'al),
lenyap sifatnya(fana fis-sifat), lenyap dirinya(fan fiz-zat)
Oleh
kerana inilah ada di kalangan ahli-hali tasauf berkata:
"Tasauf
itu ialah mereka fana dari dirinya dan baqa dengan Tuhannya kerena kehadiran
hati mereka bersama Allah".
Sahabat
Rasulullah yang banyak memperkatakan tentang 'fana' ialah Sayyidina Ali, salah
seorang sahabat Rasulullah yang terdekat yang diiktiraf oleh Rasulullah sebagai
'Pintu Gedung Ilmu'. Sayyidina Ali sering memperkatakan tentang fana. Antaranya
:
"Di
dalam fanaku, leburlah kefanaanku, tetapi di dalam kefanaan itulah bahkan aku
mendapatkan Engkau Tuhan".
Demikianlah
'fana; ditanggapi oleh para kaun sufi secara baik, bahkan fana itulah merupakan
pintu kepada mereka yang ingin menemukan Allah(Liqa Allah) bagi yang benar-benar
mempunyai keinginan dan keimanan yang kuat untuk bertemu dengan Allah(Salik).
Firman Allah yang bermaksud:
"Maka
barangsiapa yang ingin akan menemukan dengan Tuhannya maka hendaklah ia
mengerjakan amalan Sholeh dan janganlah ia mempersekutukan siapapun dalam
beribadat kepada Allah
(Surah Al-Kahfi:)
Untuk
mencapai liqa Allah dalam ayat yang tersebut di atas, ada dua kewajiban yang
mesti dilaksanakan iaitu:
Pertamanya mengerjakan amalan sholeh dengan
menghilangkan semua- sifat-sifat yang tercela dan menetapkan dengan sifat-sifat
yang terpuji iaitu Takhali dan Tahali.
Keduanya meniadakan/menafikan segala sesuatu
termasuk dirinya sehingga yang benar-benar wujud/isbat hanya Allah semata-mata
dalam beribadat. Itulah ertinya memfanakan diri.
Para
Nabi-nabi dan wali-wali seperti Sheikh Abu Qasim Al-Junaid, Abu Qadir
Al-Jailani , Imam Al-Ghazali, Ab Yazid Al-Busthomi sering mengalami keadaan
"fana" fillah dalam menemukan Allah. Umpamanya Nabi Musa alaihisalam
ketika ia sangat ingin melihat Allah maka baginda berkata yang kemudiannya
dijawab oleh Allah Taala seperti berikut;
"Ya
Tuhan, bagaimanakah caranya supaya aku sampai kepada Mu? Tuhan berfirman:
Tinggalkan dirimu/lenyapkan dirimu(fana), baru kamu kemari."
2.
Kata-kata Hikmah Dari Wali-wali Allah yang telah mengalami FANA
Ada
seorang bertanya kepada Abu Yazid Al-Busthomi;
"Bagaimana
tuan habiskan masa pagimu?". Abu Yazid menjawab: "Diri saya telah
hilang(fana) dalam mengenang Allah hingga saya tidak tahu malam dan
siang".
Satu
ketika Abu Yazid telah ditanyai orang bagaimanakah kita boleh mencapai Allah.
Beliau telah menjawab dengan katanya:
"Buangkanlah
diri kamu. Di situlah terletak jalan menuju Allah. Barangsiapa yang
melenyapkan(fana) dirinya dalam Allah, maka didapati bahawa Allah itu
segala-galanya".
Beliau
pernah menceritakan sesuatu tentang fana ini dengan katanya;
Apabila
Allah memfanakan saya dan membawa saya baqa dengaNya dan membuka hijab yang
mendinding saya dengan Dia, maka saya pun dapat memandangNya dan ketika itu
hancur leburlah pancainderaku dan tidak dapat berkata apa-apa. Hijab diriku
tersingkap dan saya berada di keadaan itu beberapa lama tanpa pertolongan
sebarang panca indera. Kemudian Allah kurniakan saya mata Ketuhanan dan telinga
Ketuhanan dan saya dapat dapati segala-galanya adalah di dalam Dia juga."
