ILMU ASROR
Asalamu’alaikum
wr.wb
Bismillahirohmanirrohim walhamdulillahirobbil a’lamin allohumma sholli
‘ala muhammadin ‘abdika warosulikan nabiyyil ummi.
Salam untuk semua ,dan mohon ijin nya kpada kang Risang dan kang Ahmad
R yg saya hormati. Tadinya saya mau meneruskan bab solawat tetapi
dikarenakan bnyak yg bertanya apa Asror Syahadat itu ,supaya jelas dan
tidk ada yg bertanya lagi maka saya putuskan membahasnya terlebih dlu
.ok ini jawaban untuk yg bertanya tentang ‘ilmu Asror ini pada sy baik
melalui e-mail/ telpon.
Perlu di ketahui terlebih dahulu Ilmu Asror yg saya terima ini sewaktu
nyantren di garut yg letak ponpesny itu di dekat lereng gunung, ilmu
asror ini terbagi dari 7 tingkatan yang dimana di setiap tingkatan
ada tingkatan lagi ,dan berikut tingkatan tingkatan nya :
TINGKAT 1. ASROR SYAHADAT (Meliputi pengisian ilmu oleh mursyid dan
kunci2 hajatnya,serta pembelajaran, amanat untuk slalu meng esa kan
allah s.w.t serta berserahdiri hanya terhadap –NYA saja)
TINGKAT 2. ASROR BASMALAH (pemberian “bengker ikat”oleh guru,kaifiat
dan kuncinya)
TINGKAT 3. ASROR GHOLABAH (meliputi aurod dan riyadhoh)
TINGKAT 4. PALUT ASROR ( meliputi aurod,riyadhoh,yang berisi 8 ‘ilmu)
TINGKAT 5. HIZIB YASIN DANHIZIB QOFILAH (meliputi aurod, jurus2
tenaga dalam,pernapsan dan kuncinya)
TINGKAT 6. HIZIB HUDHORI (meliputi aurod riyadhoh dan jurus hizib)
TINGKAT 7. HIZIB ANDARUN ASYADULLOHI SAY IDINA ‘ALI KAROMALLOHU
WAJHAH (meliputi riyadhoh, aurod,serta kunci2 nya)
Sekarang kita membahas terlebih dahulu tingkt pertama yaitu Asror syahadat.
Ilmu ini di gunakan untuk wasilah jalan membuka ilmu2 yg lain ,tapi
jangan salah meskipun enteng kita di wajibkan oleh mursyid/guru untuk
bisa menghayati kandungan2 dari kalimah2nya dan di amalkan dalam
perilaku sehari hari guna menuju selamat dunia akhirat. Seorang murid
yg berkeinginan mempelajari tahap pertama ini dalam pelaksanaan nya
langsung di isi keilmuan nya oleh sang mursyid dengan cara mengisinya
lewat air yg lalu di minumkan ke sang murid dengan memberikan kuncinya
lalu langsung di tes pada saat itu juga .
Berikut kunci asror syahadatnya
1.BISMILLAHIRROHMANIRROHIM 3X
2.ASYHADU ALLAILAHA ILLALLOH WA ASYHADU ANNA MUHAMMAD DARROSULULLOH 3X
3.ALLOHUMMA SHOLLI ‘ALA SAYYIDINA MUHAMMAD WA ‘ALA ALI SAYYIDINA MUHAMMAD 3X
4.ASTAGHFIRULLOHAL ‘ADZIM 3X
5.MEMBACA DOA : YA ALLOH YA ROSULULLUH YA TUAN SYEKH ABDUL QODIR
JAELANI ABDI NYUHUNGKEUN KAROMAHNA TI ANJEUN ABDI HOYONG TIASA
{….sebut hajatnya…..} ANU ASLI SAPERTOS ANJEUN..
………….AMIEN.
Sedangkan sebagian fungsinya sebagaimana yg telah di berikn pada saya
pribadi sebai berikut.
1.untuk silat karomahan : -bisa memainkan jurus apa saja yg kita mau
secara sadar lahir batin caranya bca kuncinya pada saat baca no.5 di
sebut pada hajatnya kalimat { MAEN SILAT } dandi akhirnya di sebut
jurus nya, sebagai contoh. Ya alloh ya rosululloh ya tuan syekh ‘abdul
qodir jaelani abdi nyuhungkeun karomahna ti anjeun abdi hoyong tiasa
{maen silat} anu asli sapertos anjen { sebut jurus misal jurus
cikalong,atau jurus macan aatau sesuka anda saja} amien.. lalu ikuti
saja geraknya tubuh. Dan kalau mau berhenti tinggal berhenti saja
tanpa ada doa khusus krna kita dlm keadaan sadar, berbeda dengan
sambatan pamacan dan pamonyet yg dalam keadaannya tidak sadar dan
untuk menyadarkan nya di perlukan orang yg bisa menyadarkannya .
2.pendeteksiaan, merasakan keberadaan dari mahluk halus ,jin ataupun
benda bertuah
3.untuk trawangan juga untuk mencari/menemukan barang yg hilang
4.untuk pengobatan diri sendiri ataupun orang lainatau untuk media
urut pijat caranya sama tinggal di niatkan sja lalu ikuti geraknya
tangan.
5.mediumisasi , memanggil jin
6.membuat wafaq atau isian suatu benda atau untuk berkomunikasi dngn
khodam suatu benda isian.
7.untuk mahabbah dan kewibawaan
8.untuk meminjam faidah nya suatu ilmu “tpi dengan syarat2 tertentu.
9.untuk membuka indra k 6.
Itu sebagian saja faidah yg di berikan sang guru dan untuk yg lainnya
kita di sarankan untuk mencarinya sendiri, Iinsya alloh bermanfaat,
bnyak yg sudah saya rasakan ,dan untuk mendapatkan itu semua harus
sabar dan ikhlas karena ada yng langsung di beri hidayah oleh alloh
ada juga yg perlu terus di latih..
Mudah mudahan artikel inibermanfaat khususnya bagi yg menanyakan
tentang ilmu ini. dan bgi yng berminat bisa hub saya sekalian
silaturahmi ke tempat saya Insya alloh di tempat saya akan di adakan
lagi ijazahan pengisian Asror syahadat ini pd tnggal 1 dan 8 maret
ba’da magrib silahkan dantidak dipungut biaya kecuali untuk syarat
keilmuan nya saja misalya pembelian ja’faron, dll ,itu bisa anda
membelinya/membawanya sendiri dri rumah tpi dngn catatan yg
kualitasnya baik. Mungkindi cukupkan sampai di sini dulu dan insya
alloh untuk pembahasan tingkat ke 2-7 akan menyusul nanti, terima
kasih . Akhirul kalam walhamdulillahirobbil ‘alamin wassalamu’alaikum
wr.wb.
TAMBAHAN :..
Ini sholawat nabiyyit thohir masih dari sebagian bab sholawat dibaca
11x sambil tahan nafas dilakukan setelah memakan makanan yng berbau
menyengat seperti pete,jengkol ,bawang dll.gunanya untuk
mengharumkan mulut / mengusir bau mulut, smoga manfaat….
“ALLOHUMMA SHOLLI WASALLIM ‘ALA NABIYYIT THOHIR {11X TANPA NAFAS}”
Bismillahirohmanirrohim walhamdulillahirobbil a’lamin allohumma sholli
‘ala muhammadin ‘abdika warosulikan nabiyyil ummi.
Salam untuk semua ,dan mohon ijin nya kpada kang Risang dan kang Ahmad
R yg saya hormati. Tadinya saya mau meneruskan bab solawat tetapi
dikarenakan bnyak yg bertanya apa Asror Syahadat itu ,supaya jelas dan
tidk ada yg bertanya lagi maka saya putuskan membahasnya terlebih dlu
.ok ini jawaban untuk yg bertanya tentang ‘ilmu Asror ini pada sy baik
melalui e-mail/ telpon.
Perlu di ketahui terlebih dahulu Ilmu Asror yg saya terima ini sewaktu
nyantren di garut yg letak ponpesny itu di dekat lereng gunung, ilmu
asror ini terbagi dari 7 tingkatan yang dimana di setiap tingkatan
ada tingkatan lagi ,dan berikut tingkatan tingkatan nya :
TINGKAT 1. ASROR SYAHADAT (Meliputi pengisian ilmu oleh mursyid dan
kunci2 hajatnya,serta pembelajaran, amanat untuk slalu meng esa kan
allah s.w.t serta berserahdiri hanya terhadap –NYA saja)
TINGKAT 2. ASROR BASMALAH (pemberian “bengker ikat”oleh guru,kaifiat
dan kuncinya)
TINGKAT 3. ASROR GHOLABAH (meliputi aurod dan riyadhoh)
TINGKAT 4. PALUT ASROR ( meliputi aurod,riyadhoh,yang berisi 8 ‘ilmu)
TINGKAT 5. HIZIB YASIN DANHIZIB QOFILAH (meliputi aurod, jurus2
tenaga dalam,pernapsan dan kuncinya)
TINGKAT 6. HIZIB HUDHORI (meliputi aurod riyadhoh dan jurus hizib)
TINGKAT 7. HIZIB ANDARUN ASYADULLOHI SAY IDINA ‘ALI KAROMALLOHU
WAJHAH (meliputi riyadhoh, aurod,serta kunci2 nya)
Sekarang kita membahas terlebih dahulu tingkt pertama yaitu Asror syahadat.
Ilmu ini di gunakan untuk wasilah jalan membuka ilmu2 yg lain ,tapi
jangan salah meskipun enteng kita di wajibkan oleh mursyid/guru untuk
bisa menghayati kandungan2 dari kalimah2nya dan di amalkan dalam
perilaku sehari hari guna menuju selamat dunia akhirat. Seorang murid
yg berkeinginan mempelajari tahap pertama ini dalam pelaksanaan nya
langsung di isi keilmuan nya oleh sang mursyid dengan cara mengisinya
lewat air yg lalu di minumkan ke sang murid dengan memberikan kuncinya
lalu langsung di tes pada saat itu juga .
Berikut kunci asror syahadatnya
1.BISMILLAHIRROHMANIRROHIM 3X
2.ASYHADU ALLAILAHA ILLALLOH WA ASYHADU ANNA MUHAMMAD DARROSULULLOH 3X
3.ALLOHUMMA SHOLLI ‘ALA SAYYIDINA MUHAMMAD WA ‘ALA ALI SAYYIDINA MUHAMMAD 3X
4.ASTAGHFIRULLOHAL ‘ADZIM 3X
5.MEMBACA DOA : YA ALLOH YA ROSULULLUH YA TUAN SYEKH ABDUL QODIR
JAELANI ABDI NYUHUNGKEUN KAROMAHNA TI ANJEUN ABDI HOYONG TIASA
{….sebut hajatnya…..} ANU ASLI SAPERTOS ANJEUN..
………….AMIEN.
Sedangkan sebagian fungsinya sebagaimana yg telah di berikn pada saya
pribadi sebai berikut.
1.untuk silat karomahan : -bisa memainkan jurus apa saja yg kita mau
secara sadar lahir batin caranya bca kuncinya pada saat baca no.5 di
sebut pada hajatnya kalimat { MAEN SILAT } dandi akhirnya di sebut
jurus nya, sebagai contoh. Ya alloh ya rosululloh ya tuan syekh ‘abdul
qodir jaelani abdi nyuhungkeun karomahna ti anjeun abdi hoyong tiasa
{maen silat} anu asli sapertos anjen { sebut jurus misal jurus
cikalong,atau jurus macan aatau sesuka anda saja} amien.. lalu ikuti
saja geraknya tubuh. Dan kalau mau berhenti tinggal berhenti saja
tanpa ada doa khusus krna kita dlm keadaan sadar, berbeda dengan
sambatan pamacan dan pamonyet yg dalam keadaannya tidak sadar dan
untuk menyadarkan nya di perlukan orang yg bisa menyadarkannya .
2.pendeteksiaan, merasakan keberadaan dari mahluk halus ,jin ataupun
benda bertuah
3.untuk trawangan juga untuk mencari/menemukan barang yg hilang
4.untuk pengobatan diri sendiri ataupun orang lainatau untuk media
urut pijat caranya sama tinggal di niatkan sja lalu ikuti geraknya
tangan.
5.mediumisasi , memanggil jin
6.membuat wafaq atau isian suatu benda atau untuk berkomunikasi dngn
khodam suatu benda isian.
7.untuk mahabbah dan kewibawaan
8.untuk meminjam faidah nya suatu ilmu “tpi dengan syarat2 tertentu.
9.untuk membuka indra k 6.
Itu sebagian saja faidah yg di berikan sang guru dan untuk yg lainnya
kita di sarankan untuk mencarinya sendiri, Iinsya alloh bermanfaat,
bnyak yg sudah saya rasakan ,dan untuk mendapatkan itu semua harus
sabar dan ikhlas karena ada yng langsung di beri hidayah oleh alloh
ada juga yg perlu terus di latih..
Mudah mudahan artikel inibermanfaat khususnya bagi yg menanyakan
tentang ilmu ini. dan bgi yng berminat bisa hub saya sekalian
silaturahmi ke tempat saya Insya alloh di tempat saya akan di adakan
lagi ijazahan pengisian Asror syahadat ini pd tnggal 1 dan 8 maret
ba’da magrib silahkan dantidak dipungut biaya kecuali untuk syarat
keilmuan nya saja misalya pembelian ja’faron, dll ,itu bisa anda
membelinya/membawanya sendiri dri rumah tpi dngn catatan yg
kualitasnya baik. Mungkindi cukupkan sampai di sini dulu dan insya
alloh untuk pembahasan tingkat ke 2-7 akan menyusul nanti, terima
kasih . Akhirul kalam walhamdulillahirobbil ‘alamin wassalamu’alaikum
wr.wb.
TAMBAHAN :..
Ini sholawat nabiyyit thohir masih dari sebagian bab sholawat dibaca
11x sambil tahan nafas dilakukan setelah memakan makanan yng berbau
menyengat seperti pete,jengkol ,bawang dll.gunanya untuk
mengharumkan mulut / mengusir bau mulut, smoga manfaat….
“ALLOHUMMA SHOLLI WASALLIM ‘ALA NABIYYIT THOHIR {11X TANPA NAFAS}”
KITAB SIRRUL
ASROR BAB 1 :Semoga Allah s.w.t memberikan kamu kemulyaan di
dalam amalan-amalan yang disukai-Nya dan Semoga kamu memperoleh keridhaan-Nya.
Fikirkan, tekankan kepada pemikiran kamu dan fahamkan apa yang aku
katakan.
Allah Yang Maha Tinggi pada permulaannya menciptakan Nur Muhammad dari cahaya suci Keindahan-Nya. Dalam hadis Qudsi Dia berfirman:
“Aku ciptakan ruh Muhammad daripada Nur Wajah-Ku”.
Ini dinyatakan juga oleh Nabi Muhammad s.a.w dengan sabdanya: “Mula-mula Allah ciptakan ruhku. Pada awalnya diciptakan-Nya sebagai ruh suci”.
“Mula-mula Allah ciptakan qalam”.
“Mula-mula Allah ciptakan akal”.
Apa yang dimaksudkan sebagai ciptaan permulaan itu ialah penciptaan hakikat Nabi Muhammad s.a.w, Kebenaran tentang Muhammad yang tersembunyi. Dia juga diberi nama yang indah-indah. Dia dinamakan nur, cahaya suci, kerana dia dipersucikan dari kegelapan yang tersembunyi di bawah sifat jalal Allah. Allah Yang Maha Tinggi berfirman:
قَد جاءَكُم مِنَ اللَّهِ نورٌ وَكِتٰبٌ مُبينٌ
“Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan.”. (Al-Maaidah, ayat 15)
Dia dinamakan akal yang meliputi (akal universal) kerana dia telah melihat dan mengenali segala-galanya. Dia dinamakan qalam kerana dia menyebarkan hikmah dan ilmu dan dia mencurahkan ilmu ke dalam huruf-huruf.
Roh Muhammad adalah zat atau hakikat kepada segala kejadian, permulaan dan kenyataan alam maya. Baginda s.a.w menyatakan hal ini dengan sabdanya,
“Aku dicipta dari Allah dan sekalian yang lain dari aku”.
Allah Yang Maha Tinggi menciptakan sekalian roh-roh dari roh baginda s.a.w di dalam alam kejadian yang pertama, dalam bentuk yang paling baik. ‘Muhammad’ adalah nama semua kemanusiaan di dalam alam arwah. Dia adalah sumber, asal usul dan kediaman bagi sesuatu dan segala-galanya.
Empat ribu tahun setelah diciptakan cahaya Muhammad, Allah ciptakan arasy dari cahaya mata Muhammad. Dia ciptakan makhluk yang lain dari arasy. Kemudian Dia hantarkan roh-roh turun kepada peringkat penciptaan yang paling rendah, kepada alam kebendaan, alam jirim dan badan.
"Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka)" (Surah Tin, ayat 5)
Dia turunkan cahaya itu dari tempat ia diciptakan, dari alam lahut, yaitu alam kenyataan bagi Zat Allah, bagi keesaan, bagi wujud mutlak, kepada alam nama-nama Ilahi, hakikat sifat-sifat Ilahi, alam bagi akal asbab milik roh yang meliputi (roh universal). Di sana Dia pakaikan roh-roh itu dengan pakaian cahaya. Roh-roh ini dinamakan ‘roh pemerintah’. Dengan berpakaian cahaya mereka turun kepada alam malaikat. Di sana mereka dinamakan ‘roh rohani’. Kemudian Dia arahkan mereka turun kepada alam kebendaan, alam jirim, air dan api, tanah dan angin dan mereka menjadi ‘roh manusia’. Kemudian dari dunia ini Dia ciptakan tubuh yang berdaging, berdarah.
“ Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain”. (Surah Ta Ha, ayat 55)
setelah peringkat-peringkat ini Allah memerintahkan roh-roh supaya memasuki badan-badan dan dengan kehendak-Nya mereka pun masuk.
“Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan) Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya…”. (Surah Shad, ayat 72)
Sampai masanya roh-roh itu terikat dengan badan, dengan darah dan daging dan lupa kepada asal usul kejadian dan perjanjian mereka. Mereka lupa tatkala Allah ciptakan mereka pada alam arwah Dia telah bertanya kepada mereka:
“Adakah aku Tuhan kamu? Mereka telah menjawab:Iya, bahkan!.”
Mereka lupa kepada ikrar mereka. Mereka lupa kepada asal usul mereka, lupa juga kepada jalan untuk kembali kepada tempat asal mereka. Tetapi Allah Maha Penyayang, Maha Pengampun, sumber kepada segala keselamatan dan pertolongan bagi sekalian hamba-hamba-Nya. Dia mengasihani mereka lalu Dia hantarkan kitab-kitab suci dan rasul-rasul kepada mereka untuk mengingatkan mereka tentang asal usul mereka
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa ayat-ayat Kami, (dan Kami perintahkan kepadanya): ""Keluarkanlah kaummu dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah"". Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang penyabar dan banyak bersyukur.”. (Surah Ibrahim, ayat 5)
yaitu ‘ingatkan roh-roh tentang hari-hari di mana mereka tidak terpisah dengan Allah’.
Para rasul-rasul telah datang ke dunia ini, melaksanakan tugas mereka dan kemudian meninggalkan dunia ini. Tujuan semua itu adalah membawa kepada manusia perutusan, peringatan serta menyadarkan manusia dari kelalaian mereka. Tetapi mereka yang mengingati-Nya, yang kembali kepada-Nya, manusia yang ingin kembali kepada asal usul mereka, menjadi semakin berkurang dan terus berkurang ditelan zaman.
Nabi-nabi terus diutus dan perutusan suci berterusan sehingga muncul roh Muhammad yang mulia, yang terakhir di kalangan nabi-nabi, yang menyelamatkan manusia daripada kehancuran dan kelalaian. Allah Yang Maha Tinggi mengutuskannya untuk membuka mata manusia yaitu membuka mata hati yang ketiduran. Tujuannya ialah mengejutkan manusia dari kelalaian dan ketidaksadaran dan untuk menyatukan mereka dengan keindahan yang abadi, dengan penyebab, dengan Zat Allah. Allah berfirman:
“Katakanlah: ""Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. (Surah Yusuf, ayat 108).
Baginda s.a.w dalam menunjukkan tujuan kita telah bersabda,
“Sahabat-sahabatku adalah umpama bintang di langit. Sesiapa daripada mereka yang kamu ikuti kamu akan temui jalan yang benar”.
Pandangan yang jelas (basirah) datangnya dari mata kepada roh. Mata ini terbuka di dalam jantung hati orang-orang yang hampir dengan Allah, yang menjadi sahabat Allah. Semua ilmu di dalam dunia ini tidak akan mendatangkan pandangan dalam (basirah). Seseorang itu memerlukan pengetahuan yang datangnya dari alam ghaib yang tersembunyi pengetahuan yang mengalir dari kesadaran Ilahi.
“Dan Kami telah ajarkan kepadanya satu ilmu dari sisi Kami (ilmu laduni)”. (Surah Kahfi, ayat 65).
Apa yang perlu seseorang lakukan ialah mencari orang yang mempunyai pandangan dalam (basirah) yang mata hatinya tajam, dan nasehat serta bimbingan dari orang yang seperti ini adalah perlu. Guru yang demikian, yang dapat memupuk pengetahuan orang lain, mesti seorang yang hampir dengan Allah dan berupaya menyaksikan alam mutlak.
Wahai anak-anak Adam, saudara-saudara dan saudari-saudari! Bangunlah dan bertaubatlah kerana melalui taubat kamu akan memohon kepada Tuhan agar dikaruniakan-Nya kepada kamu hikmah-Nya. Berusaha dan berjuanglah. Allah memerintahkanينَ
“ Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”. (Surah Imraan, ayat 133 & 134).
Masuklah kepada jalan itu dan bergabunglah dengan kafilah kerohanian untuk kembali kepada Tuhan kamu. Pada satu masa nanti jalan tersebut tidak dapat dilalui lagi dan pengembara pada jalan tersebut tidak ada lagi. Kita tidak datang ke bumi ini untuk merusakkan dunia ini. Kita diturunkan ke mari bukan untuk makan, minum dan berak. Roh penghulu kita menyaksikan kita. Baginda s.a.w berdukacita melihat keadaan kamu. Baginda s.a.w telah mengetahui apa yang akan berlaku kemudian hari apabila baginda s.a.w bersabda,
“Dukacitaku adalah untuk umat yang aku kasihi yang akan datang kemudian”.
Apa saja yang datang kepada kamu datang dalam keadaan salah satu bentuk, secara nyata atau tersembunyi; nyata dalam bentuk peraturan umum dan tersembunyi dalam bentuk hikmah kebijaksanaan atau makrifat. Allah Yang Maha Tinggi memerintahkan kita supaya mensejahterakan lahir kita dengan mematuhi peraturan syari’at dan meletakkan batin kita dalam keadaan yang baik dan teratur dengan memperoleh hikmah kebijaksanaan atau makrifat. Bila lahir dan batin kita menjadi satu dan hikmah kebijaksanaan atau makrifat dengan peraturan agama (syari’at) bersatu, seseorang itu sampai kepada makam yang sebenarnya (hakikat).
Kedua-duanya mesti menjadi satu. Kebenaran atau hakikat tidak akan diperoleh dengan hanya menggunakan pengetahuan melalui pancaindera dan hanya tentang alam kebendaan. Dengan cara tersebut tidak mungkin mencapai sumber, yaitu Zat. Ibadat dan penyembahan memerlukan kedua-duanya yaitu peraturan syari’at dan makrifat. Allah berfirman tentang ibadat:
وَما خَلَقتُ الجِنَّ وَالإِنسَ إِلّا لِيَعبُدونِ
“Dan tidak Aku jadikan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku”. (Surah Dzaariyat, ayat 56).
Dalam lain perkataan, ‘mereka diciptakan supaya mengenali Aku’. Jika seseorang tidak mengenali-Nya bagaimana dia boleh memuji-Nya dengan sebenar-benarnya, meminta pertolongan-Nya dan beribadah kepada-Nya?
Makrifat yang diperlukan bagi mengenali-Nya boleh dicapai dengan menyingkap tabir hitam yang menutupi cermin hati seseorang, menyucikannya sehingga bersih dan menggilapkannya sehingga bercahaya. Kemudian perbendaharaan keindahan yang tersembunyi akan memancar pada rahasia cermin hati.
Allah Yang Maha Tinggi telah berfirman melalui rasul-Nya:
“Aku adalah perbendaharaan yang tersembunyi. Aku suka dikenali, lalu Aku ciptakan makhluk supaya Aku dikenali”.
Tujuan suci diciptakan manusia ialah supaya mereka mengenali Allah, memperolehi makrifat.
Ada dua peringkat makrifat yang suci. Seseorang itu perlu mengenali sifat-sifat Allah dan dalil-dalil yang menjadi kenyataan atau penzahiran bagi sifat-sifat tersebut. Satu lagi ialah mengenali Zat Allah. Di dalam mengenali sifat-sifat Allah manusia secara zahirnya dapat menikmati kedua-duanya iaitu dunia dan akhirat. Makrifat yang memimpin kepada Zat Allah tidak diperoleh dengan diri zahir manusia. Ia terjadi di dalam jiwa atau roh suci manusia yang berada di dalam dirinya yang zahir ini.
“Dan Kami telah perkuatkan dia (Isa) dengan roh kudus”. (Surah Baqarah, ayat 87).
Orang yang mengenali Zat Allah menemui kuasa ini melalui roh kudus (suci) yang dikaruniakan kepada mereka.
Kedua-dua makrifat tersebut diperolehi dengan hikmah kebijaksanaan yang mempunyai dua aspek; hikmah kebijaksanaan kerohanian yang dalam dan pengetahuan zahir tentang benda-benda nyata. Kedua-duanya diperlukan untuk mendapatkaan kebaikan. Nabi s.a.w bersabda, “Pengetahuan ada dua bahagian. Satu pada lidah yang menjadi dalil tentang kewujudan Allah, satu lagi di dalam hati manusia. Inilah yang diperlukan bagi melaksanakan harapan kita”.
Pada peringkat permulaannya seseorang itu memerlukan pengetahuan syari’at. Ini memerlukan pendidikan yang mengenalkan dalil-dalil luar tentang Zat Allah yang nyata dalam alam sifat-sifat dan nama-nama-Nya. Apabila bidang ini telah sempurna sampailah giliran pendidikan kerohanian tentang rahasia-rahasia, di mana seseorang itu masuk ke dalam bidang makrifat yang murni untuk mengetahui yang sebenarnya (hakikat). Pada peringkat yang pertama seseorang itu mestilah meninggalkan segala yang dilarang oleh syariat , kesalahan di dalam melakukan perbuatan yang baik mesti dihapuskan. Perbuatan yang baik mesti dilakukan dengan cara yang betul, sebagaimana keperluan pada jalan sufi. Keadaan ini boleh dicapai dengan melatihkan diri dengan melakukan perkara-perkara yang tidak dipersetujui oleh ego diri sendiri dan melakukan amalan yang bertentangan dengan kehendak hawa nafsu. Berhati-hatilah di dalam beramal agar amalan itu dilakukan bukan untuk dipertontonkan atau diperdengarkan kepada orang lain. Semuanya mestilah dilakukan semata-mata karena Allah, demi mencari keridhaan-Nya. Allah berfirman:
فَمَن كانَ يَرجوا لِقاءَ رَبِّهِ فَليَعمَل عَمَلًا صٰلِحًا وَلا يُشرِك بِعِبادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Katakanlah: ""Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: ""Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa"". Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya”. (Surah Kahfi, ayat 110).