Al-Junaid
Al-Bagdadi yang menjadi Imam Tasauf kepada golongan Ahli Sunnah Wal-Jamaah
pernah membicarakan tentang fana ini dengan kata-kata beliau seperti berikut:
Kamu
tidak mencapai baqa(kekal dengan Allah) sebelum melalui fana(hapus diri)
Membuangkan
segala-galanya kecuali Allah dan 'mematikan diri' ialah kesufian.
Seorang
itu tidak akan mencapai Cinta kepada Allah(mahabbah) hingga dia memfanakan
dirinya. Percakapan orang-orang yang cinta kepada Allah itu pandangan
orang-orang biasa adalah dongeng sahaja.
3.
Himpunan Kata-kata Hikmat Tentang Fana
A.
Sembahyang orang yang cinta (mahabbah) ialah memfanakan diri sementara
sembahyang orang awam ialah rukuk dan sujud.
B.
Setengah mereka yang fana (lupa diri sendiri) dalam satu tajali zat dan kekal
dalam keadaan itu selama-lamanya. Mereka adalah Majzub yang hakiki.
C.
Sufi itu mulanya satu titik air dan menjadi lautan. Fananya diri itu meluaskan
kupayaannya. Keupayaan setitik air menjadi keupayaan lautan.
D.
Dalam keadaan fana, wujud Salik yang terhad itu dikuasai oleh wujud Allah yang
Mutlak. Dengan itu Salik tidak mengetahui dirinya dan benda-benda lain. Inilah
peringkatWilayah(Kewalian). Perbezaan antara Wali-wali itu ialah disebabkan
oleh perbezaan tempoh masa keadaan ini. Ada yang merasai keadaan fana itu satu
saat, satu jam, ada yang satu hari an seterusnya. Mereka yang dalam keadaan
fana seumur hidupnya digelar majzub. Mereka masuk ke dalam satu suasana dimana
menjadi mutlak.
E.
Kewalian ialah melihat Allah melalui Allah. Kenabian ialah melihat Allah
melalui makhluk. Dalam kewalian tidak ada bayang makhluk yang wujud. Dalam
kenabian makhlik masih nampak di samping memerhati Allah. Kewalaian ialah
peringakat fana dan kenabian ialah peringkat baqa
F.
Tidak ada pandangan yang pernah melihat Tajalinya Zat. Jika ada pun ia mencapai
Tajali ini, maka ianya binasa dan fana kerana Tajali Zat melarutkan semua
cermin penzohiran. Firman Allah yang bermaksud :
Sesungguhnya
Allah meliputi segala-galanya.(Surah Al-Fadhilah:54)
G.
Tajali bererti menunjukkan sesuatu pada diriNya dalam beberapa dan berbagai
bentuk. Umpama satu biji benih menunjukkan dirinya sebgai beberapa ladang dan
satu unggun api menunjukkan dirinya sebagai beberapa unggun api.
H.
Wujud alam ini fana (binasa) dalam wujud Allah.Dalilnya ialah Firman Allah
dalam Surah An-Nur:35 yang bermaksud;
"Cahaya
atas cahaya, Allah membimbing dengan cahayanya sesiapa yang
dikehendakinya." dan "Allah adalah cahaya langit dan bumi."
I.
Muraqobah ialah memfanakan hamba akan afaalnya dan sifatnya dan zatnya dalam
afaal Allah, sifat Allah dan zat Allah.
J.
Al-Thomsu atau hilang iaitu hapus segala tanda-tanda sekelian pada sifat Allah.
Maka iaitu satu bagai daripada fana.
4.
Tajuk-tajuk yang berkaitan dengan Fana
- Mikraj Muhammad
- Alamat Sampai Kepada Maqam Yang Tinggi
5.
Pesanan Dari Suluk
Hakikat
tidak akan muncul sewajarnya jika syariat dan thorikat belum betul lagi
kedudukannya. Huruf-huruf tidak akan tertulis dengan betul jika pena tidak
betul keadaannya.
Dari
itu saudara-saudaraku anda seharusnya banyak menuntut dan mendalami ilmu-ilmu
agama yang berkaitan dengan syariat , usuluddin dan asas tasauf untuk
mendekatkan diri dengan Allah .
Sumber:
Arrisalah Al-laduniyah - Imam Ghazali
A. Membina Peribadi
1.
Perbaikan Akhlak Firman
AlLah swt. dalam Al-Quran (S. Al-Kahfi: 110)
فَمَن كانَ يَرجوا لِقاءَ
رَبِّهِ فَليَعمَل عَمَلًا صٰلِحًا وَلا يُشرِك بِعِبادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
- "Maka barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh (memperbaiki akhlak) dan janganlah ia mempersekutukan apapun dalam beribadat kepada Tuhan (bersih dari segala kotoran hawa nafsu)"
Al-Ghazali
di dalam kitabnya Kimyaus-Saadah menyatakan
- "tujuan perbaikan akhlak ialah membersihkan qalbu dari kotoran hawa nafsu dan amarah hingga hati menjadi suci bersih bagaikan cermin yang dapat menerima Nur cahaya Tuhan".
2.
Sabar Firman
AlLah swt. dalam Al-Quran (S. Al-Baqarah: 45 - 46)
وَاستَعينوا بِالصَّبرِ وَالصَّلوٰةِ ۚ وَإِنَّها
لَكَبيرَةٌ إِلّا عَلَى الخٰشِعينَ
"Jadikanlah sabar dan Salat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya yang
demikian itu adalah tugas berat kecuali bagi orang yang khusyu".
Orang -
orang yang khusyu' itu ialah orang yang menyukai bahwa mereka itu akan bertemu
dengan AlLah dan bahwa mereka akan kembali kepadaNya"
Menurut
Al-Ghazali, 'Sabar' ialah meninggalkan segala macam pekerjaan yang digerakkan
oleh hawa nafsu, tetap pada pendirian agama yang bertentangan dengan kehendak
hawa nafsu, semata - mata kerana menghendaki kebahagiaan dunia dan
akhirat"
Pembahagian
Sabar:
- a) Sabar Disiplin / Taat
- i) Sabar sebelum taat, ialah niat yang ikhlas, tujuan yang benar, merasa berkewajipan atas keyakinan agama dalam menerima peraturan berupa perintah atau larangan.
- ii) Sabar melaksanakan taat, ialah melaksanakan kewajipan sampai selesai, berkala atau terus menerus dengan penuh tanggungjawab dan kesungguhan.
- iii) Sabar setelah taat, ialah tidak merasa bangga dengan selesainya pekerjaannya, tidak iri hati atau kekurangan atau kelebihan orang lain, tidak ria' untuk dikagumi hasil usahanya.
- b) Sabar Berkewajipan. Mengetahui sesuatu kewajipan tidak cukup untuk dapat dikerjakan tanpa adanya kesabaran dan sebaliknya mengetahui sesuatu larangan belum tentu dapat meninggalkannya tanpa adanya kesabaran.
- c) Sabar menurut hukum terbahagi:
- Sabar untuk menjauhkan diri dari segala yang haram,hukumnya 'wajib'.
- Sabar untuk menjauhkan diri dari segala pekerjaan makruh, hukumnya 'sunat'.
- Sabar dalam menjalankan hukuman kerana pelanggaran maka hukumnya 'harus'.
- Sabar membela kehormatan atau hak milik hukumnya 'haram'. Sifat sabar dalam keadaan ini dinamakan 'sabar Saja'ah' (sabar berani). Firman AlLah dalam Al-Quran (S. Al-Anfaal: 46)
وَاصبِروا ۚ
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصّٰبِرينَ
"Bersabarlah kamu sekalian, sesungguhnya AlLah
beserta mereka yang sabar".
3)
Syukur. Berterima
kasih kepada AlLah atas segala nikmat pemberianNya. Erti Syukur, keadaan
seseorang mempergunakan nikmat yang diberikan oleh AlLah itu hanya untuk
membuat kebajikan.