Apa yang dianugerahkan sebagai ilmu makrifat itu adalah tahap penghabisan bagi tingkatan yang pertama. Ia adalah permulaan dan merupakan rumah yang setiap orang akan kembali ke sana. Di sanalah roh suci dijadikan. Yang dimaksud dengan roh suci adalah roh insan. Ia dijadikan dalam bentuk yang paling baik.
Kebenaran atau hakikat tersebut telah ditanam di tengah-tengah hati sebagai amanah Allah, diamanahkan kepada manusia agar disimpan dengan selamat. Ia bangkit dan yata melalui taubat yang sungguh-sungguh dan usaha yang benar mempelajari agama. Keindahannya akan memancar ke permukaan apabila seseorang itu mengingat Allah terus menerus, mengulangi kalimah “La ilaaha illallah”. Pada mulanya kalimah ini diucapkan dengan lidah. Bila hati sudah hidup ia diucapkan di dalam, dengan hati.
Sufi menggambarkan keadaan kerohanian yang demikian dengan menganggapnya sebagai bayi, yaitu bayi yang lahir di dalam hati, dibelai dan dibesarkan di sana. Hati memainkan peranan seperti ibu, melahirkannya, menyusui, memberi makan dan memeliharanya. Jika anak-anak diajarkan perkara keduniaan untuk kebaikannya, bayi hati pula diajarkan makrifat rohani. Sebagaimana anak-anak bersih dari dosa, bayi hati adalah murni, bebas dari kelalaian, ego dan ragu-ragu. Kesucian bayi biasanya nyata dalam bentuk zahir yang cantik. Dalam mimpi, kesucian dan kemurnian bayi hati muncul dalam rupa malaikat. Manusia berharap mendapat ganjaran surga sebagai balasan kepada perbuatan baik tetapi hadiah-hadiah yang didatangi dari surga didatangkan ke mari melalui tangan-tangan bayi hati.
“Berada dalam surga kenikmatan.Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu,dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian. Mereka berada di atas dipan yang bertahtakan emas dan permata, seraya bertelekan di atasnya berhadap-hadapan. Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda,”. (Surah Waqi’ah, ayat 12 – 17
“Dan berkeliling di sekitar mereka anak-anak muda untuk (melayani) mereka, seakan-akan mereka itu mutiara yang tersimpan.”. (Surah Tur, ayat 24).
Mereka adalah anak-anak kepada hati, menurut yang diilhamkan kepada sufi, dipanggil anak-anak kerana keelokan dan ketulusan mereka. Keindahan dan ketulusan mereka yata dalam wujud zahir, dalam darah daging, dalam bentuk manusia. Oleh karena keelokan dan kelembutan sifatnya ia dinamakan anak-anak hati, tetapi dia adalah manusia sejati yang mampu mengubah bentuk kejadian atau ciptaan karena dia berhubung erat dengan Pencipta sendiri. Dia adalah wakil yang benar kepada manusia. Di dalam kesadarannya tidak ada sesuatu malah dia tidak melihat dirinya sebagai sesuatu. Tiada hijab, tiada halangan di antara kewujudannya dengan Zat Allah.
Nabi Muhammad s.a.w menggambarkan suasana demikian sebagaimana sabda baginda s.a.w,
“Ada masa aku dengan Allah di mana tiada malaikat yang hampir dan tidak juga nabi yang diutus”.
Maksud ‘nabi’ di sini ialah kewujudan lahiriah yang sementara bagi Rasulullah s.a.w sendiri. Malaikat yang paling hampir dengan Allah ialah cahaya suci Muhammad s.a.w, kejadian pertama. Dalam suasana kerohanian itu baginda s.a.w sangat hampir dengan Allah sehingga wujud zahirnya dan rohnya tidak berkesempatan menghijabkannya dengan Allah. Baginda s.a.w menggambarkan lagi suasana demikian,
“Ada surga Allah yang tidak ada mahligai dan taman-taman atau sungai madu dan susu, surga yang di dalamnya seseorang hanya menyaksikan Wajah Allah Yang Maha Suci”.
Allah s.w.t berfirman:
وُجوهٌ يَومَئِذٍ ناضِرَةٌ إِلىٰ رَبِّها ناظِرَةٌ
“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.”. (Surah Qiamat, ayat 22 & 23).
Pada suasana atau makam tersebut jika seseorang makhluk termasuklah malaikat mendekatinya kewujudan badannya akan terbakar menjadi abu. Allah s.w.t berfirman melalui rasul-Nya:
“Jika Aku bukakan penutup sifat keperkasaan-Ku dengan bukaan yang sangat sedikit sahaja, semua akan terbakar sejauh yang dilihat oleh pandangan-Ku”.
Jibrail yang menemani Nabi Muhamamd s.a.w pada malam mikraj, apabila sampai di Sidratul Muntaha, telah mengatakan jika dia melangkah satu langkah saja lagi dia akan terbakar menjadi abu
Allah Yang Maha Tinggi pada permulaannya menciptakan Nur Muhammad dari cahaya suci Keindahan-Nya. Dalam hadis Qudsi Dia berfirman:
“Aku ciptakan ruh Muhammad daripada Nur Wajah-Ku”.
Ini dinyatakan juga oleh Nabi Muhammad s.a.w dengan sabdanya: “Mula-mula Allah ciptakan ruhku. Pada awalnya diciptakan-Nya sebagai ruh suci”.
“Mula-mula Allah ciptakan qalam”.
“Mula-mula Allah ciptakan akal”.
Apa yang dimaksudkan sebagai ciptaan permulaan itu ialah penciptaan hakikat Nabi Muhammad s.a.w, Kebenaran tentang Muhammad yang tersembunyi. Dia juga diberi nama yang indah-indah. Dia dinamakan nur, cahaya suci, kerana dia dipersucikan dari kegelapan yang tersembunyi di bawah sifat jalal Allah. Allah Yang Maha Tinggi berfirman:
قَد جاءَكُم مِنَ اللَّهِ نورٌ وَكِتٰبٌ مُبينٌ
“Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan.”. (Al-Maaidah, ayat 15)
Dia dinamakan akal yang meliputi (akal universal) kerana dia telah melihat dan mengenali segala-galanya. Dia dinamakan qalam kerana dia menyebarkan hikmah dan ilmu dan dia mencurahkan ilmu ke dalam huruf-huruf.
Roh Muhammad adalah zat atau hakikat kepada segala kejadian, permulaan dan kenyataan alam maya. Baginda s.a.w menyatakan hal ini dengan sabdanya,
“Aku dicipta dari Allah dan sekalian yang lain dari aku”.
Allah Yang Maha Tinggi menciptakan sekalian roh-roh dari roh baginda s.a.w di dalam alam kejadian yang pertama, dalam bentuk yang paling baik. ‘Muhammad’ adalah nama semua kemanusiaan di dalam alam arwah. Dia adalah sumber, asal usul dan kediaman bagi sesuatu dan segala-galanya.
Empat ribu tahun setelah diciptakan cahaya Muhammad, Allah ciptakan arasy dari cahaya mata Muhammad. Dia ciptakan makhluk yang lain dari arasy. Kemudian Dia hantarkan roh-roh turun kepada peringkat penciptaan yang paling rendah, kepada alam kebendaan, alam jirim dan badan.
"Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka)" (Surah Tin, ayat 5)
Dia turunkan cahaya itu dari tempat ia diciptakan, dari alam lahut, yaitu alam kenyataan bagi Zat Allah, bagi keesaan, bagi wujud mutlak, kepada alam nama-nama Ilahi, hakikat sifat-sifat Ilahi, alam bagi akal asbab milik roh yang meliputi (roh universal). Di sana Dia pakaikan roh-roh itu dengan pakaian cahaya. Roh-roh ini dinamakan ‘roh pemerintah’. Dengan berpakaian cahaya mereka turun kepada alam malaikat. Di sana mereka dinamakan ‘roh rohani’. Kemudian Dia arahkan mereka turun kepada alam kebendaan, alam jirim, air dan api, tanah dan angin dan mereka menjadi ‘roh manusia’. Kemudian dari dunia ini Dia ciptakan tubuh yang berdaging, berdarah.
“ Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain”. (Surah Ta Ha, ayat 55)
setelah peringkat-peringkat ini Allah memerintahkan roh-roh supaya memasuki badan-badan dan dengan kehendak-Nya mereka pun masuk.
“Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan) Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya…”. (Surah Shad, ayat 72)
Sampai masanya roh-roh itu terikat dengan badan, dengan darah dan daging dan lupa kepada asal usul kejadian dan perjanjian mereka. Mereka lupa tatkala Allah ciptakan mereka pada alam arwah Dia telah bertanya kepada mereka:
“Adakah aku Tuhan kamu? Mereka telah menjawab:Iya, bahkan!.”
Mereka lupa kepada ikrar mereka. Mereka lupa kepada asal usul mereka, lupa juga kepada jalan untuk kembali kepada tempat asal mereka. Tetapi Allah Maha Penyayang, Maha Pengampun, sumber kepada segala keselamatan dan pertolongan bagi sekalian hamba-hamba-Nya. Dia mengasihani mereka lalu Dia hantarkan kitab-kitab suci dan rasul-rasul kepada mereka untuk mengingatkan mereka tentang asal usul mereka
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa ayat-ayat Kami, (dan Kami perintahkan kepadanya): ""Keluarkanlah kaummu dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah"". Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang penyabar dan banyak bersyukur.”. (Surah Ibrahim, ayat 5)
yaitu ‘ingatkan roh-roh tentang hari-hari di mana mereka tidak terpisah dengan Allah’.
Para rasul-rasul telah datang ke dunia ini, melaksanakan tugas mereka dan kemudian meninggalkan dunia ini. Tujuan semua itu adalah membawa kepada manusia perutusan, peringatan serta menyadarkan manusia dari kelalaian mereka. Tetapi mereka yang mengingati-Nya, yang kembali kepada-Nya, manusia yang ingin kembali kepada asal usul mereka, menjadi semakin berkurang dan terus berkurang ditelan zaman.
Nabi-nabi terus diutus dan perutusan suci berterusan sehingga muncul roh Muhammad yang mulia, yang terakhir di kalangan nabi-nabi, yang menyelamatkan manusia daripada kehancuran dan kelalaian. Allah Yang Maha Tinggi mengutuskannya untuk membuka mata manusia yaitu membuka mata hati yang ketiduran. Tujuannya ialah mengejutkan manusia dari kelalaian dan ketidaksadaran dan untuk menyatukan mereka dengan keindahan yang abadi, dengan penyebab, dengan Zat Allah. Allah berfirman:
“Katakanlah: ""Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. (Surah Yusuf, ayat 108).
Baginda s.a.w dalam menunjukkan tujuan kita telah bersabda,
“Sahabat-sahabatku adalah umpama bintang di langit. Sesiapa daripada mereka yang kamu ikuti kamu akan temui jalan yang benar”.
Pandangan yang jelas (basirah) datangnya dari mata kepada roh. Mata ini terbuka di dalam jantung hati orang-orang yang hampir dengan Allah, yang menjadi sahabat Allah. Semua ilmu di dalam dunia ini tidak akan mendatangkan pandangan dalam (basirah). Seseorang itu memerlukan pengetahuan yang datangnya dari alam ghaib yang tersembunyi pengetahuan yang mengalir dari kesadaran Ilahi.
“Dan Kami telah ajarkan kepadanya satu ilmu dari sisi Kami (ilmu laduni)”. (Surah Kahfi, ayat 65).
Apa yang perlu seseorang lakukan ialah mencari orang yang mempunyai pandangan dalam (basirah) yang mata hatinya tajam, dan nasehat serta bimbingan dari orang yang seperti ini adalah perlu. Guru yang demikian, yang dapat memupuk pengetahuan orang lain, mesti seorang yang hampir dengan Allah dan berupaya menyaksikan alam mutlak.
Wahai anak-anak Adam, saudara-saudara dan saudari-saudari! Bangunlah dan bertaubatlah kerana melalui taubat kamu akan memohon kepada Tuhan agar dikaruniakan-Nya kepada kamu hikmah-Nya. Berusaha dan berjuanglah. Allah memerintahkanينَ
“ Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”. (Surah Imraan, ayat 133 & 134).
Masuklah kepada jalan itu dan bergabunglah dengan kafilah kerohanian untuk kembali kepada Tuhan kamu. Pada satu masa nanti jalan tersebut tidak dapat dilalui lagi dan pengembara pada jalan tersebut tidak ada lagi. Kita tidak datang ke bumi ini untuk merusakkan dunia ini. Kita diturunkan ke mari bukan untuk makan, minum dan berak. Roh penghulu kita menyaksikan kita. Baginda s.a.w berdukacita melihat keadaan kamu. Baginda s.a.w telah mengetahui apa yang akan berlaku kemudian hari apabila baginda s.a.w bersabda,
“Dukacitaku adalah untuk umat yang aku kasihi yang akan datang kemudian”.
Apa saja yang datang kepada kamu datang dalam keadaan salah satu bentuk, secara nyata atau tersembunyi; nyata dalam bentuk peraturan umum dan tersembunyi dalam bentuk hikmah kebijaksanaan atau makrifat. Allah Yang Maha Tinggi memerintahkan kita supaya mensejahterakan lahir kita dengan mematuhi peraturan syari’at dan meletakkan batin kita dalam keadaan yang baik dan teratur dengan memperoleh hikmah kebijaksanaan atau makrifat. Bila lahir dan batin kita menjadi satu dan hikmah kebijaksanaan atau makrifat dengan peraturan agama (syari’at) bersatu, seseorang itu sampai kepada makam yang sebenarnya (hakikat).
Kedua-duanya mesti menjadi satu. Kebenaran atau hakikat tidak akan diperoleh dengan hanya menggunakan pengetahuan melalui pancaindera dan hanya tentang alam kebendaan. Dengan cara tersebut tidak mungkin mencapai sumber, yaitu Zat. Ibadat dan penyembahan memerlukan kedua-duanya yaitu peraturan syari’at dan makrifat. Allah berfirman tentang ibadat:
وَما خَلَقتُ الجِنَّ وَالإِنسَ إِلّا لِيَعبُدونِ
“Dan tidak Aku jadikan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku”. (Surah Dzaariyat, ayat 56).
Dalam lain perkataan, ‘mereka diciptakan supaya mengenali Aku’. Jika seseorang tidak mengenali-Nya bagaimana dia boleh memuji-Nya dengan sebenar-benarnya, meminta pertolongan-Nya dan beribadah kepada-Nya?
Makrifat yang diperlukan bagi mengenali-Nya boleh dicapai dengan menyingkap tabir hitam yang menutupi cermin hati seseorang, menyucikannya sehingga bersih dan menggilapkannya sehingga bercahaya. Kemudian perbendaharaan keindahan yang tersembunyi akan memancar pada rahasia cermin hati.
Allah Yang Maha Tinggi telah berfirman melalui rasul-Nya:
“Aku adalah perbendaharaan yang tersembunyi. Aku suka dikenali, lalu Aku ciptakan makhluk supaya Aku dikenali”.
Tujuan suci diciptakan manusia ialah supaya mereka mengenali Allah, memperolehi makrifat.
Ada dua peringkat makrifat yang suci. Seseorang itu perlu mengenali sifat-sifat Allah dan dalil-dalil yang menjadi kenyataan atau penzahiran bagi sifat-sifat tersebut. Satu lagi ialah mengenali Zat Allah. Di dalam mengenali sifat-sifat Allah manusia secara zahirnya dapat menikmati kedua-duanya iaitu dunia dan akhirat. Makrifat yang memimpin kepada Zat Allah tidak diperoleh dengan diri zahir manusia. Ia terjadi di dalam jiwa atau roh suci manusia yang berada di dalam dirinya yang zahir ini.
“Dan Kami telah perkuatkan dia (Isa) dengan roh kudus”. (Surah Baqarah, ayat 87).
Orang yang mengenali Zat Allah menemui kuasa ini melalui roh kudus (suci) yang dikaruniakan kepada mereka.
Kedua-dua makrifat tersebut diperolehi dengan hikmah kebijaksanaan yang mempunyai dua aspek; hikmah kebijaksanaan kerohanian yang dalam dan pengetahuan zahir tentang benda-benda nyata. Kedua-duanya diperlukan untuk mendapatkaan kebaikan. Nabi s.a.w bersabda, “Pengetahuan ada dua bahagian. Satu pada lidah yang menjadi dalil tentang kewujudan Allah, satu lagi di dalam hati manusia. Inilah yang diperlukan bagi melaksanakan harapan kita”.
Pada peringkat permulaannya seseorang itu memerlukan pengetahuan syari’at. Ini memerlukan pendidikan yang mengenalkan dalil-dalil luar tentang Zat Allah yang nyata dalam alam sifat-sifat dan nama-nama-Nya. Apabila bidang ini telah sempurna sampailah giliran pendidikan kerohanian tentang rahasia-rahasia, di mana seseorang itu masuk ke dalam bidang makrifat yang murni untuk mengetahui yang sebenarnya (hakikat). Pada peringkat yang pertama seseorang itu mestilah meninggalkan segala yang dilarang oleh syariat , kesalahan di dalam melakukan perbuatan yang baik mesti dihapuskan. Perbuatan yang baik mesti dilakukan dengan cara yang betul, sebagaimana keperluan pada jalan sufi. Keadaan ini boleh dicapai dengan melatihkan diri dengan melakukan perkara-perkara yang tidak dipersetujui oleh ego diri sendiri dan melakukan amalan yang bertentangan dengan kehendak hawa nafsu. Berhati-hatilah di dalam beramal agar amalan itu dilakukan bukan untuk dipertontonkan atau diperdengarkan kepada orang lain. Semuanya mestilah dilakukan semata-mata karena Allah, demi mencari keridhaan-Nya. Allah berfirman:
فَمَن كانَ يَرجوا لِقاءَ رَبِّهِ فَليَعمَل عَمَلًا صٰلِحًا وَلا يُشرِك بِعِبادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Katakanlah: ""Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: ""Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa"". Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya”. (Surah Kahfi, ayat 110).
Apa yang dianugerahkan sebagai ilmu makrifat itu adalah tahap penghabisan bagi tingkatan yang pertama. Ia adalah permulaan dan merupakan rumah yang setiap orang akan kembali ke sana. Di sanalah roh suci dijadikan. Yang dimaksud dengan roh suci adalah roh insan. Ia dijadikan dalam bentuk yang paling baik.
Kebenaran atau hakikat tersebut telah ditanam di tengah-tengah hati sebagai amanah Allah, diamanahkan kepada manusia agar disimpan dengan selamat. Ia bangkit dan yata melalui taubat yang sungguh-sungguh dan usaha yang benar mempelajari agama. Keindahannya akan memancar ke permukaan apabila seseorang itu mengingat Allah terus menerus, mengulangi kalimah “La ilaaha illallah”. Pada mulanya kalimah ini diucapkan dengan lidah. Bila hati sudah hidup ia diucapkan di dalam, dengan hati.
Sufi menggambarkan keadaan kerohanian yang demikian dengan menganggapnya sebagai bayi, yaitu bayi yang lahir di dalam hati, dibelai dan dibesarkan di sana. Hati memainkan peranan seperti ibu, melahirkannya, menyusui, memberi makan dan memeliharanya. Jika anak-anak diajarkan perkara keduniaan untuk kebaikannya, bayi hati pula diajarkan makrifat rohani. Sebagaimana anak-anak bersih dari dosa, bayi hati adalah murni, bebas dari kelalaian, ego dan ragu-ragu. Kesucian bayi biasanya nyata dalam bentuk zahir yang cantik. Dalam mimpi, kesucian dan kemurnian bayi hati muncul dalam rupa malaikat. Manusia berharap mendapat ganjaran surga sebagai balasan kepada perbuatan baik tetapi hadiah-hadiah yang didatangi dari surga didatangkan ke mari melalui tangan-tangan bayi hati.
“Berada dalam surga kenikmatan.Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu,dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian. Mereka berada di atas dipan yang bertahtakan emas dan permata, seraya bertelekan di atasnya berhadap-hadapan. Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda,”. (Surah Waqi’ah, ayat 12 – 17
“Dan berkeliling di sekitar mereka anak-anak muda untuk (melayani) mereka, seakan-akan mereka itu mutiara yang tersimpan.”. (Surah Tur, ayat 24).
Mereka adalah anak-anak kepada hati, menurut yang diilhamkan kepada sufi, dipanggil anak-anak kerana keelokan dan ketulusan mereka. Keindahan dan ketulusan mereka yata dalam wujud zahir, dalam darah daging, dalam bentuk manusia. Oleh karena keelokan dan kelembutan sifatnya ia dinamakan anak-anak hati, tetapi dia adalah manusia sejati yang mampu mengubah bentuk kejadian atau ciptaan karena dia berhubung erat dengan Pencipta sendiri. Dia adalah wakil yang benar kepada manusia. Di dalam kesadarannya tidak ada sesuatu malah dia tidak melihat dirinya sebagai sesuatu. Tiada hijab, tiada halangan di antara kewujudannya dengan Zat Allah.
Nabi Muhammad s.a.w menggambarkan suasana demikian sebagaimana sabda baginda s.a.w,
“Ada masa aku dengan Allah di mana tiada malaikat yang hampir dan tidak juga nabi yang diutus”.
Maksud ‘nabi’ di sini ialah kewujudan lahiriah yang sementara bagi Rasulullah s.a.w sendiri. Malaikat yang paling hampir dengan Allah ialah cahaya suci Muhammad s.a.w, kejadian pertama. Dalam suasana kerohanian itu baginda s.a.w sangat hampir dengan Allah sehingga wujud zahirnya dan rohnya tidak berkesempatan menghijabkannya dengan Allah. Baginda s.a.w menggambarkan lagi suasana demikian,
“Ada surga Allah yang tidak ada mahligai dan taman-taman atau sungai madu dan susu, surga yang di dalamnya seseorang hanya menyaksikan Wajah Allah Yang Maha Suci”.
Allah s.w.t berfirman:
وُجوهٌ يَومَئِذٍ ناضِرَةٌ إِلىٰ رَبِّها ناظِرَةٌ
“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.”. (Surah Qiamat, ayat 22 & 23).
Pada suasana atau makam tersebut jika seseorang makhluk termasuklah malaikat mendekatinya kewujudan badannya akan terbakar menjadi abu. Allah s.w.t berfirman melalui rasul-Nya:
“Jika Aku bukakan penutup sifat keperkasaan-Ku dengan bukaan yang sangat sedikit sahaja, semua akan terbakar sejauh yang dilihat oleh pandangan-Ku”.
Jibrail yang menemani Nabi Muhamamd s.a.w pada malam mikraj, apabila sampai di Sidratul Muntaha, telah mengatakan jika dia melangkah satu langkah saja lagi dia akan terbakar menjadi abu
BAB 2 : MANUSIA AKAN KEMBNALI KE ASALNYA
KITAB SIRRUR ASROR BAB 2:
MANUSIA KEMBALI KE ASALNYA
اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
Manusia bisa dipandang dari dua sudut, wujud lahiriah dan wujud rohani. Dalam segi kewujudan lahiriah keadaan kebanyakan manusia adalah hamper sama di antara satu sama lain. Oleh yang demikian peraturan kemanusiaan yang umum boleh digunakan untuk manusia lain bagi urusan lahiriah mereka. Dan dari sudut wujud rohani yang tersembunyi di balik wujud lahiriah, setiap manusia adalah berbeda. Jadi, peraturan yang khusus mengenai diri masing-masing diperlukan.
Manusia boleh kembali kepada asalnya dengan mengikuti peraturan umum, dengan mengambil langkah-langkah tertentu. Dia mestilah mengambil peraturan agama yang jelas dan mematuhinya. Dengan demikian dia boleh maju ke depan. Dia boleh meningkat dari satu peringkat kepada peringkat yang lebih tinggi sehingga dia sampai dan memasuki jalan atau peringkat kerohanian, masuk ke daerah makrifat. Peringkat ini sangat tinggi dan dipuji oleh Rasulullah s.a.w :
“Ada suasana yang semua dan segala-galanya berkumpul di sana dan ia adalah makrifat yang murni”.
Untuk sampai ke peringkat tersebut sangat Perlu dibuang kepura-puraan dan kepalsuan dalam melakukan kebaikan. Kemudian dia perlu menetapkan tiga derajat. Tiga derajat tersebut sebenarnya adalah tiga jenis surga.
1. Ma’wa – surga tempat kediaman yang aman. Ia adalah surga duniawi.
2. Na’im – taman keridhaan Allah dan karunia-Nya kepada makhluk-Nya. Ia adalah surga di dalam alam malaikat.
3. Firdaus – syurga alam tinggi. Ia adalah surga pada alam kesatuan akal asbab, rumah kediaman bagi roh-roh, medan bagi nama-nama dan sifat-sifat. Kesemua ini adalah balasan yang baik, keelokan Allah yang manusia berjasad akan nikmati dalam usahanya sepanjang tiga peringkat ilmu pengetahuan yang berturut-turut; usaha mematuhi peraturan syari’at, usaha menghapuskan yang berbilang-bilang pada dirinya, melawan penyebab yang menimbulkan suasana berbilang-bilang itu, yaitu ego diri sendiri, bagi mencapai peringkat penyatuan dengan Pencipta, akhirnya usaha untuk mencapai makrifat, di mana dia mengenali Tuhannya.
Peringkat pertama dinamakan syariat, kedua tarekat dan ketiga makrifat.
Nabi Muhammad s.a.w menyimpulkan keadaan-keadaan tersebut dengan sabda baginda s.a.w,
“Ada suasana di mana semua dan segala-galanya dikumpulkan dan ia adalah hikmah kebijaksanaan (makrifat)”.
Baginda s.a.w juga bersabda,
“Dengannya seseorang mengetahui kebenaran (hakikat), yang berkumpul di dalamnya sebab-sebab dan semua kebaikan. Kemudian seseorang itu mesti bertindak atas kebenaran (hakikat) tersebut. Dia juga perlu mengenali kepalsuan dan bertindak ke atasnya dengan meninggalkan segala yang demikian”.
Baginda s.a.w mendoakan,
“Ya Allah, tunjukkan kepada kami yang benar dan berilah kami kemampuan mengikuti yang benar itu. Dan juga tunjukkan kepada kami yang tidak benar dan permudahkan kami meninggalkannya”.