4)
Ridha bil Qadha. Ridha
ertinya rela menerima dengan apa yang ditentukan dan ditaqdirkan AlLah
kepadanya. Rela berjuang atas jalan AlLah mencari semata - mata keridhaan AlLah
(Ibtighaa MadhatilLah).
Kesimpulan
Sabar, Syukur dan Ridha adalah tiga sifat terpuji yang sangat bernilai tinggi,
dapat membawa kepada ketinggian budi pekerti dan akhlak dan merupakan kekuatan
yang dapat menolong untuk berkemahuan keras, berjiwa besar dan
bertanggungjawab.
Pendidikan
Tasauf pertama - tama dengan pembaikan akhlak, mencapai tingkat demi tingkat
yang lebih tinggi, dari Muslim biasa kepada Mukminin kepada Muhsinin kepada
Muttaqin kepada Mukarrabin kepada Arifin - mengenal dan merasai Tuhan yang
sungguh - sungguh. Dengan sifat - sifat yang tersebut, mereka memasuki latihan
- latihan jiwa dan mujahadah dengan Sistem berikut :
- Takhalli - mensuci bersih diri dari segala dosa lahir dan dosa bathin.
- Tahalli - mengisi diri dengan segala sifat yang terpuji.
- Tajalli - memperoleh hakekat kenyataan Tuhan kerana suci bersihnya hati mereka mencintai AlLah. B Latihan Rohani dan Tingkat - Tingkat Yang Harus Dilalui
1.
Tujuan Takhalli ialah:
a]. Membersihkan diri dari kotoran hati
/ sifat - sifat tercela.Firman AlLah dalam Al-Quran (S. As-Sams: 9 - 10)
قَد أَفلَحَ مَن زَكّىٰها* وَقَد خابَ
مَن دَسّىٰها
"Sesungguhnya berbahagialah orang yang mensucikan jiwanya dan sungguh
merugilah orang yang mengotori jiwanya".
- Sifat - sifat yang mengotori jiwa / hati
- Hasad - irihati
- Haqad - dengki / benci
- Suuz-zan - sangka buruk
- Kibir - sombong
- Ujub - merasa sempurna diri dari orang lain
- Riya - mempamerkan kelebihan diri
- Suma' - cari nama atau kemasyuran
- Bukhul - bakhil / kikir
- Hubbul Mal - cinta kebendaan
- Tafahur - membanggakan diri
- Ghadab - pemarah
- Ghibah - pengumpat
- Namimah - bicara belakang orang
- Kizib - dusta
- Khianat - munafik Maksiat Lahir - segala perbuatan yang dikerjakan oleh anggota badan manusia yang merosak orang atau diri sendiri sehingga membawa pengorbanan benda - benda, fikiran dan perasaan. Maksiat Bathin - lebih berbahaya kerana tidak kelihatan dan kurang disedari dan sukar dihilangkan.
b]. Cara membersihkan jiwa / hati
Tersingkapnya tabir / hijab yang membatasi diri dengan Tuhan ialah suci
bersihnya diri / jiwa dari kotoran - kotoran maksiat lahir dan maksiat bathin.
Menurut Ahli Tarekat ada 4 dinding / hijab yang membatasi diri dengan Tuhan dan
ada 4 juga jalan yang dapat membuka dinding / hijab itu.
i) Tingkat Pertama : Suci dari Najis dan Hadas - Bersih dari najis maka wajib bersuci dengan
air atau berinstinja dengan tanah. - Suci dari hadas besar (keluar mani) maka
wajib mandi. - Suci diri dari hadas kecil maka wajib berwudhu. * Seorang yang
hendak menghubungkan diri dengan Tuhan maka wajib bersih badannya, bersih
pakaiannya, bersih tempatnya, bersih lahir dan bathinnya.
ii) Tingkat Kedua : Suci Dari
Dosa Lahir Ada 7 anggota badan yang membuat dosa lahir yang disebut maksiat,
iaitu :
- Mulut - dusta / ghibah
- Mata - melihat yang haram
- Telinga - mendengar cerita kosong
- Hidung - menimbulkan rasa benci
- Tangan - merosak
- Kaki - berjalan membuat maksiat
- Kemaluan - bersyahwat / berzina (termasuk makan yang haram).
iii) Tingkat Ketiga : Suci dari Dosa Bathin Ada 7 alat pembuat dosa bathin yang dinamakan 7
Lataif (Petikan : Pengantar Ilmu Tarekat oleh Abubakar Aceh)
- Latifatul Qalby - berhubungan jantung jasmani. Letaknya dua jari di bawah susu kiri. Di sinilah letaknya sifat - sifat kemusyrikan, kekafiran dan ketahyulan dan sifat - sifat iblis. Untuk mensucikannya zikir dengan membaca 5000 kali - AlLah, AlLah. Pada tingkat ini hati diisi dengan Iman, Islam, Ihsan, Tauhid dan Makrifat.
- Latifatu Roh - berhubungan Rabu jasmani. Letaknya dua jari di bawah susu kanan. Di sinilah letaknya sifat Bahimiyah (binatang jinak) iaitu sifat menurut nafsu. Untuk mensucikannya zikir dengan dipalu sekeras - kerasnya 1000 kali - AlLah, AlLah.
- Latifatus-Sirri. Letaknya dua jari di atas susu kiri. Di sinilah letaknya sifat 'Syabiyah' (binatang buas) iaitu sifat zalim / aniaya, pemarah dan pendendam. Untuk mensucikannya zikir dengan membaca 1000 kali - AlLah, AlLah. Pada tingkat ini hati diisi dengan sifat kasih sayang dan ramah - tamah.
- Latifatul Khafi - dikenderai Limpah jasmani. Letaknya dua jari di atas susu kanan. Di sinilah letaknya sifat 'Syaitanuyah' iaitu hasad / dengki, munafik dan khianat. Untuk mensucikannya berzikir 1000 kali membaca AlLah, AlLah dengan dipalukan sekeras - kerasnya. Pada tingkat ini hati diisi sifat Syukur dan Sabar.
- Latifatul Akhfa - berhubungan empedu jasmani. Letaknya di tengah - tengah dada. Di sinilah letaknya sifat ria, takbur / sombong, ujub / membanggakan diri dan Sum'a / cari nama atau kemasyuran. Untuk mensucikannya zikir 1000 kali membaca AlLah, AlLah. Pada tingkat ini hati diisi sifat Ikhlas, Khusyu', Tadarru Tafakkur.
- Latifatun-nafsun-Natiqa. Letaknya di antara dua kening. Di sinilah letaknya 'nafsu ammarah' penghalang besar untuk menciptakan perbaikan masyarakat. Untuk mensucikannya zikir 1000 kali membaca AlLah, AlLah. Pada tingkat ini hati diisi dengan sifat Tenteram dan Pikiran Tenang.
- Latifah kullu Jasad - kenderai seluruh tubuh jasmani. Dalam Latifah inilah terletak sifat jahil dan ghaflah (kejahilan dan alpa). Untuk mensucikannya hendaklah dizikirkan 1000 kali - AlLah, AlLah sehingga mengalir zikir disekujur badan jasmani sehingga tiada tempat untuk sifat kebendaan / kejahilan dan kelalaian / Ghaflah. Pada tingkat ini hati diisi pula sifat Ilmu dan Amal.
iv) Tingkat Keempat : Suci Hati Rabbaniyah Yang dimaksudkan Latifatul Qalby di sini bukan
jantung jasmani tetapi "Latifatur Rabbaniyah" adalah Roh yang suci
yang paling halus dan memerintah serta mengatur badan dan anggota badan
jasmani. Dialah hakekat diri yang sebenar diri. Induk kepada latifah - latifah
lain. Sabda RasululLah s.a.w.
- "Di dalam tubuh anak Adam ada segumpal daging apabila ia baik, maka baiklah seluruh jasad dan apabila ia rosak maka rosaklah seluruh jasad. Ketahuilah, dia itu ialah 'hati'.
Pada Latifah
Rabbaniyahlah tempat jatuhnya penilikan AlLah kepada manusia. Menurut Kaum
Sufi, bahawa kehidupan dan alam penuh dengan rahsia - rahsia tersembunyi.