Orang yang kenal dirinya dan menentang keinginannya yang salah dengan segala kekuatannya akan sampai kepada mengenali Tuhannya dan akan menjadi taat kepada kehendak-Nya.
Semua ini adalah peraturan umum yang mengenai sisi lahir manusia. Kemudian ada juga aspek sisi rohani atau diri batin manusia yang merupakan insan yang murni, suci bersih dan murni. Maksud dan tujuan diri ini hanya satu yaitu kehampiran secara keseluruhan kepada Allah s.w.t. Satu cara saja untuk mencapai suasana yang demikian, yaitu pengetahuan tentang yang sebenarnya (hakikat). Di dalam daerah wujud penyatuan mutlak, pengetahuan ini dinamakan kesatuan atau keesaan.
Derajat pada jalan tersebut harus diperoleh di dalam kehidupan ini. Di dalam suasana itu tiada beda di antara tidur dengan jaga, karena di dalam tidur roh berkesempatan membebaskan dirinya untuk kembali kepada asalnya, alam arwah, dan dari sana kembali lagi ke sini dengan membawa berita-berita dari alam ghaib. Fenomena ini dinamakan mimpi. Dalam keadaan mimpi ia berlaku secara sebagian-bagian. Ia juga boleh berlaku secara menyeluruh seperti isra’ dan mi’raj Rasulullah s.a.w. Allah berfirman:
Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; Maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan[1313]. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir. (Surah Zumaar, ayat 42).
[1313] Maksudnya: orang-orang yang mati itu rohnya ditahan Allah sehingga tidak dapat kembali kepada tubuhnya; dan orang-orang yang tidak mati hanya tidur saja, rohnya dilepaskan sehingga dapat kembali kepadanya lagi.
Nabi s.a.w bersabda, “Tidur orang alim lebih baik daripada ibadahnya orang jahil”.
Orang alim adalah orang yang telah memperoleh pengetahuan tentang hakikat, yang tidak berhuruf, tidak bersuara. Pengetahuan demikian diperoleh dengan terus menerus berzikir nama keesaan Yang Maha Suci dengan lidah rahasia. Orang alim adalah orang yang zat dirinya ditukarkan kepada cahaya suci oleh cahaya keesaan. Allah berfirman melalui rasul-Nya:
“Insan adalah rahsia-Ku dan Aku rahsianya. Pengetahuan batin tentang hakikat roh adalah rahasia kepada rahsia-rahsia-Ku. Aku campakkan ke dalam hati hamba-hamba-Ku yang baik-baik dan tiada siapa tahu Keadaannya melainkan Aku.”
“Aku adalah sebagaimana hamba-Ku mengenali Daku. Bila dia mencari-Ku dan ingat kepada-Ku, Aku besertanya. Jika dia mencari-Ku di dalam, Aku mendapatkannya dengan Zat-Ku. Jika dia ingat dan menyebut-Ku di dalam jamaah yang baik, Aku ingat dan menyebutnya di dalam jamaah yang lebih baik”.
Segala yang dikatakan di sini jika mau mencapainya perlulah melakukan tafakur – cara mendapatkaan pengetahuan yang demikian jarang digunakan oleh orang ramai. Nabi s.a.w bersabda,
“Satu saat bertafakur lebih bernilai daripada satu tahun beribadat”. “Satu saat bertafakur lebih bernilai daripada tujuh puluh tahun beribadat”. “Satu saat bertafakur lebih bernilai daripada seribu tahun beribadat”.
Nilai sesuatu amalan itu tersembunyi di dalam hakikat kepada yang sebenarnya. Perbuatan bertafakur di sini nampaknya mempunyai nilai yang berbeda.
Siapa merenungi sesuatu perkara dan mencari penyebabnya dia akan mendapati, setiap bagian mempunyai bagian-bagian sendiri dan dia juga mendapati setiap satu itu menjadi penyebab kepada berbagai perkara lain. Renungan begini bernilai satu tahun ibadat.
Siapa merenungi kepada pengabdiannya dan mencari penyebab dan alasan dan dia dapat mengetahui yang demikian, renungannya bernilai lebih daripada tujuh puluh tahun ibadat.
Siapa merenungkan hikmah kebijaksanaan Ilahi dan bidang makrifat dengan segala kesungguhannya untuk mengenal Allah Yang Maha Tinggi, renungannya bernilai lebih daripada seribu tahun ibadat karena ini adalah ilmu pengetahuan yang sebenarnya.
Pengetahuan yang sebenarnya adalah suasana keesaan. Orang arif yang menyintai menyatu dengan yang dicintainya. Daripada alam kebendaan terbang dengan sayap kerohanian meninggi hingga kepada puncak pencapaian. Bagi ahli ibadat berjalan di dalam surga, sementara orang arif terbang kepada kedudukan berhampiran dengan Tuhannya. Para pencinta mempunyai mata pada hati mereka, mereka memandang sementara yang lain terpejam, sayap yang mereka miliki tanpa daging tanpa darah, mereka terbang ke arah malakut, hanya Tuhan yang dicari.
Penerbangan ini terjadi di dalam alam kerohanian orang arif. Para arifbillah mendapat penghormatan dipanggil insan sejati, menjadi kekasih Allah, sahabat-Nya yang akrab, pengantin-Nya. Abu Yazid al-Bustami berkata, “Para Pemegang makrifat adalah pengantin Allah Yang Maha Tinggi”.
Hanya pemilik-pemilik ‘pengantin yang pengasih’ mengenali mereka dengan dekat dan secara mesra.. Orang-orang arif yang menjadi sahabat akrab Allah, walaupun sangat cantik, tetapi ditutupi oleh keadaan luar yang sangat sederhana, seperti manusia biasa. Allah berfirman melalui rasul-Nya:
“Para sahabat-Ku tersembunyi di bawah kubah-Ku. Tiada yang mengenali mereka kecuali Aku”.
Kubah yang di bawahnya Allah sembunyikan sahabat-sahabat akrab-Nya adalah keadaan mereka yang tidak terkenal, rupa yang biasa saja, sederhana dalam segala hal. Bila melihat kepada pengantin yang ditutupi oleh tabir perkawinan, apakah yang dapat dilihat kecuali tabir itu?
Yahya bin Muadh al-Razi berkata, “Para kekasih Allah adalah air wangi Allah di dalam dunia. Tetapi hanya orang-orang yang beriman yang benar dan jujur saja dapat menciumnya”. Mereka mencium keharuman baunya lalu mereka mengikuti bau itu. Keharuman itu mengwujudkan kerinduan terhadap Allah dalam hati mereka. Masing-masing dengan cara tersendiri mempercepatkan langkahnya, menambahkan usaha dan ketaatannya. Derajat kerinduannya, keinginannya dan kelajuan perjalanannya tergantung kepada berapa ringan beban yang dibawanya, sejauh mana dia telah melepaskan diri kebendaan dan keduniaannya. Semakin banyak seseorang itu menanggalkan pakaian dunia yang kasar ini semakin dia merasakan kehangatan Penciptanya dan semakin sampai pada permukaan akan muncul diri rohaninya. Kesampaian (wushul) dengan yang sebenarnya (hakikat) bergantung kepada sejauh mana seseorang itu melepaskan kebendaan dan keduniaan yang menipu daya.
Penanggalan aspek yang berbilang-bilang pada diri, membawa seseorang hampir dengan satu-satunya kebenaran. Orang yang akrab dengan Allah adalah orang yang telah membawa dirinya kepada keadaan kekosongan. Hanya setelah itu barulah dia dapat melihat kewujudan yang sebenarnya (hakikat). Tidak ada lagi kehendak pada dirinya untuk dia membuat sebarang pilihan. Tiada lagi ‘aku’ yang tinggal, kecuali kewujudan satu-satunya yaitu yang sebenarnya (hakikat). Walaupun berbagai-bagai kekeramatan yang muncul melalui dirinya sebagai membuktikan kedudukannya, dia tidak ada pengaruhnya dengan semua itu. Di dalam suasananya tidak ada pembukaan terhadap rahasia-rahasia karena membuka rahsia Ilahi adalah kekufuran.
Di dalam buku yang bertajuk “Mirsad” dituliskan, ‘Semua orang yang kekeramatan zahir melalui mereka ditutup darinya dan tidak memperdulikan keadaan tersebut. Bagi mereka masa kekeramatan muncul dari mereka dianggap sebagaimana perempuan keluar darah haid. Wali-wali yang hampir dengan Allah perlu mengembara sekurang-kurangnya seribu peringkat, yang pertamanya ialah pintu kekeramatan. Hanya mereka yang dapat melepasi pintu ini tanpa dicederakan akan meningkat kepada peringkat-peringkat lain yang lebih tinggi. Jika mereka luka mereka tidak akan sampai ke mana-mana.
MANUSIA KEMBALI KE ASALNYA
اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
Manusia bisa dipandang dari dua sudut, wujud lahiriah dan wujud rohani. Dalam segi kewujudan lahiriah keadaan kebanyakan manusia adalah hamper sama di antara satu sama lain. Oleh yang demikian peraturan kemanusiaan yang umum boleh digunakan untuk manusia lain bagi urusan lahiriah mereka. Dan dari sudut wujud rohani yang tersembunyi di balik wujud lahiriah, setiap manusia adalah berbeda. Jadi, peraturan yang khusus mengenai diri masing-masing diperlukan.
Manusia boleh kembali kepada asalnya dengan mengikuti peraturan umum, dengan mengambil langkah-langkah tertentu. Dia mestilah mengambil peraturan agama yang jelas dan mematuhinya. Dengan demikian dia boleh maju ke depan. Dia boleh meningkat dari satu peringkat kepada peringkat yang lebih tinggi sehingga dia sampai dan memasuki jalan atau peringkat kerohanian, masuk ke daerah makrifat. Peringkat ini sangat tinggi dan dipuji oleh Rasulullah s.a.w :
“Ada suasana yang semua dan segala-galanya berkumpul di sana dan ia adalah makrifat yang murni”.
Untuk sampai ke peringkat tersebut sangat Perlu dibuang kepura-puraan dan kepalsuan dalam melakukan kebaikan. Kemudian dia perlu menetapkan tiga derajat. Tiga derajat tersebut sebenarnya adalah tiga jenis surga.
1. Ma’wa – surga tempat kediaman yang aman. Ia adalah surga duniawi.
2. Na’im – taman keridhaan Allah dan karunia-Nya kepada makhluk-Nya. Ia adalah surga di dalam alam malaikat.
3. Firdaus – syurga alam tinggi. Ia adalah surga pada alam kesatuan akal asbab, rumah kediaman bagi roh-roh, medan bagi nama-nama dan sifat-sifat. Kesemua ini adalah balasan yang baik, keelokan Allah yang manusia berjasad akan nikmati dalam usahanya sepanjang tiga peringkat ilmu pengetahuan yang berturut-turut; usaha mematuhi peraturan syari’at, usaha menghapuskan yang berbilang-bilang pada dirinya, melawan penyebab yang menimbulkan suasana berbilang-bilang itu, yaitu ego diri sendiri, bagi mencapai peringkat penyatuan dengan Pencipta, akhirnya usaha untuk mencapai makrifat, di mana dia mengenali Tuhannya.
Peringkat pertama dinamakan syariat, kedua tarekat dan ketiga makrifat.
Nabi Muhammad s.a.w menyimpulkan keadaan-keadaan tersebut dengan sabda baginda s.a.w,
“Ada suasana di mana semua dan segala-galanya dikumpulkan dan ia adalah hikmah kebijaksanaan (makrifat)”.
Baginda s.a.w juga bersabda,
“Dengannya seseorang mengetahui kebenaran (hakikat), yang berkumpul di dalamnya sebab-sebab dan semua kebaikan. Kemudian seseorang itu mesti bertindak atas kebenaran (hakikat) tersebut. Dia juga perlu mengenali kepalsuan dan bertindak ke atasnya dengan meninggalkan segala yang demikian”.
Baginda s.a.w mendoakan,
“Ya Allah, tunjukkan kepada kami yang benar dan berilah kami kemampuan mengikuti yang benar itu. Dan juga tunjukkan kepada kami yang tidak benar dan permudahkan kami meninggalkannya”.
Orang yang kenal dirinya dan menentang keinginannya yang salah dengan segala kekuatannya akan sampai kepada mengenali Tuhannya dan akan menjadi taat kepada kehendak-Nya.
Semua ini adalah peraturan umum yang mengenai sisi lahir manusia. Kemudian ada juga aspek sisi rohani atau diri batin manusia yang merupakan insan yang murni, suci bersih dan murni. Maksud dan tujuan diri ini hanya satu yaitu kehampiran secara keseluruhan kepada Allah s.w.t. Satu cara saja untuk mencapai suasana yang demikian, yaitu pengetahuan tentang yang sebenarnya (hakikat). Di dalam daerah wujud penyatuan mutlak, pengetahuan ini dinamakan kesatuan atau keesaan.
Derajat pada jalan tersebut harus diperoleh di dalam kehidupan ini. Di dalam suasana itu tiada beda di antara tidur dengan jaga, karena di dalam tidur roh berkesempatan membebaskan dirinya untuk kembali kepada asalnya, alam arwah, dan dari sana kembali lagi ke sini dengan membawa berita-berita dari alam ghaib. Fenomena ini dinamakan mimpi. Dalam keadaan mimpi ia berlaku secara sebagian-bagian. Ia juga boleh berlaku secara menyeluruh seperti isra’ dan mi’raj Rasulullah s.a.w. Allah berfirman:
Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; Maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan[1313]. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir. (Surah Zumaar, ayat 42).
[1313] Maksudnya: orang-orang yang mati itu rohnya ditahan Allah sehingga tidak dapat kembali kepada tubuhnya; dan orang-orang yang tidak mati hanya tidur saja, rohnya dilepaskan sehingga dapat kembali kepadanya lagi.
Nabi s.a.w bersabda, “Tidur orang alim lebih baik daripada ibadahnya orang jahil”.
Orang alim adalah orang yang telah memperoleh pengetahuan tentang hakikat, yang tidak berhuruf, tidak bersuara. Pengetahuan demikian diperoleh dengan terus menerus berzikir nama keesaan Yang Maha Suci dengan lidah rahasia. Orang alim adalah orang yang zat dirinya ditukarkan kepada cahaya suci oleh cahaya keesaan. Allah berfirman melalui rasul-Nya:
“Insan adalah rahsia-Ku dan Aku rahsianya. Pengetahuan batin tentang hakikat roh adalah rahasia kepada rahsia-rahsia-Ku. Aku campakkan ke dalam hati hamba-hamba-Ku yang baik-baik dan tiada siapa tahu Keadaannya melainkan Aku.”
“Aku adalah sebagaimana hamba-Ku mengenali Daku. Bila dia mencari-Ku dan ingat kepada-Ku, Aku besertanya. Jika dia mencari-Ku di dalam, Aku mendapatkannya dengan Zat-Ku. Jika dia ingat dan menyebut-Ku di dalam jamaah yang baik, Aku ingat dan menyebutnya di dalam jamaah yang lebih baik”.
Segala yang dikatakan di sini jika mau mencapainya perlulah melakukan tafakur – cara mendapatkaan pengetahuan yang demikian jarang digunakan oleh orang ramai. Nabi s.a.w bersabda,
“Satu saat bertafakur lebih bernilai daripada satu tahun beribadat”. “Satu saat bertafakur lebih bernilai daripada tujuh puluh tahun beribadat”. “Satu saat bertafakur lebih bernilai daripada seribu tahun beribadat”.
Nilai sesuatu amalan itu tersembunyi di dalam hakikat kepada yang sebenarnya. Perbuatan bertafakur di sini nampaknya mempunyai nilai yang berbeda.
Siapa merenungi sesuatu perkara dan mencari penyebabnya dia akan mendapati, setiap bagian mempunyai bagian-bagian sendiri dan dia juga mendapati setiap satu itu menjadi penyebab kepada berbagai perkara lain. Renungan begini bernilai satu tahun ibadat.
Siapa merenungi kepada pengabdiannya dan mencari penyebab dan alasan dan dia dapat mengetahui yang demikian, renungannya bernilai lebih daripada tujuh puluh tahun ibadat.
Siapa merenungkan hikmah kebijaksanaan Ilahi dan bidang makrifat dengan segala kesungguhannya untuk mengenal Allah Yang Maha Tinggi, renungannya bernilai lebih daripada seribu tahun ibadat karena ini adalah ilmu pengetahuan yang sebenarnya.
Pengetahuan yang sebenarnya adalah suasana keesaan. Orang arif yang menyintai menyatu dengan yang dicintainya. Daripada alam kebendaan terbang dengan sayap kerohanian meninggi hingga kepada puncak pencapaian. Bagi ahli ibadat berjalan di dalam surga, sementara orang arif terbang kepada kedudukan berhampiran dengan Tuhannya. Para pencinta mempunyai mata pada hati mereka, mereka memandang sementara yang lain terpejam, sayap yang mereka miliki tanpa daging tanpa darah, mereka terbang ke arah malakut, hanya Tuhan yang dicari.
Penerbangan ini terjadi di dalam alam kerohanian orang arif. Para arifbillah mendapat penghormatan dipanggil insan sejati, menjadi kekasih Allah, sahabat-Nya yang akrab, pengantin-Nya. Abu Yazid al-Bustami berkata, “Para Pemegang makrifat adalah pengantin Allah Yang Maha Tinggi”.
Hanya pemilik-pemilik ‘pengantin yang pengasih’ mengenali mereka dengan dekat dan secara mesra.. Orang-orang arif yang menjadi sahabat akrab Allah, walaupun sangat cantik, tetapi ditutupi oleh keadaan luar yang sangat sederhana, seperti manusia biasa. Allah berfirman melalui rasul-Nya:
“Para sahabat-Ku tersembunyi di bawah kubah-Ku. Tiada yang mengenali mereka kecuali Aku”.
Kubah yang di bawahnya Allah sembunyikan sahabat-sahabat akrab-Nya adalah keadaan mereka yang tidak terkenal, rupa yang biasa saja, sederhana dalam segala hal. Bila melihat kepada pengantin yang ditutupi oleh tabir perkawinan, apakah yang dapat dilihat kecuali tabir itu?
Yahya bin Muadh al-Razi berkata, “Para kekasih Allah adalah air wangi Allah di dalam dunia. Tetapi hanya orang-orang yang beriman yang benar dan jujur saja dapat menciumnya”. Mereka mencium keharuman baunya lalu mereka mengikuti bau itu. Keharuman itu mengwujudkan kerinduan terhadap Allah dalam hati mereka. Masing-masing dengan cara tersendiri mempercepatkan langkahnya, menambahkan usaha dan ketaatannya. Derajat kerinduannya, keinginannya dan kelajuan perjalanannya tergantung kepada berapa ringan beban yang dibawanya, sejauh mana dia telah melepaskan diri kebendaan dan keduniaannya. Semakin banyak seseorang itu menanggalkan pakaian dunia yang kasar ini semakin dia merasakan kehangatan Penciptanya dan semakin sampai pada permukaan akan muncul diri rohaninya. Kesampaian (wushul) dengan yang sebenarnya (hakikat) bergantung kepada sejauh mana seseorang itu melepaskan kebendaan dan keduniaan yang menipu daya.
Penanggalan aspek yang berbilang-bilang pada diri, membawa seseorang hampir dengan satu-satunya kebenaran. Orang yang akrab dengan Allah adalah orang yang telah membawa dirinya kepada keadaan kekosongan. Hanya setelah itu barulah dia dapat melihat kewujudan yang sebenarnya (hakikat). Tidak ada lagi kehendak pada dirinya untuk dia membuat sebarang pilihan. Tiada lagi ‘aku’ yang tinggal, kecuali kewujudan satu-satunya yaitu yang sebenarnya (hakikat). Walaupun berbagai-bagai kekeramatan yang muncul melalui dirinya sebagai membuktikan kedudukannya, dia tidak ada pengaruhnya dengan semua itu. Di dalam suasananya tidak ada pembukaan terhadap rahasia-rahasia karena membuka rahsia Ilahi adalah kekufuran.
Di dalam buku yang bertajuk “Mirsad” dituliskan, ‘Semua orang yang kekeramatan zahir melalui mereka ditutup darinya dan tidak memperdulikan keadaan tersebut. Bagi mereka masa kekeramatan muncul dari mereka dianggap sebagaimana perempuan keluar darah haid. Wali-wali yang hampir dengan Allah perlu mengembara sekurang-kurangnya seribu peringkat, yang pertamanya ialah pintu kekeramatan. Hanya mereka yang dapat melepasi pintu ini tanpa dicederakan akan meningkat kepada peringkat-peringkat lain yang lebih tinggi. Jika mereka luka mereka tidak akan sampai ke mana-mana.
BAB 3 : PENURUNAN MANUSIA KE PERINGKAT YANG PALING RENDAH
BAB
: 3. Penurunan manusia ke peringkat yang paling rendah
اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
Dalam Bab 3 dari kitab Sirrul Asror, Kanjeng syekh Abdul Qodir Jailani menerangkan tentang kedudukan manusia, yang kalau salah memilih jalan hidupnya akan diturunkan ke peringkat yang paling rendah. lebih lanjut Beliau menjelaskan bahwa :
Allah Yang Maha Tinggi menciptakan roh suci sebagai ciptaan yang paling sempurna, yang pertama diciptakan, di dalam alam kewujudan mutlak bagi Zat-Nya. Kemudian Dia berkehendak mengantarkannya kepada alam rendah. Tujuan Dia berbuat demikian ialah bagi mengajar roh suci mencari jalan kembali kepada yang benar di hadapan yang Maha Kuasa, mencari kedudukannya yang dahulu yang hampir dan akrab dengan Allah. Dihantarkan-Nya roh suci kepada perhentian utusan-utusan-Nya, wali-wali-Nya, kekasih-kekasih dan sahabat-sahabat-Nya.
Dalam perjalanannya, Allah menghantarkannya mula-mula kepada kedudukan akal asbab bagi keesaan, bagi roh universal, alam nama-nama dan sifat-sifat Ilahi, alam hakikat kepada Muhammad s.a.w. Roh suci memiliki dan membawa bersama-samanya benih kesatuan. Apabila melalui alam ini ia dipakaikan cahaya suci dan dinamakan ‘roh sultan’. Apaabila melalui alam malaikat yang menjadi perantaraan kepada mimpi-mimpi, ia mendapat nama ‘roh perpindahan’. Bila akhirnya ia turun kepada dunia kebendaan ini ia dibaluti dengan daging yang Allah ciptakan untuk kesesuaian makhluk-Nya. Ia dibaluti oleh jirim yang kasar bagi menyelamatkan dunia ini karena dunia kebendaan jika berhubungan langsung dengan roh suci maka dunia kebendaan akan terbakar menjadi abu. Dalam hubungannya dengan dunia ini ia dikenali sebagai kehidupan, roh manusia.
Tujuan roh suci dihantar ke tempat ciptaan yang paling rendah ini ialah supaya ia mencari jalan kembali kepada kedudukannya yang asal, makam persinggahan, ketika ia masih di dalam bentuk berdaging dan bertulang ini. Ia sepatutnya datang ke alam benda yang kasar ini, dan dengan melalui hatinya yang berada di dalam mayat ini, menanamkan benih kesatuan dan menunbuhkan pokok keesaan di dalam dunia ini. Akar pokok masih berada pada tempat asalnya. Dahannya memenuhi ruang kebahagiaan, dan di sana demi keridhoan Allah, mengeluarkan buah kesatuan. Kemudian di dalam bumi hati roh itu menanamkan benih agama dan bercita-cita menumbuhkan pokok agama agar diperoleh buahnya, tiap satunya akan menaikkannya kepada peringkat yang lebih tinggi sehingga sampai di hadapanan Allah.
Allah membuatkan jasad-jasad atau tubuh-tubuh untuk dimasuki oleh roh-roh dan bagi roh-roh ini masing-masing mempunyai nama yang berbeda-beda. Dia berada di ruang penyesuaian di dalam tubuh. Diletakkan-Nya roh manusia, roh kehidupan di antara daging dan darah. Diletakkan-Nya roh suci di tengah-tengah hati, berada di ruang dalam bentuk yang sangat patut untuk menyimpan rahsia di antara Allah dengan hamba-Nya. Roh-roh ini berada pada tempat yang berbeda-beda dalam tubuh, dengan tugas yang berbeda, urusan yang berbeda, masing-masing umpama membeli dan menjual barang yang berlainan, mendapat faedah yang berbeza. Perniagaan mereka sentiasa membawakan kepada mereka banyak manfaat dalam bentuk nikmati dan rahmat Allah.
إِنَّ الَّذينَ يَتلونَ كِتٰبَ اللَّهِ وَأَقامُوا الصَّلوٰةَ وَأَنفَقوا مِمّا رَزَقنٰهُم سِرًّا وَعَلانِيَةً يَرجونَ تِجٰرَةً لَن تَبورَ
Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan salat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, (Surah Fatir, ayat 29).
Layaklah bagi setiap manusia mengetahui urusannya di dalam alam kewujudan dirinya sendiri dan memahami tujuannya. Dia mestilah faham bahwa dia tidak boleh mengganti apa yang telah ditetapkan untuknya dan digantungkan dilehernya. Bagi orang yang mau mengganti apa yang telah ditetapkan untuknya, yang terikat dengan cita-cita dan dunia ini Allah berkata:
أَفَلا يَعلَمُ إِذا بُعثِرَ ما فِى القُبورِ ﴿٩﴾ وَحُصِّلَ ما فِى الصُّدورِ ﴿١٠
Maka apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur, dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada,
(Surah ‘Aadiyat, ayat 9-10).
وَكُلَّ إِنسٰنٍ أَلزَمنٰهُ طٰئِرَهُ فى عُنُقِهِ ۖ وَنُخرِجُ لَهُ يَومَ القِيٰمَةِ كِتٰبًا يَلقىٰهُ مَنشورًا ﴿١٣
Dan tiap-tiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. Dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka. (Q.S. Al-Isra': 13 )
اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
Dalam Bab 3 dari kitab Sirrul Asror, Kanjeng syekh Abdul Qodir Jailani menerangkan tentang kedudukan manusia, yang kalau salah memilih jalan hidupnya akan diturunkan ke peringkat yang paling rendah. lebih lanjut Beliau menjelaskan bahwa :
Allah Yang Maha Tinggi menciptakan roh suci sebagai ciptaan yang paling sempurna, yang pertama diciptakan, di dalam alam kewujudan mutlak bagi Zat-Nya. Kemudian Dia berkehendak mengantarkannya kepada alam rendah. Tujuan Dia berbuat demikian ialah bagi mengajar roh suci mencari jalan kembali kepada yang benar di hadapan yang Maha Kuasa, mencari kedudukannya yang dahulu yang hampir dan akrab dengan Allah. Dihantarkan-Nya roh suci kepada perhentian utusan-utusan-Nya, wali-wali-Nya, kekasih-kekasih dan sahabat-sahabat-Nya.