Rahsia tertutup oleh dinding/hijab tetapi bisa terbuka dan dapat tersingkap, dapat
melihat atau merasai atau berhubungan dengan terang ter-rahsia asal kita
menempuh jalannya. Jalan itulah dinamakan 'Tarekat'. Ahli Tarekat menempuh
jalan didikan 3 tingkat iaitu
- Takhalli,
- Tahalli dan
- Tajalli.
2.
Tujuan Tahalli ialah:
Mengisi diri
dengan sifat - sifat terpuji / menyinari hati.
a) Dasar Perbaikan Akhlak. Kaum Sufi
mengatur suatu ajaran untuk memperbaiki tata kehidupan dan penghidupan manusia
agar manusia itu menjadi 'manusia wara' yang ikhlas dalam beribadat kepada AlLah,
ikhlas dalam pengabdian melayani masyarakat dan damai / berpartisipasi dalam
kehidupan. Firman AlLah dalam Al-Quran (S. An-Nahl: 90)
"Bahwa
sesungguhnya AlLah memerintahkan untuk berlaku adil, berbuat kebajikan, hidup
berkeluarga. Dan melarang kekejian, kemungkaran dan bermusuhan. Bahwa Tuhan
mengajarkan kepada kamu sekalian (pokok - pokok akhlak itu) agar kamu sekalian
menjadi perhatian"
Ajaran itu
menurut istilah sufi dinamakan: Takhalli, Tahalli dan Tajalli. Sistem ajaran
ini memerlukan latihan - latihan dan perjuangan dengan tanjakan - tanjakan dari
satu tingkat ke tingkat lebih tinggi yakni dari mensuci bersihkan hati ke
tingkat menyinari hati sampai dekat diri kepada AlLah dalam keadaan Tajalli.
b)
Sifat yang
Mnyinari Hati / Jiwa. Sifat yang menyinari hati / jiwa menurut Kaum Sufi
dinamakan sifat - sifat terpuji. Menurut Al-Ghazali di dalam kitabnya
"Arbain fi Usulid-Din" antara sifat - sifat terpuji itu ialah:
- Taubat - menyesali diri dari perbuatan yang tercela
- Khauf / Taqwa - perasaan takut kepada AlLah
- Ikhlas - niat dan amal yang tulus atau suci
- Syukur - rasa berterima kasih
- Zuhud - hidup sederhana, apa adanya
- Sabar - tahan diri dari segala kesukaran
- Ridha - bersenang diri menerima keputusan AlLah
- Tawakkul - menggantungkan diri, nasib kepada AlLah
- Mahabbah - cinta kepada AlLah semata - mata
- Zikrulmaut - selalu ingat mati Maka apabila manusia telah menaungi dan mengisi hatinya dengan sifat - sifat terpuji itu maka hati menjadi cerah dan terang dapat pula menerima cahaya dari sifat - sifat tadi.
c)
Mendekatkan
Diri kepada AlLah. Untuk mendekatkan diri kepada AlLah perlu melalui apa yang
lazim dikerjakan oleh Kaum Sufi iaitu Kesempurnaan Agama Islam yang dapat
dicapai dalam 4 tingkat.
i) Tingkat Pertama : Syariat Ertinya mengerjakan amal badaniyah daripada segala hukum - hukum:
shalat, puasa, zakat dan haji. Syariat adalah peraturan - peraturan yang
bersumber dari Al-Quran dan As-Sunnah. Tujuan utama syariat ialah membangun
kehidupan manusia atas dasar amar ma'ruf dan nahi mungkar. Syariat membahagi
ma'ruf kepada 3 kategori:
- 1. Fardhu atau wajib
- 2. Sunnat atau mustahab
- 3. Mubah atau harus
Selanjutnya
syariat membahagi munkarat atas 2 bahagi iaitu :
- 1. Haram
- 2. Makruh
Peraturan -
peraturan yang diatur oleh syariat itu adalah atas dasar Quran dan Sunnah yang
merupakan sumber hukum dalam Islam untuk keselamatan manusia. Menurut Ahli
Sufi, bahawa syariat itu baru merupakan tingkat pertama menuju jalan kepada
Tuhan. Tarekatlah yang merupakan perbuatan untuk melaksanakan syariat itu.