Dalam perjalanannya, Allah menghantarkannya mula-mula kepada kedudukan akal asbab bagi keesaan, bagi roh universal, alam nama-nama dan sifat-sifat Ilahi, alam hakikat kepada Muhammad s.a.w. Roh suci memiliki dan membawa bersama-samanya benih kesatuan. Apabila melalui alam ini ia dipakaikan cahaya suci dan dinamakan ‘roh sultan’. Apaabila melalui alam malaikat yang menjadi perantaraan kepada mimpi-mimpi, ia mendapat nama ‘roh perpindahan’. Bila akhirnya ia turun kepada dunia kebendaan ini ia dibaluti dengan daging yang Allah ciptakan untuk kesesuaian makhluk-Nya. Ia dibaluti oleh jirim yang kasar bagi menyelamatkan dunia ini karena dunia kebendaan jika berhubungan langsung dengan roh suci maka dunia kebendaan akan terbakar menjadi abu. Dalam hubungannya dengan dunia ini ia dikenali sebagai kehidupan, roh manusia.
Tujuan roh suci dihantar ke tempat ciptaan yang paling rendah ini ialah supaya ia mencari jalan kembali kepada kedudukannya yang asal, makam persinggahan, ketika ia masih di dalam bentuk berdaging dan bertulang ini. Ia sepatutnya datang ke alam benda yang kasar ini, dan dengan melalui hatinya yang berada di dalam mayat ini, menanamkan benih kesatuan dan menunbuhkan pokok keesaan di dalam dunia ini. Akar pokok masih berada pada tempat asalnya. Dahannya memenuhi ruang kebahagiaan, dan di sana demi keridhoan Allah, mengeluarkan buah kesatuan. Kemudian di dalam bumi hati roh itu menanamkan benih agama dan bercita-cita menumbuhkan pokok agama agar diperoleh buahnya, tiap satunya akan menaikkannya kepada peringkat yang lebih tinggi sehingga sampai di hadapanan Allah.
Allah membuatkan jasad-jasad atau tubuh-tubuh untuk dimasuki oleh roh-roh dan bagi roh-roh ini masing-masing mempunyai nama yang berbeda-beda. Dia berada di ruang penyesuaian di dalam tubuh. Diletakkan-Nya roh manusia, roh kehidupan di antara daging dan darah. Diletakkan-Nya roh suci di tengah-tengah hati, berada di ruang dalam bentuk yang sangat patut untuk menyimpan rahsia di antara Allah dengan hamba-Nya. Roh-roh ini berada pada tempat yang berbeda-beda dalam tubuh, dengan tugas yang berbeda, urusan yang berbeda, masing-masing umpama membeli dan menjual barang yang berlainan, mendapat faedah yang berbeza. Perniagaan mereka sentiasa membawakan kepada mereka banyak manfaat dalam bentuk nikmati dan rahmat Allah.
إِنَّ الَّذينَ يَتلونَ كِتٰبَ اللَّهِ وَأَقامُوا الصَّلوٰةَ وَأَنفَقوا مِمّا رَزَقنٰهُم سِرًّا وَعَلانِيَةً يَرجونَ تِجٰرَةً لَن تَبورَ
Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan salat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, (Surah Fatir, ayat 29).
Layaklah bagi setiap manusia mengetahui urusannya di dalam alam kewujudan dirinya sendiri dan memahami tujuannya. Dia mestilah faham bahwa dia tidak boleh mengganti apa yang telah ditetapkan untuknya dan digantungkan dilehernya. Bagi orang yang mau mengganti apa yang telah ditetapkan untuknya, yang terikat dengan cita-cita dan dunia ini Allah berkata:
أَفَلا يَعلَمُ إِذا بُعثِرَ ما فِى القُبورِ ﴿٩﴾ وَحُصِّلَ ما فِى الصُّدورِ ﴿١٠
Maka apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur, dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada,
(Surah ‘Aadiyat, ayat 9-10).
وَكُلَّ إِنسٰنٍ أَلزَمنٰهُ طٰئِرَهُ فى عُنُقِهِ ۖ وَنُخرِجُ لَهُ يَومَ القِيٰمَةِ كِتٰبًا يَلقىٰهُ مَنشورًا ﴿١٣
Dan tiap-tiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. Dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka. (Q.S. Al-Isra': 13 )
BAB 4 : TEMPAT ROH-ROH DALAM BADAN
KITAB SIRRUL ASROR BAB 4 :
TEMPAT ROH-ROH DALAM BADAN
اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
Tempat roh manusia, roh kehidupan, di dalam badan ialah dada. Tempat ini berhubung dengan pancaindera dan deria-deria. Urusan atau bidangnya ialah agama. Pekerjaannya ialah mentaati perintah Allah. Dengan peraturan-peraturan yang ditentukan-Nya, Allah memelihara dunia nyata ini dengan teratur dan harmoni. Roh itu bertindak menurut kuwajiban yang ditentukan oleh Allah, tidak menganggap perbuatannya sebagai perbuatannya sendiri kerana dia tidak berpisah dengan Allah. Perbuatannya dari Allah; tidak ada perpisahan di antara ‘aku’ dengan Allah di dalam tindakan dan ketaatannya.
فَمَن كانَ يَرجوا لِقاءَ رَبِّهِ فَليَعمَل عَمَلًا صٰلِحًا وَلا يُشرِك بِعِبادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya. (Surah Kahfi, ayat 110).
Allah adalah Esa dan Dia mencintai yang bersatu dan satu. Dia mau semua penyembahan dan semua amal kebaikan, yang Dia anggap sebagai pengabdian kepada-Nya, menjadi milik-Nya semata-mata, tidak dicampur dengan apa saja. Jadi, seseorang tidak memerlukan kelulusan atau halangan dari siapa pun di dalam pengabdiannya kepada TuhanNya, juga amalannya bukan untuk kepentingan duniawi. Semuanya semata-mata kerana Allah.
Suasana yang dihasilkan oleh petunjuk Ilahi seperti menyaksikan bukit-bukti kewujudan Allah di dalam alam nyata ini; kenyataan sifat-sifat-Nya, kesatuan di dalam yang banyak, hakikat di balik yang nyata, semuanya adalah ganjaran bagi amal kebaikan yang benar dan ketaatan tanpa mementingkan diri sendiri. Namun, semuanya itu pada penaklukan alam benda, dari bumi yang di bawah tapak kaki kita hingga pada langit-langit. Termasuk di dalam penaklukan alam dunia ialah kekeramatan yang muncul melalui seseorang, misalnya berjalan di atas air, terbang di udara, berjalan dengan cepat, mendengar suara dan melihat gambaran dari tempat yang jauh atau bisa membaca fikiran yang tersembunyi. Sebagai ganjaran terhadap amal yang baik, juga diberikan besok di akhirat seperti surga, khadam-khadam, bidadari, susu, madu, arak dan lain-lain. Semuanya itu merupakan nikmati surga tingkat pertama, surga dunia.
Tempat ‘roh perpindahan atau roh peralihan’ ialah di dalam hati. Urusannya ialah pengetahuan tentang jalan kerohanian. Kerjanya berkait dengan empat nama-nama pertama bagi nama-nama Allah yang indah. Sebagaimana dua belas nama-nama yang lain empat nama tersebut tidak termasuk di dalam sempadan suara dan huruf. Jadi, ia tidak boleh disebut. Allah Yang Maha Tinggi berfirman:
وَلِلَّهِ الأَسماءُ الحُسنىٰ فَادعوهُ بِها
“Hanya milik Allah asmaulhusna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaaulhusna itu”. (Surah A’raaf, ayat 180).
Firman Allah di atas menunjukkan tugas utama manusia adalah mengetahui nama-nama Tuhan. Ini adalah pengetahuan batin seseorang. Jika mampu memperoleh pengetahuan yang demikian dia akan sampai kepada makam makrifat. Di sanalah pengetahuan tentang nama keesaan sempurna.
Nabi s.a.w bersabda, “Allah Yang Maha Tinggi mempunyai sembilan puluh sembilan nama, siapa mempelajarinya akan masuk syurga”. Baginda s.a.w juga bersabda, “Pengetahuan adalah satu. Kemudian orang arif jadikannya seribu”. Ini bermakna nama kepunyaan Zat hanyalah satu. Ia memancar sebagai seribu sifat kepada orang yang menerimanya.
Dua belas nama-nama Ilahi berada di dalam lingkungan sumber pengakuan tauhid “La ilaha illa Llah”. Tiap satunya adalah satu daripada dua belas huruf dalam kalimah tersebut. Allah Yang Maha Tinggi menguraiakan nama-Nya pada setiap huruf di dalam perkembangan hati. Setiap satu dari empat alam yang dilalui oleh roh terdapat tiga nama yang berlainan. Allah Yang Maha Tinggi dengan cara ini memegang erat hati para pencinta-Nya, dalam kasih sayang-Nya. Firman-Nya:
يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذينَ ءامَنوا بِالقَولِ الثّابِتِ فِى الحَيوٰةِ الدُّنيا وَفِى الءاخِرَةِ
Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat”. (Surah Ibrahim, ayat 27).
Kemudian dikuruniakan kepada mereka persinggahan-Nya. Dia sediakan pokok keesaan di dalam hati mereka, pokok yang akarnya turun kepada tujuh lapis bumi dan Dahannya meninggi kepada tujuh lapis langit, bahkan meninggi lagi hingga ke arasy dan mungkin lebih tinggi lagi. Allah berfirman:
أَلَم تَرَ كَيفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصلُها ثابِتٌ وَفَرعُها فِى السَّماءِ
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, . (Surah Ibrahim, ayat 24).
Tempat ‘roh perpindahan atau roh peralihan’ adalah di dalam nyawa pada hati. Alam malaikat terus di dalam penyaksiannya. Ia boleh melihat surga alam tersebut, penghuninya, cahayanya dan semua malaikat di dalamnya. Kalam ‘roh peralihan’ adalah bahasa alam batin, tanpa huruf tanpa suara. Perhatiannya langsung menyentuh soal-soal rahasia-rahasia sesuatu yang tersembunyi. Tempatnya di akhirat apabila kembali ialah surga Na’im, taman kegembiraan karunia Allah.
Tempat ‘roh sultan’ di mana ia memerintah, adalah di tengah-tengah hati, jantung kepada hati. Urusan roh ini ialah makrifat. Kerjanya ialah mengetahui semua pengetahuan ketuhanan yang menjadi perantaraan bagi semua ibadat yang sebenar-benarnya diucapkan dalam bahasa hati. Nabi s.a.w bersabda, “Ilmu ada dua bagian. Satu pada lidah, yang membuktikan kewujudan Allah. Satu lagi di dalam hati. Inilah yang perlu untuk menyadarkan tujuan seseorang”. Ilmu yang sebenar-benarnya bermanfaat berada di dalam kegiatan hati.
Nabi s.a.w bersabda, “Quran yang mulia mempunyai makna zahir dan makna batin”. Allah Yang Maha Tinggi membukakan Quran kepada sepuluh lapis makna yang tersembunyi. Setiap makna yang berikutnya lebih bermanfaat daripada yang sebelumnya karena ia semakin dekat dengan sumber yang sebenarnya. Dua belas nama kepunyaan Zat Allah adalah serupa dengan dua belas mata air yang memancar dari batu pada saat Nabi Musa a.s menghantamkan batu itu dengan tongkatnya.
وَإِذِ استَسقىٰ موسىٰ لِقَومِهِ فَقُلنَا اضرِب بِعَصاكَ الحَجَرَ ۖ فَانفَجَرَت مِنهُ اثنَتا عَشرَةَ عَينًا ۖ قَد عَلِمَ كُلُّ أُناسٍ مَشرَبَهُم ۖ كُلوا وَاشرَبوا مِن رِزقِ اللَّهِ وَلا تَعثَوا فِى الأَرضِ مُفسِدينَ
"Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman: ""Pukullah batu itu dengan tongkatmu"". Lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing) Makan dan minumlah rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan." (Surah Baqarah, ayat 60).
Pengetahuan zahir adalah sama dengan air hujan yang datang dan pergi sementara pengetahuan batin diumpamakan mata air yang tidak pernah kering.
وَءايَةٌ لَهُمُ الأَرضُ المَيتَةُ أَحيَينٰها وَأَخرَجنا مِنها حَبًّا فَمِنهُ يَأكُلونَ
Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan daripadanya biji-bijian, maka daripadanya mereka makan. ”. (Surah Yaa Sin, ayat 33).
Allah jadikan satu bijian, sebiji benih di langit. Benih itu menjadi kekuatan pada dalam diri manusia. Dijadikan-Nya juga sebiji benih di dalam alam roh-roh (alam al-anfus); menjadi sumber kekuatan, makanan roh. Bijian itu ditanam dengan air dari sumber hikmah. Nabi s.a.w bersabda, “Jika seseorang menghabiskan empat puluh hari dalam keikhlasan dan kesucian, maka akan bersumber hikmah yang memancar dari hatinya pada lidahnya”.
Nikmat bagi ‘roh sultan ialah kelezatan dan kecintaan yang dinikmatinya dengan menyaksikan kenyataan keelokan, kesempurnaan dan kemurahan Allah Yang Maha Tinggi. Firman Allah:
عَلَّمَهُ شَديدُ القُوىٰ ﴿٥﴾ ذو مِرَّةٍ فَاستَوىٰ ﴿٦﴾ وَهُوَ بِالأُفُقِ الأَعلىٰ ﴿٧﴾ ثُمَّ دَنا فَتَدَلّىٰ ﴿٨﴾ فَكانَ قابَ قَوسَينِ أَو أَدنىٰ ﴿٩﴾ فَأَوحىٰ إِلىٰ عَبدِهِ ما أَوحىٰ ﴿١٠﴾ ما كَذَبَ الفُؤادُ ما رَأىٰ ﴿١١﴾
(5) yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat, (6) "Yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli." (6) "Yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli." (8) Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi, (9) maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). (10) Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan. (11) Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya.
(Surah Najmi, ayat 5 – 11).
Nabi s.a.w menggambarkan suasana demikian dengan cara lain, “Yang beriman (yang sejahtera) adalah cermin kepada yang beriman (yang sejahtera)”. Dalam ayat ini yang sejahtera yang pertama ialah hati orang yang beriman yang sempurna, sementara yang sejahtera kedua itu ialah yang memancar kepada hati orang yang beriman itu, tidak lain adalah dari Allah Yang Maha Tinggi sendiri. Allah menamakan Diri-Nya di dalam Quran sebagai Yang Mensejahterakan.
هُوَ اللَّهُ الَّذى لا إِلٰهَ إِلّا هُوَ المَلِكُ القُدّوسُ السَّلٰمُ المُؤمِنُ المُهَيمِنُ العَزيزُ الجَبّارُ المُتَكَبِّرُ ۚ سُبحٰنَ اللَّهِ عَمّا يُشرِكونَ
“Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Maha Suci, Allah dari apa yang mereka persekutukan. ”. (Surah Hasyr, ayat 23).
Kediaman ‘roh sultan’ di akhirat ialah surga Firdaus, surga yang tinggi.
Di mana roh-roh berhenti adalah tempat rahasia yang Allah buat untuk Diri-Nya di tengah-tengah hati, di mana Dia simpankan rahasia-Nya (Sirr) untuk disimpan dengan selamat. Keadaan roh ini diceritakan oleh Allah melalui pesuruh-Nya:
“Insan adalah rahasia-Ku dan Aku rahasianya”.
Urusannya ialah kebenaran (hakikat) yang diperoleh dengan mencapai keesaan; mencapai keesaan itulah tuagsnya. Ia membawa yang banyak kepada kesatuan dengan cara terus menerus menyebut nama-nama keesaan di dalam bahasa rahasia yang suci. Ia bukan bahasa yang berbunyi di luar. .
“Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi.”. (Surah Ta Ha, ayat 7)
Hanya Allah mendengar bahasa roh suci dan hanya Allah mengetahui keadaannya.
Nikmat bagi roh ini ialah penyaksian terhadap ciptaan Allah yang pertama. Apa yang dilihatnya ialah keindahan Allah. Padanya terdapat penyaksian rahasia. Pandangan dan pendengaran menjadi satu. Tidak ada perbandingan dan tidak ada persamaan tentang apa yang disaksikannya. Dia menyaksikan sifat Allah, keperkasaan dan kekerasan-Nya sebagai Esa dengan keindahan, kelembutan dan kemurahan-Nya.
Bila manusia sampai pada maqomnya, tempat kediamannya, bila dia temui akal asbab, pertimbangan keduniaannya yang memandunya selama ini akan tunduk kepada Perintahnya; hatinya akan rasa gentar bercampur hormat, lidahnya terkunci. Dia tidak berupaya menceritakan keadaan tersebut kerana Allah tidak menyerupai sesuatu.
Bila apa yang dikatakan di sini sampai ke telinga orang yang berilmu, pasti akan memahami tingkat pengetahuannya sendiri. Tumpukan perhatian kepada kebenaran (hakikat) mengenai perkara-perkara yang sudah diketahui sebelum mendongak ke ufuk yang lebih tinggi, sebelum mencari peringkat baru, semoga mereka memperoleh pengetahuan tentang kehalusan perlaksanaan Ilahi.
Semoga mereka tidak menafikan apa yang sudah diperkatakan, tetapi sebaliknya mereka mencari makrifat, kebijaksanaan untuk mencapai keesaan. Itulah yang sangat diperlukan.
BAB 5 : ILMU DAN PENINGKATAN ROHANI
KITAB SIRRUL ASROR BAB 5 :
ILMU DAN PENINGKATAN ROHANI
اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
Ilmu pengetauan zhahir mengenai benda-benda yang nyata dibagi pada dua belas bagian dan ilmu pengetahuan batin juga dibagi menjadi dua belas bagian. Bagian-bagian tersebut dibagi lagi di kalangan orang awam dan orang khusus, hamba-hamba Allah yang sejati, menurut kadar kemampuan mereka.
Kesemua bagian di atas, di bagi lagi dalam empat bahagian.
Pertama melibatkan peraturan agama, mengenai kuwajiban dan larangan yang berhubungan dengan perkara-perkara dan peraturan-peraturan di dalam dunia ini
Kedua menyentuh soal pengertian atau maksud serta tujuan peraturan-peraturan tersebut. Bagian ini dinamakan bidang kerohanian iaitu pengetahuan mengenai perkara-perkara yang tidak nyata.
Ketiga mengenai hakikat kerohanian yang tersembunyi yang dinamakan kearifan.
Keempat mengenai hakikat inti dari hakikat, yaitu mengenai kebenaran yang sebenar-benarnya. Manusia yang sempurna perlu mempelajari semua bidang atau bagian tersebut dan mencari jalan ke arahnya.
Nabi s.a.w bersabda,
“Agama ialah pokok, kerohanian adalah dahannya, kearifan (makrifat) adalah daunnya, kebenaran (hakikat) adalah buahnya. Quran dengan ulasannya, keterangannya, terjemahannya dan ibarat-ibaratnya mengandungi semuanya itu”.
Di dalam buku al-Najma perkataan-perkataan tafsir, ulasan dan takwil serta terjemahan melalui ibarat dijelaskan sebagai ulasan terhadap Quran, adalah keterangan dan perincian bagi kefahaman orang awam, sementara terjemahan melalui ibarat adalah keterangan tentang maksud yang tersirat yang boleh diselami melalui tafakur yang mendalam serta memperoleh ilham sebagaimana yang dialami oleh orang-orang beriman yang sejati. Terjemahan yang demikian adalah untuk hamba-hamba Allah yang khusus lagi teguh, istiqomah dalam suasana kerohanian mereka dan teguh dengan pengetahuan yang membolehkan mereka membuat pertimbangan yang benar. Kaki mereka teguh berpijak di atas bumi sementara hati dan fikiran mereka menjulang kepada ilmu ketuhanan. Dengan rahmat Allah keadaan begini ini, tidak bercampur dengan keraguan di tempatkan di tengah-tengah hati mereka. Hati yang teguh dalam suasana kedamaian menyatu dengan bagian kalimah tauhid “La ilaha illa Llah”, pengakuan terakhir keesaan.
"Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: ""Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari isi Tuhan kami."" Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal." (Surah Imraan, ayat 7)
Jika pintu kepada ayat ini terbuka akan terbuka juga semua pintu-pintu kepada alam rahasia batin.
Hamba Allah yang sejati berkewajipan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhkan diri dari larangan-Nya. Dia juga perlu menentang ego dirinya dan membendung kecenderungan jasad yang tidak sehat. Asas penentangan ego terhadap agama adalah dalam bentuk khayalan dan gambaran yang berujung pada kenyataan. Pada peringkat kerohanian, ego yang khianat itu mendorong seseorang supaya memperakui dan mengikuti sebab-sebab dan rangsangan yang hanya hampir dengan kebenaran (bukan kebenaran yang sejati), walaupun ia adalah risalah nabi dan fatwa wali yang telah diubah, juga mengikuti guru yang pendapatnya salah. Pada peringkat makrifat, ego mendorong seseorang supaya memperakui kewalian dirinya sendiri malah ego juga mengyeret seseorang kepada mengakui ketuhanannya – dosa paling besar menganggapkan diri sendiri sebagai sekutu Allah swt. Allah berfirman:
Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? (Surah Furqaan, ayat 43).
Tetapi peringkat kebenaran sejati adalah berbeda. Ego dan iblis tidak boleh sampai ke sana. Malah malaikat juga tidak sampai ke sana. Siapa saja kecuali Allah jika sampai ke sana pasti terbakar. Jibrail berkata kepada Nabi Muhamamd s.a.w di hadapan peringkat ini, “Jika aku mara satu langkah lagi aku akan terbakar menjadi abu”.
Hamba Allah yang sejati bebas daripada perlawanan egonya dan iblis karena dia dilindungi oleh perisai keikhlasan dan kesucian.
"Iblis menjawab: ""Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya," kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka. (Surah Shad, ayat 82 & 83).
Manusia tidak dapat mencapai hakikat kecuali dia suci murni. Karena sifat-sifat keduniaan tidak bisa mempengaruhinya, sehingga hakikat terlihat tampak dalam dirinya. Ini adalah keikhlasan sejati. Ini tidak dapat dicapai dengan pelajaran; hanya Allah yang tanpa perantara akan mengajarinya. Bila Allah Yang Maha Tinggi sendiri yang menjadi Guru, Dia karuniakan ilmu dari-Nya sebagaimana Dia lakukan kepada Nabi Khidhir. Kemudian dengan kesadaran dan keyakinan yang diperolehnya, akan sampai pada peringkat makrifat, di mana dia mengenali Tuhannya dan menyembah-Nya sesuai yang dia kenal.
Orang yang sampai kepada suasana ini memiliki penyaksian roh suci dan dapat melihat kekasih Allah, Nabi Muhamamd s.a.w. Dia bisa berbicara dengan baginda s.a.w mengenai segala perkara dari awal hingga ke akhir, dan semua nabi-nabi yang lain memberikannya khabar gembira tentang janji penyatuan dengan yang dikasihi. Allah menggambarkan suasana ini:
Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (Surah Nisaa’ ,ayat 69).
Orang yang tidak bisa menemui pengetahuan ini di dalam dirinya tidak akan menjadi arif, walaupun dia membaca seribu buah buku. Nikmat yang boleh diharapkan oleh orang yang mempelajari ilmu zahir ialah syurga; di sana semua yang dapat dilihat adalah kenyataan sifat-sifat Ilahi dalam bentuk cahaya. Tidak sampai pada bagaimana sempurna pengetahuannya tentang perkara nyata yang boleh dilihat dan dipercayai, ia tidak melanjutkan untuk masuk kepada suasana kesucian yang mulia, yaitu penyatuan dengan Allah, karena seseorang itu perlu terbang ke tempat tersebut dan untuk terbang perlu pada dua sayap. Hamba Allah yang sejati adalah yang terbang ke sana dengan menggunakan dua sayap, yaitu pengetahuan zahir dan pengetahuan batin, tidak pernah berhenti di tengah jalan, tidak tertarik dengan apa saja yang ditemui dalam perjalanannya. Allah berfirman melalui rasul-Nya:
“Hamba-Ku, jika kamu ingin masuk kepada kesucian bersama dengan-Ku jangan pedulikan dunia ini ataupun alam tinggi para malaikat, tidak juga yang lebih tinggi di mana kamu boleh menerima sifat-sifat-Ku yang suci”.
Dunia kebendaan ini menjadi godaan dan tipu daya syaitan kepada orang yang berilmu. Alam malaikat menjadi rangsangan kepada orang yang bermakrifat dan suasana sifat-sifat Ilahi menjadi godaan kepada orang yang memiliki kesadaran terhadap hakikat. Siapa yang berpuas hati dengan salah satu dari yang demikian itu, akan terhalang dari karunia Allah yang membawanya hampir dengan Zat-Nya. Jika mereka tertarik dengan godaan dan rangsangan tersebut mereka akan berhenti, mereka tidak boleh maju ke depan, mereka tidak boleh terbang lebih tinggi. Walaupun tujuan mereka adalah kebersamaan dengan Pencipta. Mereka tidak lagi boleh sampai ke sana. Mereka telah terpedaya, mereka hanya memiliki satu sayap.
Orang yang mencapai kesadaran tentang hakikat yang benar, menerima rahmat dan karunia dari Allah yang tidak pernah mata melihatnya dan tidak pernah telinga mendengarnya dan tidak pernah hati mengetahui namanya. Inilah surga kehampiran dan keakraban dengan Allah. Di sana tidak ada mahligai permata juga tidak ada bidadari yang cantik sebagai pasangan. Semoga manusia mengetahui nilai dirinya dan tidak berkehendak, tidak menuntut apa yang tidak layak baginya. Sayyidina Ali r.a berkata,
“Semoga Allah merahmati orang yang mengetahui harga dirinya, yang tahu menjaga diri agar berada di dalam sepadannya, yang memelihara lidahnya, yang tidak menghabiskan waktu dan umurnya di dalam sia-sia”.
Orang yang berilmu pasti menyadari bahwa bayi yang lahir dalam hatinya adalah pengenalan mengenai kemanusiaan yang benar, yaitu insan yang sejati. Dia patut mendidik bayi hati, ajarkan keesaan melalui menyadari tentang keesaan, tinggalkan keduniaan kebendaan ini yang terbilang-bilang, cari alam kerohanian, alam rahasia di mana tiada yang lain kecuali Zat Allah.
Dalam kenyataannya di sana bukan tempat, ia tidak ada permulaan dan tidak ada penghujung. Bayi hati terbang melewati padang yang tiada berkesudahan itu, menyaksikan perkara-perkara yang tidak pernah dilihat mata sebelumnya, tiada seseorang yang bisa bercerita mengenainya, tiada yang boleh menggambarkannya. Tempat yang menjadi rumah kediaman bagi mereka yang meninggalkan diri mereka dan menemui keesaan dengan Tuhan mereka, mereka yang memandang dengan pandangan yang sama dengan Tuhan mereka, pandangan keesaan. Bila mereka menyaksikan keindahan dan kemuliaan Tuhan, mereka tidak ada sesuatu lagi yang tinggal dengan mereka. Bila dia melihat matahari dia tidak dapat melihat yang lain, dia juga tidak dapat melihat dirinya sendiri. Bila keindahan dan kemurahan Allah menjadi nyata apa lagi yang tinggal dengan seseorang? Tidak ada apa-apa!
Nabi s.a.w bersabda,
“Seseorang perlu dilahirkan dua kali untuk sampai kepada alam malaikat”.
Kelahiran yang dimaksud adalah kelahiran perbuatan dan kelahiran rohani dari jasad. Kemungkinan yang demikian ada dengan manusia. Ini adalah keanehan rahasia manusia. Ia lahir dari percampuran pengetahuan tentang agama dan kesadaran terhadap hakikat, sebagaimana bayi lahir hasil dari percampuran dua titik air.
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. (Surah Insaan, ayat 2).
Apabila sudah terbuka dalam nyata, maka ia menjadi mudah untuk melepasi bagian yang berat dan masuk ke dalam laut penciptaan dan menenggelamkan dirinya ke dasar hukum-hukum peraturan Allah. Semua alam kebendaan ini hanyalah satu titik jika dibandingkan dengan alam kerohanian. Apabila semua ini difahami, maka kuasa kerohanian dan cahaya keajaiban yang bersifat ketuhanan, hakikat yang sebenar-benarnya, akan memancar ke dalam dunia tanpa perkataan dan tanpa suara.
BAB 6 : PERJALANAN TAUBAT
KITAB SIRRUR ASROR
BAB 6 : PERJALANAN TAUBAT
اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِاَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهاَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله
- رَحْمَةُ الله
– رِضَأ الله
Tahap-tahap dan peringkat-peringkat perubahan kerohanian telah disebutkan. Perlu ditegaskan bahwa setiap peringkat harus dicapai terutama taubat. Cara bertaubat bisadipelajari pada orang yang mengetahui cara berbuat demikian dan yang telah sendirinya bertaubat. Taubat yang sebenar dan menyeluruh merupakan langkah pertama di dalam perjalanan.
(Ingatlah) Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati
mereka kesombongan (yaitu) kesombongan jahiliah lalu Allah menurunkan
ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin dan Allah mewajibkan
kepada mereka kalimat takwa dan adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu
dan patut memilikinya. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Surah Fath, ayat 26).
Keadaan takut kepada Allah adalah sama dengan kalimah “La
ilaha illa Llah” – tiada Tuhan, tiada apa-apa, kecuali Allah. Bagi orang yang
mengetahui ini, akan ada perasaan takut kehilangan-Nya, kehilangan perhatian-Nya,
cinta-Nya, keampunan-Nya; dia takut dan malu melakukan kesalahan sedangkan Dia
melihat, dan takut azab-Nya. Jika keadaan seseorang itu tidak demikian, dia
perlu mendapatkaan orang yang bisa mentakutkan kepada Allah dan menerima
keadaan takut Allah itu dari orang tersebut.
Sumber dari mana saja perkataan itu, harus diterima dengan bersih dan suci dari segalanya kecuali Allah, dan siapa yang menerimanya harus bisa membedakan antara perkataan orang yang suci hatinya dengan perkataan orang awam. Penerimanya harus sadar cara perkataan itu diucapkan, kerana perkataan yang bunyinya sama mungkin mempunyai maksud yang jauh berbeda. Tidak mungkin perkataan yang datangnya dari sumber yang asli sama dengan perkataan yang datangnya dari sumber lain.
Hatinya menjadi hidup bila dia menerima benih tauhid dari
hati yang hidup, karena benih yang demikian sangat subur, itulah benih
kehidupan. Tidak ada yang tumbuh dari benih yang kering lagi tiada kehidupan.
Kalimah suci “La ilaha illa Llah” disebut dua kali di dalam Quran menjadi
bukti.
(35) "Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan
kepada mereka: ""Laa ilaaha illallah"" (Tiada Tuhan yang
berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri." (36)
"dan mereka berkata: ""Apakah sesungguhnya kami harus
meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?" (Surah
Shaaffaat. Ayat 35 & 36).
Ini adalah keadaan orang awam yang baginya rupa luar
termasuk kewujudan zahirnya adalah tuhan-tuhan.
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang
Hak) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa)
orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu
berusaha dan tempat tinggalmu". (Surah Muhammad, ayat 19).
Firman Allah ini menjadi panduan kepada orang-orang
beriman yang takut kepada Allah.
Sayyidina Ali r.a meminta Rasulullah s.a.w mengajarkan
kepadanya cara yang mudah, paling bernilai, paling cepat kepada keselamatan.
Baginda s.a.w menanti Jibrail memberikan jawabannya dari sumber Ilahi. Jibrail
datang dan mengajarkan baginda s.a.w mengucapkan “La ilaha” sambil memutarkan
mukanya yang diberkati ke kanan, dan mengucapkan “illa Llah” sambil memutarkan
mukanya ke kiri, ke arah hati sucinya yang diberkati. Jibrail mengulanginya
tiga kali; Nabi s.a.w mengulanginya tiga kali dan mengajarkan yang demikian
kepada Sayidina Ali r.a dengan mengulanginya tiga kali juga. Kemudian baginda
s.a.w mengajarkan yang demikian kepada sahabat-sahabat baginda. Sayidina Ali
r.a merupakan orang yang pertama bertanya dan menjadi orang yang pertama
diajarkan.
Kemudian satu hari setelah kembali dari peperangan, Nabi
s.a.w berkata kepada pengikut-pengikut baginda, “Kita baru kembali dari
peperangan yang kecil untuk menghadapi peperangan yang besar”. Baginda s.a.w
merujukkan kepada perjuangan dengan ego diri sendiri, keinginan yang rendah
yang menjadi musuh kepada penyaksian kalimah tauhid. Baginda s.a.w bersabda,
“Musuh kamu yang paling besar ada di bawah rusuk kamu”.
Cinta Ilahi tidak akan hidup sehingga musuhnya, hawa nafsu
badaniah kamu, mati dan meninggalkan kamu.
Awalnya harus bebas dari ego yang mengnyeret kamu kepada
kejahatan. Kemudian kamu akan memiliki sedikit suara hati, walaupun kamu masih
belum bebas sepenuhnya dari dosa. Kamu akan memiliki perasaan mengkritik diri
sendiri – tetapi ia belum mencukupi. Kamu mesti melewati tahap tersebut pada
peringkat di mana hakikat yang sebenarnya dibukakan kepada kamu, kebenaran
tentang benar dan salah.
Kemudian kamu akan berhenti melakukan kesalahan dan akan
hanya melakukan kebaikan. Dengan demikian diri kamu akan menjadi bersih. Di
dalam menentang hawa nafsu dan tarikan badan kamu, kamu mesti melawan nafsu
kehewanan – kerakusan, terlalu banyak tidur, pekerjaan yang sia-sia – dan
menentang sifat-sifat hewan liar di dalam diri kamu – kekejian, marah, kasar
dan berkelahi. Kemudian kamu mesti usahakan membuang perangai-perangai ego yang
jahat, takabur, sombong, dengki, dendam, tamak dan lain-lain penyakit tubuh dan
hati kamu. Cuma orang yang berbuat demikian yang benar-benar bertaubat dan
menjadi bersih, suci dan murni.
“Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri”.
(Surah Baqarah, ayat 222).
Dalam melakukan taubat seseorang itu mesti
bersungguh-sungguh, supaya penyesalannya tidak samar-samar dan tidak juga
secara umum agar dia tidak jatuh ke dalam ancaman Allah:
“Banyak sekali mereka bertaubat mereka tidak sebenarnya
menyesal. Taubat mereka tidak diterima”.
Ini ditujukan kepada mereka yang hanya mengucapkan
kata-kata taubat tetapi tidak tahu sejauh mana dosa mereka, malah tidak
mengambil tindakan pembaikan dan pencegahan. Itulah taubat yang biasa, taubat
zahir yang tidak menusuk kepada puncak dosa. Ia adalah umpama orang yang
menghilangkan rumput dengan memotong bagian di atas tanah tetapi tidak mencabut
akarnya yang di dalam bumi. Tindakan yang demikian membantu rumput untuk tumbuh
dengan lebih segar. Orang yang bertaubat dengan mengetahui kesalahannya dan
puncak kesalahan itu berazam tidak mengulanginya dan membebaskan dirinya dari
kesalahan itu, mencabut akar pokok yang merosakkan itu. Cangkul yang digunakan
untuk menggali akarnya, puncaknya dosa-dosa, yaitu pengajaran kerohanian dari
guru yang benar. Tanah mestilah dibersihkan sebelum ditanami benih.
“Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia
supaya mereka berpikir”. (Surah Hasyr, ayat 21).
“Dan Dialah yang menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan
memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Surah
Syura, ayat 25).
"kecuali orang-orang yang bertobat, beriman dan
mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan.
Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." . (Surah Furqaan,
ayat 70).
Ketahuilah taubat yang diterima, tandanya ialah seseorang
itu tidak lagi jatuh ke dalam dosa tersebut.
Ada dua jenis taubat, taubat orang awam dan taubat mukmin
sejati. Orang awam berharap meninggalkan kejahatan dan masuk kepada kebaikan
dengan cara mengingati Allah dan mengambil langkah usaha bersungguh-sungguh,
meninggalkan hawa nafsunya dan kesenangan badannya dan menekankan egonya. Dia
mesti meninggalkan keegoannya yang ingkar terhadap peraturan Allah dan masuk
kepada taat. Itulah taubatnya yang menyelamatkannya dari neraka dan
memasukkannya ke dalam surga.
Orang mukmin sejati, hamba Allah yang murni, berada di
dalam suasana yang jauh berbeda. Mereka berada pada maqam makrifat yang jauh
lebih tinggi daripada maqam orang awam yang paling baik. Sebenarnya bagi mereka
tidak ada lagi anak tangga untuk dipanjat; mereka telah sampai kepada
kebersamaan dengan Allah. Mereka telah meninggalkan kesenangan dan nikmat dunia
ini dan menikmati kelezatan alam kerohanian – rasa kebersamaan dengan Allah,
nikmat menyaksikan Zat-Nya dengan mata keyakinan.
Perhatian orang awam tertuju kepada dunia ini dan
kesenangan mereka adalah merasakan nikmat kebendaan dan kewujudan kebendaannya.
Malah, jika kewujudan kebendaan manusia dan dunia merupakan satu kesilapan
begitu jugalah nikmat dan kecacatan yang paling baik daripadanya. Kata-kata
yang diucapkan oleh orang arif, “Kewujduan dirimu merupakan dosa, menyebabkan
segala dosa menjadi kecil jika dibandingkan dengannya”. Orang arif selalu
mengatakan bahwa kebaikan yang dilakukan oleh orang baik tidak sampai kehadapan
Allah tidak lebih dari kesalahan orang yang hampir dengan-Nya. Jadi, bagi
mengajar kita memohon keampunan terhadap kesalahan yang tersembunyi yang kita
sangkakan kebaikan, Nabi s.a.w yang tidak pernah berdosa memohon ampunan pada
Allah sebanyak seratus kali sehari. Allah Yang Maha Tinggi mengajarkan kepada
rasul-Nya:
“Pintalah perlindungan bagi buah amal kamu dan bagi mukmin
dan mukminat”. (Surah Muhamamd, ayat 19).
Dia jadikan rasul-Nya yang suci murni sebagai teladan
tentang cara bertaubat – dengan merayu kepada Allah supaya menghilangkan ego
seseorang, sifat-sifatnya dan dirinya, semuanya pada diri seseorang, mencabut
kewujudan diri seseorang. Inilah taubat yang sebenarnya.
Taubat yang demikian meninggalkan segala-galanya kecuali
Zat Allah, dan berazam untuk kembali kepada-Nya, kembali kepada kebersamaan-Nya
untuk melihat Wajah Ilahi. Nabi s.a.w menjelaskan taubat yang demikian dengan
sabda baginda s.a.w, “Ada sebagian hamba-hamba Allah yang benar yang tubuh mereka
berada di sini tetapi hati mereka berada di sana, di bawah arasy”. Hati mereka
berada pada langit kesembilan, di bawah arasy Allah kerana penyaksian suci
terhadap Zat-Nya tidak mungkin berlaku pada alam bawah.
Di sini hanya kenyataan atau penampakan sifat-sifat
suci-Nya yang dapat disaksikan, memancar ke atas cermin yang bersih kepunyaan
hati yang suci. Sayyidina Umar r.a berkata, “Hatiku melihat Tuhanku dengan
cahaya Tuhanku”. Hati yang suci adalah cermin di mana keindahan, kemuliaan dan
kesempurnaan Allah memancar. Nama lain yang diberi kepada suasana ini ialah
pembukaan (mukasyafah), menyaksikan sifat-sifat Ilahi yang suci (musyahadah).
Bagi yang memperoleh suasana tersebut, untuk membersihkan
dan menyinarkan hati, perlulah kepada guru yang matang, yang di dalam keesaan
dengan Allah, yang disanjung dan dimuliakan oleh semua, sejak dahulu hingga
sekarang. Guru tersebut mesti telah sampai kepada maqam kebersamaan dengan
Allah dan diturunkan lagi ke alam rendah oleh Allah untuk membimbing dan menyempurnakan
mereka yang layak tetapi masih mempunyai kecacatan.
Di dalam penurunan mereka untuk melakukan tugas tersebut
wali-wali Allah mestilah berjalan Sesuai dengan sunnah Rasulullah s.a.w dengan
mengikuti teladan baginda s.a.w, tetapi tugas mereka berlainan dengan tugas
rasul. Rasul diutuskan untuk menyelamatkan orang ramai dan juga orang-orang
yang beriman. Guru-guru tadi pula tidak diutus untuk mengajar semua orang
tetapi hanyalah sebilangan yang dipilih saja. Rasul-rasul diberi kebebasan
dalam menjalankan tugas mereka, sementara wali-wali yang mengambil tugas
sebagai mursyid mesti mengikuti jalan rasul-rasul dan nabi-nabi.
Guru kerohanian yang mengaku diri mereka merdeka,
menyamakan dirinya dengan nabi, jatuh kepada kesesatan dan kekufuran. Bila Nabi
s.a.w mengatakan sahabat-sahabat baginda yang arif adalah umpama nabi-nabi Bani
Israil, yang baginda memaksudkan bukan seperti itu, – karena nabi-nabi yang
datang setelah Musa a.s semuanya mengikuti prinsip agama yang dibawa oleh Musa
a.s. Mereka tidak membawa syari'at baru. Mereka mengikuti undang-undang yang
sama. Seperti mereka juga orang-orang arif dari kalangan umat Nabi Muhammad
s.a.w yang bertugas membimbing sebagian dari orang-orang suci yang dipilih,
mengikuti kebijaksanaan Nabi s.a.w, tetapi menyampaikan perintah dan larangan
dengan cara baru yang berbeda, terbuka dan jelas, menunjukkan kepada
murid-murid mereka dengan perbuatan yang mereka kerjakan pada masa dan keadaan
yang berlainan. Mereka memberi dorongan kepada murid-murid mereka dengan menunjukkan
kelebihan dan keindahan prinsip-prinsip agama. Tujuan mereka ialah membantu
pengikut-pengikut mereka menyucikan hati yang menjadi tampak untuk membangun
tugu makrifat.
Semua itu mereka mengikuti teladan dari pengikut-pengikut
Rasulullah s.a.w yang terkenal sebagai ‘golongan yang memakai baju bulu’ yang
telah meninggalkan semua aktivitis keduniaan untuk berdiri di pintu Rasulullah
s.a.w dan berada hampir dengan baginda. Mereka menyampaikan kabar sebagaimana
mereka menerimanya secara langsung daripada mulut Rasulullah s.a.w. Dalam
kebersamaan mereka dengan Rasulullah s.a.w mereka telah sampai kepada peringkat
di mana mereka boleh berbicara tentang rahasia isra' dan mi'raj Rasulullah
s.a.w sebelum baginda membuka rahasia tersebut kepada sahabat-sahabat baginda.
Wali-wali yang menjadi mursyid memiliki kebersamaan yang
serupa dengan Nabi s.a.w dengan Tuhannya. Amanah dan penjagaan terhadap ilmu
ketuhanan yang serupa dianugerahkan kepada mereka. Mereka merupakan Pemegang
sebagian dari kenabian, dan diri batin mereka selamat di bawah penjagaan
Rasulullah s.a.w.
Tidak semua orang yang memiliki ilmu berada di dalam
keadaan tersebut. Mereka yang sampai ke situ adalah yang lebih cinta kepada
Rasulullah s.a.w daripada anak-anak dan keluarga mereka sendiri dan mereka
adalah umpama anak-anak kerohanian Rasulullah s.a.w yang hubungannya lebih erat
daripada hubungan darah. Mereka adalah pewaris sebenar kepada Nabi s.a.w. Anak
yang sejati memiliki zat dan rahasia bapaknya pada rupa zahirnya dan juga pada
batinnya. Nabi s.a.w menjelaskan rahasia ini, “Ilmu khusus adalah umpama
khazanah rahasia yang hanya mereka yang mengenali Zat Allah boleh
mendapatkannya. Namun bila rahasia itu dibukakan orang yang mempunyai kesadaran
dan ikhlas tidak menafikannya”.
Ilmu tersebut dimasukkan kepada Nabi s.a.w pada malam
baginda s.a.w mi'raj kepada Tuhannya. Rahsia itu tersembunyi di dalam diri
baginda di balik tiga ribu tabir hijab. Baginda s.a.w tidak membuka rahasianya
melainkan kepada sebagian pengikut baginda yang sangat cinta dengan baginda.
Melalui penyebaran dan keberkatan rahasia inilah Islam akan terus memerintah
sehingga ke hari kiamat.
Pengetahuan batin tentang yang tersembunyi membawa
seseorang kepada rahasia tersebut. Sains, kesenian dan kemahiran keduniaan
adalah umpama kerangka kepada pengetahuan batin. Mereka yang memiliki
pengetahuan kerangka itu boleh mengharapkan satu hari nanti mereka diberi
kesempatan untuk memiliki apa yang di dalam kerangka. Sebagian dari mereka yang
berilmu memiliki apa yang patut dimiliki oleh seorang manusia secara umumnya
sementara sebagian yang lain menjadi ahli dan memelihara ilmu tersebut daripada
hilang. Ada golongan yang menyeru kepada Allah dengan nasihat yang baik.
Sebagian dari mereka mengikuti sunnah Nabi s.a.w dan dipimpin oleh Sayyidina
Ali r.a. yang menjadi pintu kepada gedung ilmu yang melaluinya masuklah mereka
yang menerima undangan dari Allah.
“Serulah ke jalan Tuhanmu dengan bijaksana dan nasihat dan
bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik”. (Surah Nahl, ayat 125).
Maksud dan perkataan mereka adalah sama. Perbedaan pada
zahirnya hanyalah pada perkara-perkara terperinci dan cara pelaksanaannya.
Sebenarnya ada tiga makna yang kelihatan sebagai tiga
jenis ilmu yang berbeda – dilakukan secara berbeda, tetapi menjurus kepada yang
satu Sesuai dengan sunnah Rasulullah s.a.w. Ilmu dibagikan kepada tiga yang
tidak ada seorang manusia boleh menanggung keseluruhan beban ilmu itu juga
tidak berupaya mengamalkan dengan sekaliannya.
Bagian pertama ayat di atas “Serulah ke jalan Tuhanmu dengan
bijaksana (hikmah)”, Sesuai dengan makrifat, zat dan permulaan kepada segala
sesuatu, pemiliknya mestilah sebagaimana Nabi s.a.w beramal Sesuai dengannya.
Ia hanya dikaruniakan kepada lelaki sejati yang berani, tentera kerohanian yang
akan mempertahankan kedudukannya dan menyelamatkan ilmu tersebut. Nabi s.a.w
bersabda, “Kekuatan semangat lelaki sejati mampu menggoncang gunung”. Gunung di
sini menunjukkan keberatan hati setengah manusia. Doa lelaki sejati yang
menjadi tentera kerohanian dimakbulkan. Bila mereka menciptakan sesuatu ia
tercipta, bila mereka mau sesuatu hilang maka ia pun hilang.
“Dia karuniakan hikmah kepada sesiapa yang Dia kehendaki,
dan Barangsiapa dikaruniakan hikmah maka sesungguhnya dia telah diberi
kebajikan yang banyak”. (Surah Baqarah, ayat 269).
Jenis kedua ialah ilmu zahir yang disebut Quran sebagai
“seruan yang baik”. Ia menjadi kulit kepada hikmah kebijaksanaan rohani. Mereka
yang memilikinya menyeru kepada kebaikan, mengajar manusia berbuat baik dan
meninggalkan larangan-Nya. Nabi s.a.w memuji mereka. Orang yang berilmu menyeru
dengan lemah lembut dan baik hati, sementara yang jahil menyeru dengan kasar
dan kemarahan.
Jenis ketiga ialah ilmu yang menyentuh kehidupan manusia
di dalam dunia. Ia disebut sebagai ilmu agama (syariat) yang menjadi sarang
kepada hikmah kebijaksanaan (makrifat). Ia adalah ilmu yang diperuntukkan
kepada mereka yang menjadi pemerintah manusia; menjalankan keadilan ke atas
sesama manusia; peraturan manusia sesama manusia. Bagian terakhir ayat Quran yang
di atas tadi menceritakan tugas mereka “dan berbincanglah dengan mereka dengan
cara yang lebih baik”. Mereka ini menjadi kenyataan kepada sifat Allah
“al-Qahhar” Yang Maha Keras. Mereka berkewajipan menjaga peraturan di kalangan
manusia selaras dengan hukum Tuhan, seumpama sabut melindungi tempurung dan
tempurung melindungi isi.
Nabi s.a.w menasihatkan, “Biasakan dirimu berada di dalam
majlis orang-orang arif, taatlah kepada pemimpin kamu yang adil. Allah Yang
Maha Tinggi menghidupkan hati dengan hikmah seperti Dia jadikan bumi yang mati
hidup dengan tumbuh-tumbuhan dengan menurunkan hujan”. Baginda s.a.w juga
bersabda, “Hikmah adalah harta yang hilang bagi orang yang beriman, dikutipnya
di mana saja ditemuinya”.
Malah perkataan yang diucapkan oleh manusia biasa
datangnya daripada Loh Terpelihara menurut hukum Allah terhadap segala perkara
dari awal hingga akhir. Loh itu disimpan pada alam tinggi pada akal asbab
tetapi perkataan diucapkan menurut maqam seseorang. Perkataan mereka yang telah
mencapai maqam makrifat adalah secara langsung dari alam tersebut, maqam
kebersamaan dengan Allah. Di sana tidak ada perantaraan.
Ketahuilah bahwa semua akan kembali kepada asal mereka.
Hati, zat, mesti dikejutkan; dijadikan ia hidup untuk mencari jalan kembali
kepada asalnya yang suci murni. Ia harus mendengar seruan. Seseorang mesti
mencari orang yang orang yang darinya seruan itu muncul, melaluinya tampak ada
seruan. Itulah guru yang benar. Ini merupakan kewajipan bagi kita. Nabi s.a.w
bersabda, “Menuntut ilmu wajib bagi setiap orang Islam lelaki dan perempuan”.
Ilmu tersebut merupakan peringkat terakhir semua ilmu, itulah ilmu makrifat,
ilmu yang akan membimbing seseorang kepada asalnya, yang benar (hakikat). Ilmu
yang lain perlu menurut sekadar mana keperluannya. Allah menyukai mereka yang
meninggalkan cita-cita dan angan-angan kepada dunia, kemuliaan dan
kebesarannya, karena kepentingan duniawi ini menghalang seseorang kepada Allah.
“Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan”. (Surah Syura, ayat 23).
BAB 7: PENINGKATAN ROHANI AHLI SUFI
اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
Sufi adalah kata Arab – Shaf, yang bererti bersih. Alam
batin sufi disucikan, menjadi bersih dan diterangi oleh cahaya makrifat,
penyatuan dan keesaan.
Istilah sufi dikaitkan juga dengan bidang kerohanian yang berhubungan dengan sahabat-sahabat Rasulullah s.a.w yang dikenali sebagai ‘Kelompok yang memakai baju bulu’. Shaf, pakaian bulu yang kasar menggambarkan keadaan mereka yang miskin lagi hina. Kehidupan dunia di dalam kesempitan. Mereka berpegang cermat di dalam makanan, minuman dan lain-lain.
Dalam buku ‘al-Majm’ dikatakan, “Apa yang terjadi kepada ahli suluk yang suci ialah pakaian dan kehidupan mereka sangat sederhana dan hina”. Walaupun mereka tidak menarik secara keduniaan tetapi hikmah kebijaksanaan (makrifat) mereka ternyata pada sifat mereka yang lemah lembut dan halus, yang menjadikan mereka menarik kepada siapa yang mengenali mereka. Mereka menjadi contoh kepada alam manusia. Mereka berpandukan ilmu Ilahi. Pada pandangan Tuhan mereka berada pada martabat pertama kemanusiaan.
Dalam pandangan mereka yang mencari Tuhan keompok sufi ini kelihatan cantik walaupun pada dzahirnya buruk. Mereka mesti dikenali dan berupaya mengenali, dan mereka mesti dengan cara itu, yaitu satu dan semua, karena mereka semua berada pada makam keesaan dan mesti nyata sebagai satu.
Dalam bahasa Arab perkataan tasawwuf, kerohanian Islam, terdiri dari empat huruf – ‘ta’, ‘shad’, ‘wawu’ dan ‘fa’ (t,sh,w,f). Huruf pertama, t, bermaksud taubat. Ini adalah langkah pertama perlu diambil pada jalan ini. Ia adalah seolah-olah dua langkah, satu zahir dan satu batin. Taubat zahir dalam perkataan, perbuatan dan perasaan, menjaga kehidupan agar bebas dari dosa dan kesalahan dan cenderung untuk berbuat kebaikan dan ketaatan; meninggalkan keingkaran dan penentangan, mencari kesejahteraan dan kedamaian. Taubat batin dilakukan oleh hati. Penyucian hati dari hawa nafsu duniawi yang huru hara dan hati bulat berazam mau mencapai alam ketuhanan. Taubat – mengawasi kesalahan dan meninggalkannya, menyadari kebenaran dan berjuang ke arahnya – membawa seseorang kepada langkah kedua.
Langkah kedua ialah keadaan aman dan sejahtera, shafa. Huruf ‘sh’ adalah simbolnya. Dalam peringkat ini juga ada dua langkah perlu diambil. Pertama ialah ke arah kesucian di dalam hati dan kedua pula ke arah pusat hati. Hati yang tenang datang dari hati yang bebas dari kesusahan, keresahan yang disebabkan oleh masalah semua kebendaan ini, masalah makan, minum, tidur, perkataan yang sia-sia. Dunia ini umpama tenaga tarikan bumi, menarik hati ke bawah, dan untuk membebaskan hati dari masalah tersebut menyebabkan berlaku tekankan kepada hati. Di sana ada pula ikatan-ikatan – hawa nafsu dan kehendak, pemilikan, kasihkan keluarga dan anak-anak – yang mengikat hati kepada bumi dan menghalanginya terbang tinggi.