Apabila 'Syariat' dan 'Tarekat' dikuasai maka lahirlah 'Hakekat' yang tidak
lain daripada perbaikan keadaan dan ehwal, sedang tujuan terakhir adalah
'Makrifat' iaitu mengenal Tuhan yang sebenar - benarnya, serta mencintainya
sebaik - baiknya. Syariat ialah pengenalan perintah dan Hakekat ialah
pengenalan pemberi perintah.
ii) Tingkat Kedua : Tarekat Dasar - dasar pokok mengenai Tarekat antara lain:
1. Sebuah
Hadis Qudsi menyatakan : "Adalah Aku suatu perbendaharaan yang
tersembunyi, maka inginlah Aku supaya diketahui siapa Aku, maka kujadikanlah
makhluk: Maka dengan AlLah mereka mengenal Aku". Dasar "Wihdhatul
Wujud" yang menjadi faham Ahli Tarekat. Bahawa AlLah itu permulaan
kejadian, yang awalnya tiada permulaan. AlLah telah ada dan tiada yang lain
besertaNya. Dan kerana supaya zatnya dilihat pada sesuatu yang bukan zatnya,
sebab itulah dijadikan segenap kejadian (Al-Khaliq).
2. Firman AlLah dalam Al-Quran (S.Al-Jin: 16)
وَأَلَّوِ استَقٰموا عَلَى
الطَّريقَةِ لَأَسقَينٰهُم ماءً غَدَقًا
"Dan bahawa jika mereka tetap (istiqamah) menempuh jalan itu
"TAREKAT" sesungguhnya akan Kami beri rezeki / rahmat yang berlimpah
- limpah".
"Tarekat"
adalah suatu sistem (tariqah) untuk menempuh jalan yang pada akhirnya mengenal
dan merasakan adanya Tuhan, dalam keadaan seseorang dapat melihat Tuhan dengan
mata hatinya (ainul basirah). Ini didasarkan atas pertanyaan Saidina Ali bin
Abi Thalib kepada RasululLah: "Manakah Tarekat yang sedekat - dekatnya
mencapai Tuhan? Yang dijawab RasululLah s.a.w. : "tidak lain daripada
zikir kepada AlLah". "Syariat" mewajibkan seseorang mengadap
Kiblat dalam Shalat, maka "Tarekat" tidak sampai di situ saja. Tarekat
berpegang kepada Firman AlLah: "Sembahlah Aku". Yang bermaksud semua
ibadah dilakukan kerana tujuan untuk ber-Taqwa (takut) kepada AlLah. Tetapi
bukan setakat pengertian "syariat" iaitu mengerjakan apa yang
diperintah dan menjauhkan apa yang dilarang. Tetapi menurut Ahli Tarekat Taqwa
adalah perpaduan dari 4 sifat:
- 1. (ta) - Taubat
- 2.(qaf) - Qinaah atau khusyu'
- 3. (wauw) - Wara
- 4. (alif) - Ikhlas beribadah mencari keridhaan AlLah
iii) Tingkat Ketiga : Hakekat Syariat merupakan peraturan, Tarekat merupakan pelaksanaan maka
hakekat adalah tujuan pokok yakni pengenalan Tuhan yang sebenar - benarnya.
Menurut Tarekat, hati wajib menghadap kepada AlLah berdasarkan ayat Quran:
"Fa'buduny - sembahlah Aku". Menurut kita menyembah Tuhan seolah -
olah Tuhan terlihat, berdasarkan Hadis:
"Sembahlah Tuhanmu, seakan - akan engkau melihatnya, jika engkau tidak
melihatnya maka sesungguhnya Tuhan melihat kamu".