Cara membebaskan hati, dan mensucikannya, adalah dengan mengingat Allah (dzikrullah). Pada awalnya dzikir ini hanya secara lahiriyah, dengan mengulangi nama-nama Tuhan, menyebutnya kuat-kuat sehingga kamu dan orang lain boleh mendengarnya. Apabila dzikir kepada-Nya sudah istiqomah, maka dzikir tersebut masuk ke dalam hati dan berlaku di dalam senyap. Allah berfirman:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman[594] ialah mereka yang bila disebut nama Allah[595] gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. Q.S. Al-Anfal :2
[594] Maksudnya: orang yang sempurna imannya.
[595] Dimaksud dengan disebut nama Allah Ialah: menyebut sifat-sifat yang mengagungkan dan memuliakannya.
Dengan dzikir dan mengucapkan nama-nama Allah hati menjadi sadar dari ketiduran dan kelalaian, menjadi suci bersih dan bersinar. Kemudian bentuk dan rupa dari alam ghaib menyata di dalam hati. Nabi s.a.w bersabda,
“Ahli ilmu dzahir mendatangi dan meraih sesuatu dengan akal fikirannya sementara ahli ilmu batin sibuk membersihkan dan menggilapkan hati mereka”.
Kesejahteraan tertinggi bagi hati diperoleh dengan membersihkan hati dari segala sesuatu dan menyediakannya untuk menerima Zat Allah semata-mata yang memenuhi ruang hati. Apabila hati sudah diperindah dengan kecintaan Allah. Alat pembersihannya ialah istiqamah dzikrurrah dan menyebut di dalam hati, dengan lisan rahasia akan kalimah tauhid “La ilaaha illa Llah”. Bila hati dan pusat hati berada dalam suasana tenang dan damai maka peringkat kedua yang disimbolkan sebagai huruf ‘sh’ selesai.
Huruf ketiga ‘w’ bermaksud wilayah, suasana kesucian dan keaslian pencinta-pencinta Allah dan sahabat-sahabat-Nya. Keadaan ini bergantung kepada kesucian batin. Allah menggambarkan sahabat-sahabat-Nya dengan firman-Nya:
“Ketahuilah, sesungguhnya pembantu-pembantu Allah tidak ada ketakutan atas mereka dan tidak mereka berdukacita. Bagi merekalah kegembiraan di penghidupan dunia dan akhirat…”. (Surah Yunus, ayat 62 – 64).
Seseorang yang di dalam kesucian menyadari sepenuhnya tentang Allah, mencintai-Nya berhubungan dengan-Nya. Hasilnya dia diperelokkan dengan peribadi, akhlak dan perangai yang terbaik. Ini merupakan hadiah suci yang dikaruniakan kepada mereka. Nabi s.a.w bersabda, “Perhatikanlah akhlak yang mulia dan berbuatlah sesuai dengannya”. Dalam peringkat ini orang yang di dalam kesadaran tersebut meninggalkan sifat-sifat keduniaannya yang sementara dan kelihatanlah dia diliputi oleh sifat-sifat Ilahi yang suci. Dalam hadis Qudsi Allah berfirman:
“Bila Aku kasihkan hamba-Ku, Aku menjadi pendengarannya, penglihatannya, percakapannya, pemegangnya dan perjalanannya”.
Keluarkan segala-galanya dari hati kamu dan biarkan Allah sahaja yang berada di sana.
“Dan katakanlah telah datang kebenaran dan telah lenyap kebatilan karena sesungguhnya kebatilan itu akan lenyap”. (Surah Bani Israil, ayat 81).
Bila kebenaran telah datang dan kepalsuan telah lenyap maka selesailah peringkat wilayah.
Huruf keempat ‘f’ bermakna fana, lenyap diri sendiri ke dalam ketiadaan. Diri yang palsu akan hancur dan hilang apabila sifat-sifat yang suci memasuki seseorang, dan apabila sifat-sifat serta keperibadian yang banyak menghalang tempatnya akan diganti oleh satu saja sifat keesaan.
Dalam kenyataan hakikat senantiasa hadir. Ia tidak hilang dan tidak juga berkurang. Apa yang berlaku adalah orang yang beriman menyadari dan menjadi satu dengan yang menciptakannya. Dalam suasana berada dengan-Nya orang yang beriman memperoleh karuniaan-Nya; manusia yang sementara menemui kewujudan yang sebenar dengan menyedari rahsia abadi.
“Semua akan binasa kecuali Wajah-Nya”. (Surah Qasas, ayat 88).
Cara untuk menyadari hakikat ini ialah melalui anugerah-Nya, dengan kehendak-Nya. Bila kamu berbuat kebaikan semata-mata kerana-Nya dan sesuai dengan kehendak-Nya kamu akan menjadi hampir dengan hakikat-Nya, Zat-Nya. Kemudian semua akan lenyap kecuali Yang Esa yang meridhai dan yang diridhai, bersatu. Perbuatan baik adalah ibu yang melahirkan bayi kebenaran; kehidupan dalam kesedaran bagi manusia yang sebenar-benarnya.
“Perkataan yang baik dan perbuatan yang baik naik kepada Allah”. (Surah Fatir, ayat 10).
Jika seseorang berbuat sesuatu dan kewujudannya bukan untuk Allah saja maka dia mengadakan sekutu bagi Allah, dia meletakkan yang lain pada tempat Allah – dosa yang tidak diampunkan yang akan memusnahkannya, lambat atau cepat. Tetapi bila diri dan kepentingan diri fana seseorang itu mencapai peringkat bersatu dengan Allah. Allah menggambarkan makam tersebut, dalam surat AlQamar 54-55
54. Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu di dalam taman-taman dan sungai-sungai,
55. di tempat yang disenangi[1441] di sisi Tuhan yang berkuasa.
[1441] Maksudnya tempat yang penuh kebahagiaan, yang bersih dari hiruk-pikuk dan perbuatan-perbuatan dosa.
Tempat itu ialah tempat bagi hakikat yang penting, hakikat kepada hakikat-hakikat, tempat penyatuan dan keesaan. Ia adalah tempat yang disediakan untuk nabi-nabi, untuk mereka yang dikasihi oleh Allah, untuk para sahabat-Nya. Allah beserta orang-orang yang benar. Bila kewujudan bersatu dengan wujud yang abadi ia tidak boleh dipandang sebagai kewujudan yang terpisah. Bila semua ikatan keduniaan ditanggalkan dan seseorang itu dalam suasana kesatuan dengan Allah, dengan kebenaran (hakikat) Ilahi, dia menerima kesucian yang abadi, tidak akan tercemar lagi, dan masuk ke dalam golongan:
“Mereka itu ahli syurga yang kekal di dalamnya”. (Surah A’raaf, ayat 42).
Mereka adalah:
“Orang-orang yang beriman dan beramal salih”. (Surah A’raaf, ayat 42).
Bagaimanapun:
“Kami tidak memberatkan satu diri melainkan sekadar kuasanya”. (Surah A’raaf, ayat 42).
Tetapi seseorang memerlukan kesabaran yang kuat:
“Dan Allah beserta orang yang sabar”. (Surah Anfaal, ayat 66).
Istilah sufi dikaitkan juga dengan bidang kerohanian yang berhubungan dengan sahabat-sahabat Rasulullah s.a.w yang dikenali sebagai ‘Kelompok yang memakai baju bulu’. Shaf, pakaian bulu yang kasar menggambarkan keadaan mereka yang miskin lagi hina. Kehidupan dunia di dalam kesempitan. Mereka berpegang cermat di dalam makanan, minuman dan lain-lain.
Dalam buku ‘al-Majm’ dikatakan, “Apa yang terjadi kepada ahli suluk yang suci ialah pakaian dan kehidupan mereka sangat sederhana dan hina”. Walaupun mereka tidak menarik secara keduniaan tetapi hikmah kebijaksanaan (makrifat) mereka ternyata pada sifat mereka yang lemah lembut dan halus, yang menjadikan mereka menarik kepada siapa yang mengenali mereka. Mereka menjadi contoh kepada alam manusia. Mereka berpandukan ilmu Ilahi. Pada pandangan Tuhan mereka berada pada martabat pertama kemanusiaan.
Dalam pandangan mereka yang mencari Tuhan keompok sufi ini kelihatan cantik walaupun pada dzahirnya buruk. Mereka mesti dikenali dan berupaya mengenali, dan mereka mesti dengan cara itu, yaitu satu dan semua, karena mereka semua berada pada makam keesaan dan mesti nyata sebagai satu.
Dalam bahasa Arab perkataan tasawwuf, kerohanian Islam, terdiri dari empat huruf – ‘ta’, ‘shad’, ‘wawu’ dan ‘fa’ (t,sh,w,f). Huruf pertama, t, bermaksud taubat. Ini adalah langkah pertama perlu diambil pada jalan ini. Ia adalah seolah-olah dua langkah, satu zahir dan satu batin. Taubat zahir dalam perkataan, perbuatan dan perasaan, menjaga kehidupan agar bebas dari dosa dan kesalahan dan cenderung untuk berbuat kebaikan dan ketaatan; meninggalkan keingkaran dan penentangan, mencari kesejahteraan dan kedamaian. Taubat batin dilakukan oleh hati. Penyucian hati dari hawa nafsu duniawi yang huru hara dan hati bulat berazam mau mencapai alam ketuhanan. Taubat – mengawasi kesalahan dan meninggalkannya, menyadari kebenaran dan berjuang ke arahnya – membawa seseorang kepada langkah kedua.
Langkah kedua ialah keadaan aman dan sejahtera, shafa. Huruf ‘sh’ adalah simbolnya. Dalam peringkat ini juga ada dua langkah perlu diambil. Pertama ialah ke arah kesucian di dalam hati dan kedua pula ke arah pusat hati. Hati yang tenang datang dari hati yang bebas dari kesusahan, keresahan yang disebabkan oleh masalah semua kebendaan ini, masalah makan, minum, tidur, perkataan yang sia-sia. Dunia ini umpama tenaga tarikan bumi, menarik hati ke bawah, dan untuk membebaskan hati dari masalah tersebut menyebabkan berlaku tekankan kepada hati. Di sana ada pula ikatan-ikatan – hawa nafsu dan kehendak, pemilikan, kasihkan keluarga dan anak-anak – yang mengikat hati kepada bumi dan menghalanginya terbang tinggi.
Cara membebaskan hati, dan mensucikannya, adalah dengan mengingat Allah (dzikrullah). Pada awalnya dzikir ini hanya secara lahiriyah, dengan mengulangi nama-nama Tuhan, menyebutnya kuat-kuat sehingga kamu dan orang lain boleh mendengarnya. Apabila dzikir kepada-Nya sudah istiqomah, maka dzikir tersebut masuk ke dalam hati dan berlaku di dalam senyap. Allah berfirman:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman[594] ialah mereka yang bila disebut nama Allah[595] gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. Q.S. Al-Anfal :2
[594] Maksudnya: orang yang sempurna imannya.
[595] Dimaksud dengan disebut nama Allah Ialah: menyebut sifat-sifat yang mengagungkan dan memuliakannya.
Dengan dzikir dan mengucapkan nama-nama Allah hati menjadi sadar dari ketiduran dan kelalaian, menjadi suci bersih dan bersinar. Kemudian bentuk dan rupa dari alam ghaib menyata di dalam hati. Nabi s.a.w bersabda,
“Ahli ilmu dzahir mendatangi dan meraih sesuatu dengan akal fikirannya sementara ahli ilmu batin sibuk membersihkan dan menggilapkan hati mereka”.
Kesejahteraan tertinggi bagi hati diperoleh dengan membersihkan hati dari segala sesuatu dan menyediakannya untuk menerima Zat Allah semata-mata yang memenuhi ruang hati. Apabila hati sudah diperindah dengan kecintaan Allah. Alat pembersihannya ialah istiqamah dzikrurrah dan menyebut di dalam hati, dengan lisan rahasia akan kalimah tauhid “La ilaaha illa Llah”. Bila hati dan pusat hati berada dalam suasana tenang dan damai maka peringkat kedua yang disimbolkan sebagai huruf ‘sh’ selesai.
Huruf ketiga ‘w’ bermaksud wilayah, suasana kesucian dan keaslian pencinta-pencinta Allah dan sahabat-sahabat-Nya. Keadaan ini bergantung kepada kesucian batin. Allah menggambarkan sahabat-sahabat-Nya dengan firman-Nya:
“Ketahuilah, sesungguhnya pembantu-pembantu Allah tidak ada ketakutan atas mereka dan tidak mereka berdukacita. Bagi merekalah kegembiraan di penghidupan dunia dan akhirat…”. (Surah Yunus, ayat 62 – 64).
Seseorang yang di dalam kesucian menyadari sepenuhnya tentang Allah, mencintai-Nya berhubungan dengan-Nya. Hasilnya dia diperelokkan dengan peribadi, akhlak dan perangai yang terbaik. Ini merupakan hadiah suci yang dikaruniakan kepada mereka. Nabi s.a.w bersabda, “Perhatikanlah akhlak yang mulia dan berbuatlah sesuai dengannya”. Dalam peringkat ini orang yang di dalam kesadaran tersebut meninggalkan sifat-sifat keduniaannya yang sementara dan kelihatanlah dia diliputi oleh sifat-sifat Ilahi yang suci. Dalam hadis Qudsi Allah berfirman:
“Bila Aku kasihkan hamba-Ku, Aku menjadi pendengarannya, penglihatannya, percakapannya, pemegangnya dan perjalanannya”.
Keluarkan segala-galanya dari hati kamu dan biarkan Allah sahaja yang berada di sana.
“Dan katakanlah telah datang kebenaran dan telah lenyap kebatilan karena sesungguhnya kebatilan itu akan lenyap”. (Surah Bani Israil, ayat 81).
Bila kebenaran telah datang dan kepalsuan telah lenyap maka selesailah peringkat wilayah.
Huruf keempat ‘f’ bermakna fana, lenyap diri sendiri ke dalam ketiadaan. Diri yang palsu akan hancur dan hilang apabila sifat-sifat yang suci memasuki seseorang, dan apabila sifat-sifat serta keperibadian yang banyak menghalang tempatnya akan diganti oleh satu saja sifat keesaan.
Dalam kenyataan hakikat senantiasa hadir. Ia tidak hilang dan tidak juga berkurang. Apa yang berlaku adalah orang yang beriman menyadari dan menjadi satu dengan yang menciptakannya. Dalam suasana berada dengan-Nya orang yang beriman memperoleh karuniaan-Nya; manusia yang sementara menemui kewujudan yang sebenar dengan menyedari rahsia abadi.
“Semua akan binasa kecuali Wajah-Nya”. (Surah Qasas, ayat 88).
Cara untuk menyadari hakikat ini ialah melalui anugerah-Nya, dengan kehendak-Nya. Bila kamu berbuat kebaikan semata-mata kerana-Nya dan sesuai dengan kehendak-Nya kamu akan menjadi hampir dengan hakikat-Nya, Zat-Nya. Kemudian semua akan lenyap kecuali Yang Esa yang meridhai dan yang diridhai, bersatu. Perbuatan baik adalah ibu yang melahirkan bayi kebenaran; kehidupan dalam kesedaran bagi manusia yang sebenar-benarnya.
“Perkataan yang baik dan perbuatan yang baik naik kepada Allah”. (Surah Fatir, ayat 10).
Jika seseorang berbuat sesuatu dan kewujudannya bukan untuk Allah saja maka dia mengadakan sekutu bagi Allah, dia meletakkan yang lain pada tempat Allah – dosa yang tidak diampunkan yang akan memusnahkannya, lambat atau cepat. Tetapi bila diri dan kepentingan diri fana seseorang itu mencapai peringkat bersatu dengan Allah. Allah menggambarkan makam tersebut, dalam surat AlQamar 54-55
54. Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu di dalam taman-taman dan sungai-sungai,
55. di tempat yang disenangi[1441] di sisi Tuhan yang berkuasa.
[1441] Maksudnya tempat yang penuh kebahagiaan, yang bersih dari hiruk-pikuk dan perbuatan-perbuatan dosa.
Tempat itu ialah tempat bagi hakikat yang penting, hakikat kepada hakikat-hakikat, tempat penyatuan dan keesaan. Ia adalah tempat yang disediakan untuk nabi-nabi, untuk mereka yang dikasihi oleh Allah, untuk para sahabat-Nya. Allah beserta orang-orang yang benar. Bila kewujudan bersatu dengan wujud yang abadi ia tidak boleh dipandang sebagai kewujudan yang terpisah. Bila semua ikatan keduniaan ditanggalkan dan seseorang itu dalam suasana kesatuan dengan Allah, dengan kebenaran (hakikat) Ilahi, dia menerima kesucian yang abadi, tidak akan tercemar lagi, dan masuk ke dalam golongan:
“Mereka itu ahli syurga yang kekal di dalamnya”. (Surah A’raaf, ayat 42).
Mereka adalah:
“Orang-orang yang beriman dan beramal salih”. (Surah A’raaf, ayat 42).
Bagaimanapun:
“Kami tidak memberatkan satu diri melainkan sekadar kuasanya”. (Surah A’raaf, ayat 42).
Tetapi seseorang memerlukan kesabaran yang kuat:
“Dan Allah beserta orang yang sabar”. (Surah Anfaal, ayat 66).
رَبَّنَا اَتِنَا فِى اْلدُنْيَاحَسَنَةً وَفِى اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ اْلنَّارِ. وَاْلحَمْدُ للهِ رَبّ ِاْلعَالَمِيْنَ
رِضَــا يَاالله ……….. الفاتحة
رِضَــا يَاالله ……….. الفاتحة
By. : sufisme
news
BAB 8: DZIKIR
KITAB SIRRUL ASROR BAB 8 : DZIKIR
اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
Allah Yang Maha Tinggi menunjukkan jalan kepada para pencari
supaya mengingat-Nya:
“Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang
ditunjukkan-Nya kepadamu; (Surah Baqaraah, ayat 198).
Ini bermakna Pencipta kamu telah membawa kamu ke peringkat kesadaran dan keyakinan yang tertentu dan kamu hanya boleh mengingat-Nya menurut kadar usahanya. Nabi s.a.w bersabda, “Ucapan zikir yang paling baik adalah yang aku bawa dan para nabi-nabi , itulah kalimah “La ilaaha illa Llaah”.
Terdapat berbagai peringkat dzikir dan masing-masing ada cara yang berlainan. Ada yang diucapkan dengan lisan secara kuat dan ada pula yang diucapkan secara sirri, dari lubuk hati. Pada peringkat permulaan seseorang perlu menyebutkan ucapan dzikirnya dengan lisan secara berbunyi. Kemudian peringkat demi peringkat zikir mengalir ke dalam diri, turun kepada hati, naik kepada roh dan seterusnya pergi semakin jauh yaitu kepada bagian rahasia-rahasia, pergi lagi kepada yang lebih jauh yaitu bagian yang tersembunyi sehingga kepada yang paling tersembunyi dari yang tersembunyi. Sejauh mana dzikir masuk ke dalam, peringkat yang dicapainya, tergantung pada sejauh mana Allah dengan kemurahan-Nya membimbing seseorang.
Dzikir yang diucapkan dengan perkataan menjadi kenyataan bahwa hati tidak lupa kepada Allah. Zikir secara rahasia di dalam hati adalah pergerakan perasaan. Dzikir hati adalah dengan cara merasakan di dalam hati tentang kenyataan tentang keperkasaan dan keelokan Allah. Dzikir adalah melalui pancaran cahaya suci yang dipancarkan oleh keperkasaan dan keelokan Allah. Zikir pada tahap rahasia ialah melalui keghairahan (dzauk) yang diterima daripada pemerhatian rahasia suci itu. Dzikir pada bagian tersembunyi membawa seseorang kepada:
Ini bermakna Pencipta kamu telah membawa kamu ke peringkat kesadaran dan keyakinan yang tertentu dan kamu hanya boleh mengingat-Nya menurut kadar usahanya. Nabi s.a.w bersabda, “Ucapan zikir yang paling baik adalah yang aku bawa dan para nabi-nabi , itulah kalimah “La ilaaha illa Llaah”.
Terdapat berbagai peringkat dzikir dan masing-masing ada cara yang berlainan. Ada yang diucapkan dengan lisan secara kuat dan ada pula yang diucapkan secara sirri, dari lubuk hati. Pada peringkat permulaan seseorang perlu menyebutkan ucapan dzikirnya dengan lisan secara berbunyi. Kemudian peringkat demi peringkat zikir mengalir ke dalam diri, turun kepada hati, naik kepada roh dan seterusnya pergi semakin jauh yaitu kepada bagian rahasia-rahasia, pergi lagi kepada yang lebih jauh yaitu bagian yang tersembunyi sehingga kepada yang paling tersembunyi dari yang tersembunyi. Sejauh mana dzikir masuk ke dalam, peringkat yang dicapainya, tergantung pada sejauh mana Allah dengan kemurahan-Nya membimbing seseorang.
Dzikir yang diucapkan dengan perkataan menjadi kenyataan bahwa hati tidak lupa kepada Allah. Zikir secara rahasia di dalam hati adalah pergerakan perasaan. Dzikir hati adalah dengan cara merasakan di dalam hati tentang kenyataan tentang keperkasaan dan keelokan Allah. Dzikir adalah melalui pancaran cahaya suci yang dipancarkan oleh keperkasaan dan keelokan Allah. Zikir pada tahap rahasia ialah melalui keghairahan (dzauk) yang diterima daripada pemerhatian rahasia suci itu. Dzikir pada bagian tersembunyi membawa seseorang kepada:
“Di tempat duduk yang haq, di sisi Raja
Agung yang sangat berkuasa”. (Surah Qamar, ayat 55).
Dzikir peringkat terakhir yang dipanggil khafi al-khafi – yang paling tersembunyi daripada yang tersembunyi – membawa seseorang kepada suasana fana diri sendiri dan penyatuan dengana yang haq. Dalam kenyataannya tiada sesuatu kecuali Allah yang mengetahui keadaan orang yang telah masuk ke dalam alam yang mengandung semua pengetahuan, kesudahan kepada semua dan segala perkara.
Dzikir peringkat terakhir yang dipanggil khafi al-khafi – yang paling tersembunyi daripada yang tersembunyi – membawa seseorang kepada suasana fana diri sendiri dan penyatuan dengana yang haq. Dalam kenyataannya tiada sesuatu kecuali Allah yang mengetahui keadaan orang yang telah masuk ke dalam alam yang mengandung semua pengetahuan, kesudahan kepada semua dan segala perkara.
“Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu,
maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi.” . (Surah
Ta Ha, ayat 7).
Bila seseorang telah melewati tahap dzikir-dzikir tersebut suasana jiwa yang berlainan seolah-olah roh lain lahir dalam diri seseorang. Roh ini lebih bersih dan lebih indah dari pada roh-roh yang lain. Ia adalah bayi kepada hati, bayi kepada hakikat. Ketika dalam bentuk benih bayi ini mengajak dan menarik orang lain untuk mencari dan menemui yang haq. Setelah ia lahir bayi ini mengajak orang lain supaya mendapatkaan Zat Allah Yang Maha Tinggi. Roh baru ini yang dinamakan bayi kepada hati dan juga benih serta keupayaannya tidak terdapat pada semua orang. Ia hanya terdapat pada orang mukmin yang bersih.
Bila seseorang telah melewati tahap dzikir-dzikir tersebut suasana jiwa yang berlainan seolah-olah roh lain lahir dalam diri seseorang. Roh ini lebih bersih dan lebih indah dari pada roh-roh yang lain. Ia adalah bayi kepada hati, bayi kepada hakikat. Ketika dalam bentuk benih bayi ini mengajak dan menarik orang lain untuk mencari dan menemui yang haq. Setelah ia lahir bayi ini mengajak orang lain supaya mendapatkaan Zat Allah Yang Maha Tinggi. Roh baru ini yang dinamakan bayi kepada hati dan juga benih serta keupayaannya tidak terdapat pada semua orang. Ia hanya terdapat pada orang mukmin yang bersih.
“ (Dialah) Yang Maha Tinggi
derajat-Nya, Yang mempunyai Arasy, Yang mengutus Jibril dengan (membawa)
perintah-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya,
supaya dia memperingatkan (manusia) tentang hari pertemuan (hari kiamat),
(Surah Mukmin/Ghofir, ayat 15).
Roh khusus ini diutus dari maqam Yang Maha Perkasa dan diletakkan di dalam alam maya yang nyata di mana sifat-sifat Pencipta menyata pada penciptaan, tetapi roh ini adalah kepunyaan alam yang haq. Ia tidak berminat dan tidak memperdulikan apa saja melainkan Zat Allah. Nabi s.a.w bersabda, “Dunia ini tidak disukai dan tidak dihajati oleh orang yang menginginkan akhirat. Akhirat pula tidak dihajati oleh orang yang menginginkan dunia, dan ia tidak akan diberi kepada mereka. Tetapi bagi roh yang mencari Zat Allah dunia dan akhirat tidak menarik perhatiannya” . Roh untuk yang haq. Orang yang memilikinya akan mencari, menemui dan bersama Tuhannya.
Apa saja yang kamu buat di sini, dhohir kamu mestilah menurut syari'at (jalan) yang lurus. Ia hanya mungkin dengan mengikuti dan mematuhi serta memelihara peraturan dan hukum agama. Untuk berbuat demikian seseorang haruslah menyadari, mengingati Allah malam dan siang, lahir dan batin, berterusan. Bagi mereka yang menyaksikan yang haq mengingati Allah adalah wajib sebagaimana perintah-Nya:
Roh khusus ini diutus dari maqam Yang Maha Perkasa dan diletakkan di dalam alam maya yang nyata di mana sifat-sifat Pencipta menyata pada penciptaan, tetapi roh ini adalah kepunyaan alam yang haq. Ia tidak berminat dan tidak memperdulikan apa saja melainkan Zat Allah. Nabi s.a.w bersabda, “Dunia ini tidak disukai dan tidak dihajati oleh orang yang menginginkan akhirat. Akhirat pula tidak dihajati oleh orang yang menginginkan dunia, dan ia tidak akan diberi kepada mereka. Tetapi bagi roh yang mencari Zat Allah dunia dan akhirat tidak menarik perhatiannya” . Roh untuk yang haq. Orang yang memilikinya akan mencari, menemui dan bersama Tuhannya.
Apa saja yang kamu buat di sini, dhohir kamu mestilah menurut syari'at (jalan) yang lurus. Ia hanya mungkin dengan mengikuti dan mematuhi serta memelihara peraturan dan hukum agama. Untuk berbuat demikian seseorang haruslah menyadari, mengingati Allah malam dan siang, lahir dan batin, berterusan. Bagi mereka yang menyaksikan yang haq mengingati Allah adalah wajib sebagaimana perintah-Nya:
“Maka hendaklah kamu ingat kepada Allah
sambil berdiri dan sambil duduk dan sambil (berbaring) atas rusuk-rusuk kamu” .
(Surah Nisaa', ayat 103).
"(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): ""Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." (Surah Imraan, ayat 191)
"(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): ""Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." (Surah Imraan, ayat 191)
BAB 9 : SYARAT MELAKUKAN DZIKIR
KITAB SIRRUL ASROR BAB 9
SYARAT MELAKUKAN DZIKIR
SYARAT MELAKUKAN DZIKIR
اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
Salah satu syarat menyediakan seseorang untuk berzikir ialah
berada di dalam keadaan berwuduk; basuh dan bersihkan tubuh badan dan sucikan
hati. Pada peringkat permulaan, supaya zikir itu berkesan, perlulah disebut
kuat-kuat akan perkataan dan ayat yang dijadikan zikir – kalimah tauhid,
sifat-sifat Allah. Bila perkataan tersebut diucapkan usahakan agar kamu berada
di dalam kesedaran (tidak lalai). Dengan cara ini hati mendengar ucapan zikir
dan diterangi oleh apa yang dizikirkan. Ia menerima tenaga dan menjadi hidup –
bukan sahaja hidup di dunia ini bahkan juga hidup abadi di akhirat.
“mereka tidak akan merasakan mati di dalamnya kecuali mati
di dunia. Dan Allah memelihara mereka dari azab neraka,”. (Surah Dukhaan, ayat
56).
Nabi s.a.w menceritakan bahawa keadaan orang mukmin yang mencapai yang haq melalui zikir, “Orang mukmin tidak mati. Mereka hanya meninggalkan hidup yang sementara ini dan pergi kepada kehidupan abadi”. Dan mereka lakukan di sana apa yang mereka lakukan dalam dunia. Nabi s.a.w bersabda, “Nabi-nabi dan orang-orang yang hampir dengan Allah terus beribadat di dalam kubur seperti yang mereka lakukan di dalam rumah mereka”. Ibadat yang dimaksudkan itu adalah penyerahan dan merendahkan diri rohani kepada Allah bukan sembahyang yang lima waktu sehari. Tawaduk yang di dalam diri, dengan diam, adalah nilai utama yang menunjukkan iman yang sejati.
Makrifat tidak dicapai oleh manusia dengan usaha, tetapi ia adalah anugerah dari Allah. Setelah dinaikkan kepada maqam tersebut orang arif menjadi akrab dengan rahsia-rahsia Allah. Allah membawa seseorang kepada rahasia-rahasia-Nya apabila hati orang itu hidup dan sadar dengan zikir atau ingatan kepada-Nya dan jika hati yang sadar itu bersedia menerima yang hak. Nabi s.a.w bersabda, “Mataku tidur tetapi hatiku jaga”.
Pentingnya memperoleh makrifat dan hakikat diterangkan oleh Nabi s.a.w,
“Jika seseorang berniat mempelajari dan beramal menurut keinginannya itu tetapi mati sebelum mencapai tujuannya, Allah melantik dua orang malaikat sebagai guru yang mengajarnya ilmu dan makrifat sampai ke hari kiamat. Orang itu dibangkitkan dari kuburnya sebagai orang arif yang telah memperolehi hakikat”.
Dua orang malaikat di sini menunjukkan roh Nabi Muhammad s.a.w dan cahaya cinta yang menghubungkan insan dengan Allah. Pentingnya niat dan kemauan selanjutnya diceritakan oleh Nabi s.a.w,
“Ramai yang berniat belajar tetapi mati ketika masih di dalam kejahilam tetapi mereka bangkit daripada kubur pada hari pembalasan sebagai orang arif. Ramai ahli ilmu dibangkitkan pada hari itu dalam keadaan rosak akhlak hilang segalanya dan jahil keseluruhannya”.
Mereka adalah orang-orang yang bermegah dengan ilmu mereka, yang menuntut ilmu karena muslihat duniawi dan berbuat dosa. Mereka diberi teguran:
Nabi s.a.w menceritakan bahawa keadaan orang mukmin yang mencapai yang haq melalui zikir, “Orang mukmin tidak mati. Mereka hanya meninggalkan hidup yang sementara ini dan pergi kepada kehidupan abadi”. Dan mereka lakukan di sana apa yang mereka lakukan dalam dunia. Nabi s.a.w bersabda, “Nabi-nabi dan orang-orang yang hampir dengan Allah terus beribadat di dalam kubur seperti yang mereka lakukan di dalam rumah mereka”. Ibadat yang dimaksudkan itu adalah penyerahan dan merendahkan diri rohani kepada Allah bukan sembahyang yang lima waktu sehari. Tawaduk yang di dalam diri, dengan diam, adalah nilai utama yang menunjukkan iman yang sejati.
Makrifat tidak dicapai oleh manusia dengan usaha, tetapi ia adalah anugerah dari Allah. Setelah dinaikkan kepada maqam tersebut orang arif menjadi akrab dengan rahsia-rahsia Allah. Allah membawa seseorang kepada rahasia-rahasia-Nya apabila hati orang itu hidup dan sadar dengan zikir atau ingatan kepada-Nya dan jika hati yang sadar itu bersedia menerima yang hak. Nabi s.a.w bersabda, “Mataku tidur tetapi hatiku jaga”.
Pentingnya memperoleh makrifat dan hakikat diterangkan oleh Nabi s.a.w,
“Jika seseorang berniat mempelajari dan beramal menurut keinginannya itu tetapi mati sebelum mencapai tujuannya, Allah melantik dua orang malaikat sebagai guru yang mengajarnya ilmu dan makrifat sampai ke hari kiamat. Orang itu dibangkitkan dari kuburnya sebagai orang arif yang telah memperolehi hakikat”.
Dua orang malaikat di sini menunjukkan roh Nabi Muhammad s.a.w dan cahaya cinta yang menghubungkan insan dengan Allah. Pentingnya niat dan kemauan selanjutnya diceritakan oleh Nabi s.a.w,
“Ramai yang berniat belajar tetapi mati ketika masih di dalam kejahilam tetapi mereka bangkit daripada kubur pada hari pembalasan sebagai orang arif. Ramai ahli ilmu dibangkitkan pada hari itu dalam keadaan rosak akhlak hilang segalanya dan jahil keseluruhannya”.
Mereka adalah orang-orang yang bermegah dengan ilmu mereka, yang menuntut ilmu karena muslihat duniawi dan berbuat dosa. Mereka diberi teguran:
“Dan
(ingatlah) hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (kepada mereka
dikatakan): ""Kamu telah menghabiskan rezekimu yang baik dalam
kehidupan duniawimu (saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya; maka pada
hari ini kamu dibalasi dengan azab yang menghinakan karena kamu telah menyombongkan
diri di muka bumi tanpa hak dan karena kamu telah fasik”. (Surah Ahqaaf, ayat
20).
Nabi s.a.w bersabda,
“Setiap amal bergantung pada niat. Niat dan tujuan orang beriman lebih baik dan bernilai pada pandangan Allah daripada amalannya. Niat orang yang tidak beriman lebih buruk daripada apa yang nyata dengan amalannya”.
Niat adalah asas amalan. Nabi s.a.w,
“Adalah baik membena kerja kebajikan di atas tapak yang baik, dan dosa adalah perbuatan yang dibina di atas tapak yang jahat”.
Nabi s.a.w bersabda,
“Setiap amal bergantung pada niat. Niat dan tujuan orang beriman lebih baik dan bernilai pada pandangan Allah daripada amalannya. Niat orang yang tidak beriman lebih buruk daripada apa yang nyata dengan amalannya”.
Niat adalah asas amalan. Nabi s.a.w,
“Adalah baik membena kerja kebajikan di atas tapak yang baik, dan dosa adalah perbuatan yang dibina di atas tapak yang jahat”.
“Barang
siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu
baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan
kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagian
pun di akhirat”. (Surah Syura, ayat 20).
Cara terbaik ialah mencari guru kerohanian yang akan membawa hati kamu hidup. Ini akan menyelamatkan kamu di akhirat. Ini adalah penting; ia mesti dilakukan segera ketika masih hidup. Dunia ini kebun akhirat. Orang yang tidak menanam di sini tidak boleh menuai di sana. Jadi, bercucuk tanamlah di dalam dunia ini dengan benih yang diperlukan untuk kesejahteraan hidup di sini dan juga di akhirat.
Cara terbaik ialah mencari guru kerohanian yang akan membawa hati kamu hidup. Ini akan menyelamatkan kamu di akhirat. Ini adalah penting; ia mesti dilakukan segera ketika masih hidup. Dunia ini kebun akhirat. Orang yang tidak menanam di sini tidak boleh menuai di sana. Jadi, bercucuk tanamlah di dalam dunia ini dengan benih yang diperlukan untuk kesejahteraan hidup di sini dan juga di akhirat.
رَبَّنَ
BAB 10: MENYAKSIKAN ALLAH SWT
KITAB SIRRUL ASROR BAB 10
MENYAKSIKAN ALLAH SWT
MENYAKSIKAN ALLAH SWT
اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
SAMPAI KEPADA MAQAM MELIHAT KENYATAAN ZAT YANG MAHA SUCI.
Melihat Allah ada dua jenis: Pertama melihat sifat keindahan Allah yang sempurna secara langsung di akhirat’ dan satu lagi melihat sifat-sifat ketuhanan yang dipancarkan ke atas cermin yang jernih kepunyaan hati yang tulen di dalam kehidupan ini. Dalam hal tersebut penyaksian kelihatan sebagai penzahiran cahaya keluar daripada keindahan Allah yang sempurna dan dilihat oleh mata hati yang hakiki.
“Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya.”. (Surah Najmi, ayat 11).
Mengenai melihat kenyataan Allah melalui perantaraan, Nabi s.a.w bersabda, “Yang beriman adalah cermin kepada yang beriman”. Yang beriman yang pertama, cermin dalam ayat ini, adalah hati yang beriman yang suci murni, sementara yang beriman kedua adalah Yang Melihat bayangan-Nya di dalam cermin itu, Allah Yang Maha Tinggi. Sesiapa yang sampai kepada makam melihat kenyataan sifat Allah di dalam dunia ini akan melihat Zat Allah di akhirat, tanpa rupa tanpa bentuk.
Kenyataan ini disahkan oleh Sayyidina Umar r.a dengan katanya, “Hatiku melihat Tuhanku dengan cahaya Tuhanku”. Saidina Ali r.a berkata, “Aku tidak menyembah Allah kecuali aku melihat-Nya”. Mereka berdua tentu telah melihat sifat-sifat Allah dalam kenyataan. Jika seseorang melihat cahaya matahari masuk melalui jendela dan dia berkata, “Aku melihat matahari”, dia bercakap benar.
Allah memberi gambaran yang jelas tentang kenyataan sifat-sifat-Nya:
Melihat Allah ada dua jenis: Pertama melihat sifat keindahan Allah yang sempurna secara langsung di akhirat’ dan satu lagi melihat sifat-sifat ketuhanan yang dipancarkan ke atas cermin yang jernih kepunyaan hati yang tulen di dalam kehidupan ini. Dalam hal tersebut penyaksian kelihatan sebagai penzahiran cahaya keluar daripada keindahan Allah yang sempurna dan dilihat oleh mata hati yang hakiki.
“Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya.”. (Surah Najmi, ayat 11).
Mengenai melihat kenyataan Allah melalui perantaraan, Nabi s.a.w bersabda, “Yang beriman adalah cermin kepada yang beriman”. Yang beriman yang pertama, cermin dalam ayat ini, adalah hati yang beriman yang suci murni, sementara yang beriman kedua adalah Yang Melihat bayangan-Nya di dalam cermin itu, Allah Yang Maha Tinggi. Sesiapa yang sampai kepada makam melihat kenyataan sifat Allah di dalam dunia ini akan melihat Zat Allah di akhirat, tanpa rupa tanpa bentuk.
Kenyataan ini disahkan oleh Sayyidina Umar r.a dengan katanya, “Hatiku melihat Tuhanku dengan cahaya Tuhanku”. Saidina Ali r.a berkata, “Aku tidak menyembah Allah kecuali aku melihat-Nya”. Mereka berdua tentu telah melihat sifat-sifat Allah dalam kenyataan. Jika seseorang melihat cahaya matahari masuk melalui jendela dan dia berkata, “Aku melihat matahari”, dia bercakap benar.
Allah memberi gambaran yang jelas tentang kenyataan sifat-sifat-Nya:
“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan
cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada
pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang
bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang
banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur
(sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat (nya), yang minyaknya (saja)
hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya
(berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki,
dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu. ”. (Surah Nuur,
ayat 35).
Perumpamaan dalam ayat ini adalah hati yang yakin penuh di kalangan orang yang beriman. Lampu yang menerangi bekas hati itu ialah hakikat atau intipati kepada hati, sementara cahaya yang dipancarkan ialah rahsia Tuhan, ‘roh sultan’. Kaca adalah lutsinar dan tidak memerangkap cahaya di dalamnya tetapi ia melindunginya sambil menyebarkannya kerana ia umpama bintang. Sumber cahaya adalah pohon Ilahi. Pohon itu adalah makam atau suasana keesaan, menjalar dengan dahan dan akarnya, memupuk prinsip-prinsip iman, berhubung tanpa perantaraan dengan bahasa yang asli.
Secara langsung, melalui bahasa yang asli itulah Nabi s.a.w menerima pembukaan al-Quran. Dalam kenyataan Jibrail membawa firman Tuhan hanya setelah firman tersebut diterima – ini adalah untuk faedah kita supaya kita boleh mendengarnya dalam bahasa manusia. Ini juga memperjelaskan siapakah yang tidak percaya dan munafik dengan memberi mereka peluang untuk menafikannya seperti mereka tidak percaya kepada malaikat.
Perumpamaan dalam ayat ini adalah hati yang yakin penuh di kalangan orang yang beriman. Lampu yang menerangi bekas hati itu ialah hakikat atau intipati kepada hati, sementara cahaya yang dipancarkan ialah rahsia Tuhan, ‘roh sultan’. Kaca adalah lutsinar dan tidak memerangkap cahaya di dalamnya tetapi ia melindunginya sambil menyebarkannya kerana ia umpama bintang. Sumber cahaya adalah pohon Ilahi. Pohon itu adalah makam atau suasana keesaan, menjalar dengan dahan dan akarnya, memupuk prinsip-prinsip iman, berhubung tanpa perantaraan dengan bahasa yang asli.
Secara langsung, melalui bahasa yang asli itulah Nabi s.a.w menerima pembukaan al-Quran. Dalam kenyataan Jibrail membawa firman Tuhan hanya setelah firman tersebut diterima – ini adalah untuk faedah kita supaya kita boleh mendengarnya dalam bahasa manusia. Ini juga memperjelaskan siapakah yang tidak percaya dan munafik dengan memberi mereka peluang untuk menafikannya seperti mereka tidak percaya kepada malaikat.
“Dan
sesungguhnya kamu benar-benar diberi Al Qur'an dari sisi (Allah) Yang Maha
Bijaksana lagi Maha Mengetahui.”. (Surah Naml, ayat
6).
Oleh kerana Nabi s.a.w menerima pembukaan sebelum Jibrail membawanya kepada baginda, setiap kali Jibrail membawa ayat-ayat suci itu Nabi s.a.w mendapatinya di dalam hatinya dan membacanya sebelum ayat itu diberikan. Inilah alasan bagi ayat:
Oleh kerana Nabi s.a.w menerima pembukaan sebelum Jibrail membawanya kepada baginda, setiap kali Jibrail membawa ayat-ayat suci itu Nabi s.a.w mendapatinya di dalam hatinya dan membacanya sebelum ayat itu diberikan. Inilah alasan bagi ayat:
“Maka Maha
Tinggi Allah Raja Yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa
membaca Al Qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah:
""Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan”. (Surah Ta Ha, ayat 114).
Keadaan ini menjadi jelas sewaktu Jibrail menemani Nabi s.a.w pada malam mikraj, Jibrail tidak terdaya untuk pergi lebih jauh daripada Sidratul Muntaha. Dia berkata, “Jika aku ambil satu langkah lagi aku akan terbakar”. Jibrail membiarkan Nabi s.a.w meneruskan perjalanan seorang diri.
Allah menggambarkan pokok zaitun yang diberkati, pokok keesaan, bukan dari timur dan bukan dari barat. Dalam lain perkataan ia tidak ada permulaan dan tidak ada kesudahan, dan cahayanya yang menjadi sumber tidak terbit dan tidak terbenam. Ia kekal pada masa lalu dan tiada kesudahan pada masa akan datang. Kedua-dua Zat Allah dan sifat-sifat-Nya adalah kekal abadi. Kedua-dua kenyataan Zat-Nya dan kenyataan sifat-Nya bergantung kepada Zat-Nya.
Penyembahan yang sebenar hanya boleh dilakukan apabila hijab yang menutup hati tersingkap agar cahaya abadi menyinarinya. Hanya selepas itu hati menjadi terang dengan cahaya Ilahi. Hanya selepas itu roh menyaksikan perumpamaan Ilahi itu.
Tujuan diciptakan alam maya adalah untuk ditemui khazanah rahsia itu. Allah berfirman melalui Rasul-Nya:
“Aku adalah Perbendaharaan Yang Tersembunyi. Aku suka dikenali lalu Aku ciptakan makhluk agar Aku dikenali”.
Ini bermakna Dia boleh dikenali di dalam dunia ini melalui sifat-sifat-Nya. Tetapi untuk melihat dan mengenali Zat-Nya sendiri hanyalah boleh terjadi di akhirat. Di sana melihat Allah adalah secara langsung sebagaimana yang Dia kehendaki dan yang melihatnya adalah mata bayi hati.
“Beberapa muka pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannya mereka melihat”. (Surah Qiamat, ayat 22 & 23).
Nabi s.a.w bersabda, “Aku melihat Tuhanku di dalam rupa jejaka tampan”. Mungkin ini adalah bayangan bayi hati. Bayangan adalah cermin. Ia menjadi alat untuk menzahirkan yang ghaib. Hakikat Allah Yang Maha Tinggi tidak menyerupai sesuatu samada bayangan atau bentuk. Bayangan adalah cermin, walaupun yang kelihatan bukanlah cermin dan bukan juga orang yang melihat ke dalam cermin. Fikirkan tentang itu dan cubalah memahaminya kerana ia adalah hakikat kepada alam rahsia-rahsia.
Tetapi semuanya berlaku pada makam sifat. Pada makam Zat semua kenyataan hilang, lenyap. Orang yang di dalam makam Zat itu sendiri lenyap tetapi mereka merasai zat itu dan tiada yang lain. Betapa jelas Nabi s.a.w menggambarkannya, “Aku daripada Allah dan yang beriman daripadaku”. Dan Allah berfirman melalui Rasul-Nya:
“Aku ciptakan cahaya Muhammad daripada cahaya Wujud-Ku sendiri”.
Maksud Wujud Allah adalah Zat-Nya Yang Maha Suci, menyata di dalam sifat-sifat-Nya Yang Maha Mengasihani. Ini dinyatakan-Nya melalui Rasul-Nya:
“Rahmat-Ku mendahului murka-Ku”.
Rasul yang dikasihi Allah adalah cahaya kebenaran sebagaimana Allah berfirman:
“Tidak Kami utuskan engkau melainkan menjadi rahmat kepada seluruh alam”. (Surah Anbiyaa’, ayat 107).
Keadaan ini menjadi jelas sewaktu Jibrail menemani Nabi s.a.w pada malam mikraj, Jibrail tidak terdaya untuk pergi lebih jauh daripada Sidratul Muntaha. Dia berkata, “Jika aku ambil satu langkah lagi aku akan terbakar”. Jibrail membiarkan Nabi s.a.w meneruskan perjalanan seorang diri.
Allah menggambarkan pokok zaitun yang diberkati, pokok keesaan, bukan dari timur dan bukan dari barat. Dalam lain perkataan ia tidak ada permulaan dan tidak ada kesudahan, dan cahayanya yang menjadi sumber tidak terbit dan tidak terbenam. Ia kekal pada masa lalu dan tiada kesudahan pada masa akan datang. Kedua-dua Zat Allah dan sifat-sifat-Nya adalah kekal abadi. Kedua-dua kenyataan Zat-Nya dan kenyataan sifat-Nya bergantung kepada Zat-Nya.
Penyembahan yang sebenar hanya boleh dilakukan apabila hijab yang menutup hati tersingkap agar cahaya abadi menyinarinya. Hanya selepas itu hati menjadi terang dengan cahaya Ilahi. Hanya selepas itu roh menyaksikan perumpamaan Ilahi itu.
Tujuan diciptakan alam maya adalah untuk ditemui khazanah rahsia itu. Allah berfirman melalui Rasul-Nya:
“Aku adalah Perbendaharaan Yang Tersembunyi. Aku suka dikenali lalu Aku ciptakan makhluk agar Aku dikenali”.
Ini bermakna Dia boleh dikenali di dalam dunia ini melalui sifat-sifat-Nya. Tetapi untuk melihat dan mengenali Zat-Nya sendiri hanyalah boleh terjadi di akhirat. Di sana melihat Allah adalah secara langsung sebagaimana yang Dia kehendaki dan yang melihatnya adalah mata bayi hati.
“Beberapa muka pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannya mereka melihat”. (Surah Qiamat, ayat 22 & 23).
Nabi s.a.w bersabda, “Aku melihat Tuhanku di dalam rupa jejaka tampan”. Mungkin ini adalah bayangan bayi hati. Bayangan adalah cermin. Ia menjadi alat untuk menzahirkan yang ghaib. Hakikat Allah Yang Maha Tinggi tidak menyerupai sesuatu samada bayangan atau bentuk. Bayangan adalah cermin, walaupun yang kelihatan bukanlah cermin dan bukan juga orang yang melihat ke dalam cermin. Fikirkan tentang itu dan cubalah memahaminya kerana ia adalah hakikat kepada alam rahsia-rahsia.
Tetapi semuanya berlaku pada makam sifat. Pada makam Zat semua kenyataan hilang, lenyap. Orang yang di dalam makam Zat itu sendiri lenyap tetapi mereka merasai zat itu dan tiada yang lain. Betapa jelas Nabi s.a.w menggambarkannya, “Aku daripada Allah dan yang beriman daripadaku”. Dan Allah berfirman melalui Rasul-Nya:
“Aku ciptakan cahaya Muhammad daripada cahaya Wujud-Ku sendiri”.
Maksud Wujud Allah adalah Zat-Nya Yang Maha Suci, menyata di dalam sifat-sifat-Nya Yang Maha Mengasihani. Ini dinyatakan-Nya melalui Rasul-Nya:
“Rahmat-Ku mendahului murka-Ku”.
Rasul yang dikasihi Allah adalah cahaya kebenaran sebagaimana Allah berfirman:
“Tidak Kami utuskan engkau melainkan menjadi rahmat kepada seluruh alam”. (Surah Anbiyaa’, ayat 107).
يٰأَهلَ الكِتٰبِ قَد جاءَكُم رَسولُنا يُبَيِّنُ لَكُم كَثيرًا مِمّا كُنتُم تُخفونَ مِنَ الكِتٰبِ وَيَعفوا عَن كَثيرٍ ۚ قَد جاءَكُم مِنَ اللَّهِ نورٌ وَكِتٰبٌ مُبينٌ
“Hai Ahli
Kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepadamu
banyak dari isi Al Kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula yang)
dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab
yang menerangkan.”. (Surah Maaidah, ayat 15).
Pentingnya utusan Allah yang dikasihi-Nya itu jelas dengan firman-Nya kepada baginda, “Jika tidak kerana engkau Aku tidak ciptakan makhluk”.
Pentingnya utusan Allah yang dikasihi-Nya itu jelas dengan firman-Nya kepada baginda, “Jika tidak kerana engkau Aku tidak ciptakan makhluk”.
BAB 11: TABIR CAHAYA DAN KEGELAPAN
اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
TABIR
CAHAYA DAN KEGELAPAN.
Allah berfirman:
Allah berfirman:
ا
“Dan barang siapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya
di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan
(yang benar).”. (Surah Al-Isra, ayat 72).
Bukan buta mata yang di kepala tetapi buta mata yang di hati yang menghalangi seseorang dari melihat cahaya hari akhirat. Firman Allah:
Bukan buta mata yang di kepala tetapi buta mata yang di hati yang menghalangi seseorang dari melihat cahaya hari akhirat. Firman Allah:
“Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi
yang buta, ialah hati yang di dalam dada”. (Surah Hajj, ayat 46).
Hati menjadi buta disebabkan oleh kelalaian, yang membuat seseorang lupa kepada Allah dan lupa kepada kewajiban mereka, tujuan mereka, ikrar mereka dengan Allah, ketika mereka masih berada di dalam dunia. Sebab utama kelalaian adalah kebodohan terhadap hakikat (kebenaran) undang-undang dan peraturan Tuhan. Apa yang menyebabkan seseorang itu tetap di dalam kebodohan ialah kegelapan yang menyeluruh menutupi seseorang dari luar dan sepenuhnya menguasai batinnya. Sebagian dari nilai-nilai itu yang mendatangkan kegelapan ialah sifat-sifat angkuh, sombong, megah, dengki, bakhil, dendam, bohong, mengumpat, fitnah dan lain-lain sifat keji. Sifat-sifat yang keji itulah yang merendahkan ciptaan Tuhan yang sangat mulia hingga jatuh kepada tahap yang paling rendah.
Untuk membebaskan seseorang dari kejahatan itu dia perlu menyucikan dan menyinarkan cermin hatinya. Penyucian ini dilakukan dengan mendapatkan pengetahuan, dengan beramal menurut pengetahuan itu, dengan usaha dan keberanian, melawan ego diri, menghapuskan yang banyak pada diri, mencapai keesaan. Perjuangan ini terus diperjuangkan hingga hati menjadi hidup dengan cahaya keesaan – dan dengan cahaya keesaan itu mata hati yang suci akan melihat hakikat sifat-sifat Allah di sekeliling dan pada dirinya.
Baru setelah itu kamu ingat akan kediaman kamu yang sebenarnya yang darinya kamu datang. Kemudian kamu akan ada rasa kerinduan dan keinginan untuk kembali kepada rumah kediaman yang sebenarnya itu, dengan pertolongan Yang Maha Mengasihani roh suci pada diri kamu akan menyatu dengan-Nya.
Bila sifat-sifat kegelapan terangkat, cahaya mengambil alih tempatnya dan orang yang memiliki mata rohani akan melihat. Dia mengenali apa yang dia lihat dengan cahaya nama-nama sifat Ilahiah. Kemudian dirinya dibanjiri oleh cahaya dan bertukar menjadi cahaya. Cahaya ini masih lagi hijab menutupi cahaya suci Zat, tetapi masanya akan sampai bila ini juga akan terangkat, yang tinggal hanya cahaya suci Zat itu sendiri.
Hati mempunyai dua mata, satu yang sempit dan satu lagi yang luas. Dengan mata yang sempit seseorang boleh melihat kenyataan sifat-sifat dan nama-nama Allah.