Menurut
Makrifat, ialah mengenal AlLah untuk siapa dipersembahkan segala amal ibadat
itu. Yang dengan khusyu' seseorang hamba merasa berhadapan dengan AlLah, ketika
ini perasaan bermusyahadah berintai - intaian dan bercakap - cakap dengan Tuhan
seolah - olah AlLah berkata: "Innany Ana AlLah - Aku inilah Tuhan yakni
AlLah" maka kehadiran "hati" berkata: "Anta AlLah -
Engkaulah AlLah". Lalu AlLah berkata lagi: "Iqimis-shalata lizikry -
bershalatlah untuk mengingat akan Aku". Demikian "hakekat",
ialah membuka kesempatan bagaimana salik mencapai maksudnya, iaitu mengenal
Tuhan, Ma'rifatulLah dan Musyahadah Nur yang Tajalli.
Al-Ghazali menerangkan : "Bahawa Tajalli itu ialah terbuka Nur cahaya yang ghaib
bagi hati seseorang dan sangat mungkin yang dimaksudkan dengan Tajalli ialah
Mutajalli yang tidak lain daripada itulah AlLah".
iv) Tingkat Keempat : Ma'rifat. Ma'rifat adalah tujuan pokok, yakni: mengenal AlLah yang sebenar
- benarnya. Taftazany dalam kitabnya "Syarhul Maqsid" menerangkan:
"Apabila seseorang mencapai tujuan terakhir dalam pekerjaan suluknya -
ilalladan fillah, pasti dia tenggelam dalam lautan tauhid dan irfan sehingga
zatnya selalu dalam pengawasan zat Tuhan dan sifatnya selalu dalam pengawasan
sifat Tuhan. Ketika itu orang itu fana dan lenyap dalam keadaan
"masiwallah" apa yang bersifat bukan AlLah. Dia tidak melihat wujud
alam ini melainkan AlLah. Al-Ghazali menerangkan: "bahawa hatilah yang
dapat mencapai hakekat sebagaimana yang tertulis pada Lauhin Mahfud, iaitu hati
yang sudah bersih dan murni. Alhasil, tempat untuk melihat dan Ma'rifat AlLah
adalah "HATI".
3.
Tujuan Tajalli ialah:
Mencari
Kenyataan AlLah. Firman AlLah dalam Al-Quran (S.An-Nur: 25)
"AlLah itu cahaya
langit dan bumi"
Berlandaskan
ayat ini Ahli Sufi yakin beroleh pancaran Nur AlLah Tajallinya AlLah. Demikian
AlLah Tajalli dengan af-al, asma' dan zatNya yang tidak tersembunyi,
"mutajalli min zatihi la yakhhfa". Dalam menempuh jalan (tarekat)
untuk memperoleh kenyataan Tuhan (Tajalli), Ahli Sufi berusaha melalui ridha
dengan latihan - latihan dan mujahadah (perjuangan) dengan menempuh jalan,
antara lain melalui dasar pendidikan 3 tingkat iaitu: Takhalli, Tahalli dan
Tajalli. Ada pula yang menempuh jalan suluk dengan sistem "Muratabatu -
thariqah" yang terdiri dari 4 tingkat: (seperti sistem yang dipakai oleh
Tarekat Naqsabandiah) :
- 1. Taubat
- 2. Istiqamah : Taat lahir dan bathin
- 3. Tahzib : terdiri dari beberapa riadhah / latihan seperti puasa, mengurangi tidur dan menyendiri.
- 4. Taqarrub : mendekatkan diri kepada AlLah dengan berkhalwat, zikir terus - menerus.
Seterusnya
maka sampailah salik pada Maqam Nihayah: Fana-uhu
'ala baqa-ihi wa ghaya-tuhu 'ala hudu-rihi yaitu fana dalam
kebaqaan AlLah dan lenyap dalam kehadiran AlLah. Hal demikian bisa berhasil
kerana Tuhan Maha cahaya terhadap hambaNya dan Tuhan adalah sumber cahaya dan
Ilmu. Apabila Tuhan telah menembusi hati hambaNya dengan 'nur' dan cahayaNya,
maka berlimpah ruahlah Rahmat.
Sumber:
Risalah Alladuniyah-Imam Ghazaly
Tidak ada komentar:
Posting Komentar