Penglihatan ini berterusan sepanjang perkembangan kerohaniannya. Mata yang luas melihat hanya kepada apa yang dijadikan kelihatan oleh cahaya keesaan dan yang esa. Hanya bila seseorang sampai kepada daerah maqom dengan Allah dia akan melihat, di dalam alam penghujung bagi kenyataan Zat Allah, Yang Esa dan yang Mutlak.
Bagi yang mencapai maqom-maqom ini ketika masih di dalam dunia, di dalam kehidupan ini kamu mestilah membersihkan diri kamu dari sifat-sifat keduniaan, yang ego dan keegoan. Jarak kamu mengembara di dalam kenaikan kamu ke arah makam-makam tersebut tergantung kepada sejauh mana kamu mengasingkan diri darihawa nafsu yang rendah dan ego diri kamu.
Pencapaian kamu kepada maqom yang kamu inginkan bukanlah seperti barang kebendaan sampai ke tempat kebendaan. Ia juga bukan ilmu yang membawa seseorang kepada sesuatu yang menjadi diketahui (dari tidak tahu), juga bukan pertimbangan yang memperoleh apa yang difikirkan, bukan juga khayalan yang menyatu dengan apa yang dikhayalkan. maqom yang kamu ingin capai ialah kesadaran tentang ketiadaan (kekosongan) kamu dari segala sesuatu kecuali Zat Allah. Pencapaian ini adalah perubahan suasana yang terjadi, bukan perubahan pada sesuatu yang nyata. Di sana tiada jarak, tiada dekat atau jauh, tiada kesampaian, tiada ukuran, tiada arah, tiada ruang.
Dia Maha Besar, segala puji untuk-Nya. Dia Maha Pengampun. Dia menjadi nyata dalam apa yang Dia sembunyikan darikamu. Dia menyatakan Diri-Nya sebagaimana Dia melabuhkan tirai di antara Dia dengan kamu. Pengenalan tentang Diri-Nya tersembunyi di dalam ketidak upayaan mengenali-Nya.
Jika ada di antara kamu yang sampai kepada cahaya yang diterangkan dalam buku ini, ketika kamu masih lagi berada di dalam dunia, buatlah muhasabah (hisab) terhadap diri kamu, buku catatan kamu tentang amalan kamu. Hanya di bawah cahaya, kamu boleh melihat apa yang kamu sudah buat dan sedang buat; buat perkiraan kamu. Kamu akan membaca buku catatan kamu di hadapan Tuhan kamu pada hari pembalasan. Itu adalah muktamad.
Di sana kamu tidak ada peluang menolaknya. Jika kamu lakukan di sini ketika kamu masih ada waktu, kamu akan termasuk ke dalam golongan yang diselamatkan. Jika tidak, azab dan siksa menjadi bagian kamu di akhirat. Hidup ini akan berakhir. Di sana ada azab di dalam kubur, ada hari pembalasan, ada neraka yang menimbang hingga dosa yang paling kecil dan kebaikan yang paling kecil. Kemudian ada jambatan yang lebih kecil dari rambut dan lebih tajam dari mata pedang, penghujungnya ialah taman, sementara di bawahnya ialah neraka yang penuh dengan kecelakaan, penderitaan, semuanya akan terbentang apabila kehidupan yang singkat ini berakhir.
Hati menjadi buta disebabkan oleh kelalaian, yang membuat seseorang lupa kepada Allah dan lupa kepada kewajiban mereka, tujuan mereka, ikrar mereka dengan Allah, ketika mereka masih berada di dalam dunia. Sebab utama kelalaian adalah kebodohan terhadap hakikat (kebenaran) undang-undang dan peraturan Tuhan. Apa yang menyebabkan seseorang itu tetap di dalam kebodohan ialah kegelapan yang menyeluruh menutupi seseorang dari luar dan sepenuhnya menguasai batinnya. Sebagian dari nilai-nilai itu yang mendatangkan kegelapan ialah sifat-sifat angkuh, sombong, megah, dengki, bakhil, dendam, bohong, mengumpat, fitnah dan lain-lain sifat keji. Sifat-sifat yang keji itulah yang merendahkan ciptaan Tuhan yang sangat mulia hingga jatuh kepada tahap yang paling rendah.
Untuk membebaskan seseorang dari kejahatan itu dia perlu menyucikan dan menyinarkan cermin hatinya. Penyucian ini dilakukan dengan mendapatkan pengetahuan, dengan beramal menurut pengetahuan itu, dengan usaha dan keberanian, melawan ego diri, menghapuskan yang banyak pada diri, mencapai keesaan. Perjuangan ini terus diperjuangkan hingga hati menjadi hidup dengan cahaya keesaan – dan dengan cahaya keesaan itu mata hati yang suci akan melihat hakikat sifat-sifat Allah di sekeliling dan pada dirinya.
Baru setelah itu kamu ingat akan kediaman kamu yang sebenarnya yang darinya kamu datang. Kemudian kamu akan ada rasa kerinduan dan keinginan untuk kembali kepada rumah kediaman yang sebenarnya itu, dengan pertolongan Yang Maha Mengasihani roh suci pada diri kamu akan menyatu dengan-Nya.
Bila sifat-sifat kegelapan terangkat, cahaya mengambil alih tempatnya dan orang yang memiliki mata rohani akan melihat. Dia mengenali apa yang dia lihat dengan cahaya nama-nama sifat Ilahiah. Kemudian dirinya dibanjiri oleh cahaya dan bertukar menjadi cahaya. Cahaya ini masih lagi hijab menutupi cahaya suci Zat, tetapi masanya akan sampai bila ini juga akan terangkat, yang tinggal hanya cahaya suci Zat itu sendiri.
Hati mempunyai dua mata, satu yang sempit dan satu lagi yang luas. Dengan mata yang sempit seseorang boleh melihat kenyataan sifat-sifat dan nama-nama Allah.
Penglihatan ini berterusan sepanjang perkembangan kerohaniannya. Mata yang luas melihat hanya kepada apa yang dijadikan kelihatan oleh cahaya keesaan dan yang esa. Hanya bila seseorang sampai kepada daerah maqom dengan Allah dia akan melihat, di dalam alam penghujung bagi kenyataan Zat Allah, Yang Esa dan yang Mutlak.
Bagi yang mencapai maqom-maqom ini ketika masih di dalam dunia, di dalam kehidupan ini kamu mestilah membersihkan diri kamu dari sifat-sifat keduniaan, yang ego dan keegoan. Jarak kamu mengembara di dalam kenaikan kamu ke arah makam-makam tersebut tergantung kepada sejauh mana kamu mengasingkan diri darihawa nafsu yang rendah dan ego diri kamu.
Pencapaian kamu kepada maqom yang kamu inginkan bukanlah seperti barang kebendaan sampai ke tempat kebendaan. Ia juga bukan ilmu yang membawa seseorang kepada sesuatu yang menjadi diketahui (dari tidak tahu), juga bukan pertimbangan yang memperoleh apa yang difikirkan, bukan juga khayalan yang menyatu dengan apa yang dikhayalkan. maqom yang kamu ingin capai ialah kesadaran tentang ketiadaan (kekosongan) kamu dari segala sesuatu kecuali Zat Allah. Pencapaian ini adalah perubahan suasana yang terjadi, bukan perubahan pada sesuatu yang nyata. Di sana tiada jarak, tiada dekat atau jauh, tiada kesampaian, tiada ukuran, tiada arah, tiada ruang.
Dia Maha Besar, segala puji untuk-Nya. Dia Maha Pengampun. Dia menjadi nyata dalam apa yang Dia sembunyikan darikamu. Dia menyatakan Diri-Nya sebagaimana Dia melabuhkan tirai di antara Dia dengan kamu. Pengenalan tentang Diri-Nya tersembunyi di dalam ketidak upayaan mengenali-Nya.
Jika ada di antara kamu yang sampai kepada cahaya yang diterangkan dalam buku ini, ketika kamu masih lagi berada di dalam dunia, buatlah muhasabah (hisab) terhadap diri kamu, buku catatan kamu tentang amalan kamu. Hanya di bawah cahaya, kamu boleh melihat apa yang kamu sudah buat dan sedang buat; buat perkiraan kamu. Kamu akan membaca buku catatan kamu di hadapan Tuhan kamu pada hari pembalasan. Itu adalah muktamad.
Di sana kamu tidak ada peluang menolaknya. Jika kamu lakukan di sini ketika kamu masih ada waktu, kamu akan termasuk ke dalam golongan yang diselamatkan. Jika tidak, azab dan siksa menjadi bagian kamu di akhirat. Hidup ini akan berakhir. Di sana ada azab di dalam kubur, ada hari pembalasan, ada neraka yang menimbang hingga dosa yang paling kecil dan kebaikan yang paling kecil. Kemudian ada jambatan yang lebih kecil dari rambut dan lebih tajam dari mata pedang, penghujungnya ialah taman, sementara di bawahnya ialah neraka yang penuh dengan kecelakaan, penderitaan, semuanya akan terbentang apabila kehidupan yang singkat ini berakhir.
BAB 12 : KEBAHAGIAAN KARENA AMAL SHOLEH
KITAB SIRRUL ASROR BAB 12
KEBAHAGIAAN KARENA AMAL SHOLEH
KEBAHAGIAAN KARENA AMAL SHOLEH
اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
Patut diketahui bahwa manusia termasuk pada salah satu dari dua
golongan, golongan pertama ialah yang berada dalam kedamaian, keimanan, bahagia
dalam melakukan ketaatan kepada Allah, sementara golongan kedua berada dalam
keadaan tidak selamat, keraguan dan kerisauan dalam keingkaran terhadap
peraturan Tuhan. Kedua nilai, ketaatan dan keingkaran, ada di dalam diri
seseorang. Jika kesucian, kebaikan dan keikhlasan lebih menguasai, sifat-sifat
mementingkan diri akan bertukar menjadi suasana kerohanian dan bagian diri yang
ingkar akan dikalahkan oleh bagian diri yang baik. Sebaliknya jika seseorang
mengikuti hawa nafsu yang rendah dan kesenangan ego dirinya, sifat-sifat ingkar
akan menguasai bagian diri yang satu lagi untuk menjadikannya ingkar dan jahat.
Jika kedua-dua sifat yang berlawanan itu sama-sama kuat diharapkan yang baik
itu boleh menang, sebagaimana yang dijanjikan:
Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala)
sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat maka
dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang
mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).(Surah An’aam, ayat 160).
Dan jika Allah kehendaki ditambah-Nya lagi ganjaran atas kebaikan.
Namun orang yang kebajikan dan kejahatannya sama banyak mesti lulus perbicaraan
pada hari pembalasan. Orang yang berhasil mengubah sifat mementingkan diri
kepada tidak mementingkan diri, hawa nafsu yang rendah kepada cita-cita
kerohanian, baginya tiada hisab, tiada catatan akan diberikan kepadanya. Dia
akan memasuki surga tanpa melalui huru hara hari kiamat.
Dan adapun orang-orang yang berat
timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan.. (Surah
Qari’ah, ayat 6 & 7).
Orang yang kejahatannya lebih berat daripada kebaikannya akan
dihukum menurut kadar kejahatannya. Kemudian dia dikeluarkan dari neraka, jika
dia beriman, dan akan masuk syurga.
Taat dan ingkar bermakna baik dan jahat. Kedua-dua ini ada dalam
diri seseorang manusia. Yang baik boleh berubah menjadi jahat dan yang jahat
boleh berubah menjadi baik. Nabi s.a.w bersabda,
“Orang yang kebaikan menguasainya menemui keselamatan, keimanan
dan kegembiraan dan menjadi baik. Orang yang kejahatannya lebih menguasai
kebaikan, dia menjadi ingkar dan jahat. Orang yang menyadari kesalahannya dan
bertaubat dan mengubah haluannya akan mendapati suasana ingkar akan bertukar
menjadi taat dan beribadat”.
Telah menjadi ketentuan bahwa baik dan jahat, kehidupan yang
diberkati bagi orang yang taat dan kesengsaraan bagi yang ingkar, adalah
keadaan yang setiap orang dilahirkan dengannya. Kedua-duanya tersembunyi di
dalam bakat atau keupayaan seseorang. Nabi s.a.w bersabda,
“Orang yang bertuah menjadi baik adalah baik ketika di dalam
kandungan ibunya, dan orang berdosa yang jahat adalah pendosa di dalam
kandungan ibunya”.
Begitulah keadaannya dan tiada siapa yang berhak berbicara mengenainya.
Urusan takdir bukan untuk dibicarakan. Jika dibiarkan perbincangan demikian ia
akan membawa kepada bid'ah dan kekufuran.
Lagipula tiada siapa boleh menjadikan takdir sebagai alasan untuk
membuang segala ikhtiar, semua perbuatan baik. Seseorang itu tidak boleh
mengatakan, ‘Jika aku ditakdirkan menjadi baik maka aku bersusah payah membuat
kebaikan sedangkan aku sudah diberkati’. Atau berkata, ‘Jika aku sudah
ditakdirkan menjadi jahat apa gunanya aku berbuat kebaikan’. Jelas sekali
pendirian demikian tidak benar. Tidak wajar mengatakan, ‘Jika keadaan aku sudah
ditakdirkan pada azali apa untung atau rugi yang aku harapkan dengan usahaku
sekarang’. Contoh yang baik diberikan kepada kita adalah perbandingan di antara
Adam a.s dengan iblis yang dilaknat. Iblis meletakkan kesalahan kepada takdir,
yang menyebabkan dia menjadi derhaka, maka dia menjadi kafir dan dibuang jauh
daripada keampunan dan kehampiran Tuhan. Adam a.s mengakui kesilapannya dan
memohon keampunan, menerima keampunan dari Allah dan diselamatkan.
Menjadi kewajiban bagi orang Islam yang beriman untuk tidak coba
memahami sebab-sebab yang tersimpan di dalam takdir. Orang berbuat demikian
akan menjadi keliru dan tidak mendapat apa-apa melainkan keraguan. Bahkan dia
mungkin kehilangan keyakinan. Orang yang beriman mestilah mempercayai kepada
kebijaksanaan Allah yang mutlak. Segala yang manusia lihat terjadi pada dirinya
di dalam dunia ini mesti ada alasan tetapi alasan itu bukan untuk difahami
melalui lojik manusia karena ia berdasarkan kebijaksanaan Tuhan. Di dalam
kehidupan ini bila kamu temui pencacian terhadap Tuhan, kemunafikan,
keingkaran, penipuan dan lain-lain yang jahat, jangan biarkan perkara-perkara
tersebut menggoncangkan iman kamu.
Ketahuilah Allah Yang Maha Tinggi dengan kebijaksanaan mutlak
bertanggungjawab kepada semua perkara dan Dia lakukan apa yang kelihatan
sebagai tidak baik sebagai menyatakan kekuasaan-Nya yang mutlak. Penampakan
kekuasaan yang demikian mungkin menyebabkan ada orang yang tidak bertahan dan
menganggapnya sebagai tidak baik tetapi ada rahasia besar di sebaliknya yang
tiada makhluk yang tahu melainkan Rasulullah s.a.w. Ada kisah orang arif berdoa
kepada Tuhannya, “Wahai Yang Maha Suci, semua telah diatur oleh Engkau.
Takdirku adalah kepunyaan-Mu. Ilmu yang Engkau letakkan padaku adalah
milik-Mu”. Ketika itu dia mendengar jawaban tanpa suara tanpa sepatah
perkataan, keluar dari dalam dirinya mengatakan, “Wahai hamba-Ku. Segala yang
engkau katakan adalah kepunyaan Yang Maha Esa dan dalam keesaan. Ia bukan milik
hamba-hamba”. Hamba yang beriman itu berkata, “Wahai Tuhanku, aku telah
menzalimi diriku, aku bersalah, aku berdosa”. Selepas pengakuan itu sekali lagi
dia mendengar dari dalam dirinya, “Dan Aku mempunyai keampunan terhadap dirimu.
Aku telah hapuskan kesalahan-kesalahan kamu, Aku telah ampuni kamu”.
Biar mereka yang beriman tahu dan bersyukur yang segala kebaikan
yang mereka lakukan bukanlah dari mereka tetapi melalui mereka, kejayaan
datangnya dari Pencipta. Bila mereka bersalah biar mereka tahu bahawa kesalahan
mereka datangnya dari diri mereka sendiri, kepunyaan mereka dan mereka boleh
bertaubat. Kesalahan datangnya dari keegoan mereka yang batil. Jika kamu
memahami ini dan mengingatinya kamu termasuk ke dalam golongan yang disebut
Allah:
Dan (juga) orang-orang yang
apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat
akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang
dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan
perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.Mereka itu balasannya ialah
ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai,
sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang
beramal.. (Surah Imraan, ayat 135 & 136).
Adalah baik bagi orang yang beriman mengakui yang dirinya
sendirilah puncak semua kesalahan dan dosanya. Itulah yang akan
menyelamatkannya. Itu lebih baik dan lebih benar daripada meletakkan kesalahan
dirinya kepada Yang Maha Perkasa, Maha Kuasa, Pencipta semua perkara.
Bila Nabi s.a.w bersabda, “Telah diketahui bila seseorang itu
berada di dalam kandungan ibunya dia akan menjadi baik atau pendosa”
baginda maksudkan ‘dalam kandungan ibu’ itu adalah empat anasir yang melahirkan
semua kekuatan atau tenaga dan kebolehan lahiriah. Dua daripada anasir tersebut
adalah tanah dan air yang bertanggungjawab kepada pertumbuhan keyakinan dan
pengetahuan, melahirkan kehidupan dan lahir dalam hati sebagai tawaduk
(kerendahan diri). Dua anasir lain ialah api dan angin yang bertentangan dengan
tanah dan air – membakar, membinasa, membunuh. Kudrat Tuhan yang menyatukan anasir-anasir
yang berlawanan dan berbeza menjadi satu. Bagaimana air dan api bisa bersama?
Bagaimana cahaya dan kegelapan bisa terkandung di dalam awan?
Dia-lah Tuhan yang memperlihatkan
kilat kepadamu untuk menimbulkan ketakutan dan harapan, dan Dia mengadakan awan
mendung.Dan guruh itu bertasbih dengan memuji Allah, (demikian pula) para
malaikat karena takut kepada-Nya, dan Allah melepaskan halilintar, lalu
menimpakannya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan mereka berbantah-bantahan
tentang Allah, dan Dia-lah Tuhan Yang Maha keras siksa-Nya.
. (Surah ar-Ra’d, ayat 12 & 13).
. (Surah ar-Ra’d, ayat 12 & 13).
Satu hari wali Allah Yahya bin Mua’adh ar-Razi ditanya, “Bagaimana mengenali Allah?’ Dia menjawab, “Melalui gabungan yang bertentangan”.
Pertentangan termasuk pada, dan sebenarnya keperluan bagi,
memahami sifat-sifat Allah. Dengan menghadapkan diri kepada hakikat Ilahi
seseorang menjadi cermin yang membalikkan kebenaran itu, juga sifat Yang Maha
Perkasa dibalikkan. Dalam diri manusia terkandung seluruh alam maya. Sebab itu
dia dipanggil penggabung yang banyak. Allah menciptakan manusia dengan dua
tangan-Nya, tangan kemurahan-Nya dan tangan keperkasaan-Nya, keperkasaan dan
kekuasaan. Jadi, manusia adalah cermin yang menunjukkan kedua-dua belah, yang
kasar serta tebal dan yang halus serta indah.
Semua nama-nama Ilahi nyata pada manusia. Semua makhluk yang lain
hanya sebelah saja. Allah menciptakan iblis dan keturunannya dengan sifat
kekerasan-Nya. Dia ciptakan malaikat dengan sifat kemurahan-Nya. Nilai-nilai
kesucian dan kebaktian yang berterusan terkandung dalam kejadian malaikat,
sementara iblis dan keturunannya yang diciptakan dengan sifat kekerasan-Nya,
mempunyai nilai kejahatan, kerana itu iblis menjadi takabur, dan bila Allah
perintahkan sujud kepada Adam dia ingkar.
Oleh kerana manusia mempunyai kedua-dua ciri alam tinggi dan
rendah, dan Allah telah memilih utusan-utusan dan wali-wali-Nya dari kalangan
manusia, mereka tidak bebas daripada kesilapan. Nabi-nabi dipelihara dari
dosa-dosa besar tetapi kekhilapan kecil harus berlaku pada mereka. Wali-wali
pula tidak terjamin dipelihara daripada dosa tetapi adalah dikatakan wali-wali
itu hampir dengan Tuhan, mencapai makam kesempurnaan, mereka masuk ke bawah
perlindungan Tuhan dari dosa-dosa besar.
Syaqiq al-Baqi berkata, “Terdapat lima tanda kebenaran: perangai
yang lemah lembut dan lembut hati, menangis kerana menyesal, mengasingkan diri
dan tidak peduli tentang dunia, tidak bercita-cita tinggi, dan memiliki rasa
hati (gerak hati atau intuisi). Tanda-tanda pendosa juga lima; keras hati,
mempunyai mata yang tidak pernah menangis, mencintai dunia dan kesenangannya,
bercita-cita tinggi, tidak bermalu dan tidak ada rasa atau gerak hati”.
Nabi s.a.w meletakkan empat nilai pada orang yang baik-baik,
“Boleh dipercayai dan menjaga apa yang diamanahkan kepadanya dan
mengembalikannya. Menepati janji. Bercakap benar, tidak berbohong. Tidak kasar
dalam perbincangan dan tidak menyakitkan hati orang lain”. Baginda s.a.w juga
memberitahu empat tanda pendosa, “Tidak boleh dipercayai dan merosakkan
amanah yang diberikan kepadanya, mungkir janji, menipu, suka bertengkar, memaki
apabila berbincang dan menyakitkan hati orang lain”. Seterusnya pendosa
tidak dapat memaafkan kawan-kawannya. Ini tanda tiada iman kerana kemaafan
menjadi tanda utama orang beriman. Allah memerintahkan rasul-Nya:
“Berilah maaf, dan suruhlah mereka (manusia) berbuat kebaikan, dan berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh”.
Perintah ‘maafkanlah’ bukan hanya tertuju kepada Rasulullah s.a.w
seorang sahaja. Ia mengenai semua orang dan tentu sahaja termasuk mereka yang
beriman dengan Rasulullah s.a.w. Perkataan ‘maafkanlah’ bermakna jadikan tabiat
memafkan, jadikan sifat atau peribadi. Siapa yang ada sifat pemaaf menerima
satu daripada nama-nama Allah – ar-Rauf – Yang Memaafkan. “Barangsiapa
memaafkan dan membereskan maka ganjarannya (adalah) atas (tanggungan) Allah”. (Surah
Syura, ayat 40).
Ketahuilah ketaatan kepada Allah bertukar menjadi ingkar,
kejahatan dan dosa menjadi kebaikan, tidak berlaku dengan sendiri, tetapi
dengan rangsangan, pengaruh, tindakan serta usaha diri sendiri. Nabi s.a.w
bersabda, “Semua anak dilahirkan muslim. Ibu bapaknya yang menjadikannya
Yahudi, Nasrani atau Majusi”. Setiap orang ada bakat untuk menjadi baik atau
jahat, boleh memiliki sifat-sifat baik dan buruk dalam masa yang sama. Jadi,
adalah salah menghukum seseorang atau sesuatu sebagai sepenuhnya baik atau
buruk. Tetapi benar jika dikatakan seseorang itu lebih banyak kebaikannya
daripada kejahatannya ataupun sebaliknya.
Ini bukan bermakna manusia masuk syurga tanpa amalan baik, juga
bukan dia dihantar ke neraka tanpa amalan buruk. Berfikir cara demikian
bertentangan dengan prinsip Islam. Allah menjanjikan syurga kepada
hamba-hamba-Nya yang beriman dan beramal salih dan diancam-Nya orang-orang yang
berdosa dengan azab neraka.
Barangsiapa yang mengerjakan
amal saleh, maka itu adalah untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa yang
mengerjakan kejahatan, maka itu akan menimpa dirinya sendiri, kemudian kepada
Tuhanmulah kamu dikembalikan (Surah
Jaasiaah, ayat 15).
Pada hari ini tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang
diusahakannya. Tidak ada yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allah amat
cepat hisabnya.
(Surah Mukmin, ayat 17).
Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu
kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat
apa-apa yang kamu kerjakan.
. (Surah Baqaraah, ayat 110).
BAB 13 : TENTANG KATA SUFI
KITAB SIRRUL ASROR BAB 13
TENTANG KATA SUFI
TENTANG KATA SUFI
اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ
اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ
اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
Ada
satu golongan yang dikenal sebagai sufi. Empat tafsiran diberikan kepada
istilah sufi. Ada yang melihatnya pada keadaan dzahir mereka memakai baju bulu
yang kasar. Bulu dalam bahasa Arab ialah suf. Dari perkataan ini mereka dipanggil
sufi. Yang lain melihat kepada kehidupan mereka yang bebas dari urusan dunia
ini serta kedamaian dan ketenteraman mereka, keadaan yang sesuai dengan bahasa
Arab safa. Dari perkataan safa itu timbul istilah sufi. Yang lain pula
memandang lebih mendalam, kepada hati mereka yang suci murni dan bebas dari apa
saja kecuali Zat Allah. Dalam bahasa Arab safi berarti kesucian hati dan dari
perkataan itu dikatakan timbul istilah sufi. Yang lain memanggil mereka sufi
karena mereka hampir dengan Allah dan akan berdiri di barisan pertama di
hadapan Allah pada hari kiamat. Safi dalam bahasa Arab bermakna barisan.
Terdapat
empat alam, empat dunia.
Pertama ialah alam atau dunia
jasad - tanah, air, api dan angin merupakan jirim dalam alam ini.
Kedua ialah alam makhluk
rohani - malaikat, jin, mimpi dan kematian, ganjaran Allah - taman surga dan
keadilan Allah - tujuh neraka.
Ketiga ialah alam huruf,
nama-nama indah bagi sifat-sifat Allah, dan Loh Tersembunyi (Loh Mahfuz) yang
menjadi sumber kepada perintah-perintah Allah.
Keempat ialah alam Zat Allah
Yang Maha Suci, alam yang tidak boleh digambarkan atau diuraikan karena pada
alam ini atau tahap ini tidak ada perkataan, nama-nama, sifat-sifat atau
persamaan. Tiada siapa kecuali Allah mengetahuinya.
Terdapat
pula empat jenis ilmu.
Pertama
ilmu
tentang peraturan-peraturan Allah, dan berhubung dengan aspek lahir kehidupan
dunia ini.
Kedua ialah ilmu kerohanian,
pengetahuan batin tentang sebab dan akibat.
Ketiga ialah ilmu tentang
jiwa, roh, mengenal diri dan melaluinya pengetahuan tentang ketuhanan .
Keempat ilmu tentang kebenaran
atau hakikat.
Roh
juga ada empat jenis, roh kebendaan, roh yang arif, roh yang memerintah (roh
sultan) dan roh kudus (roh suci).
Yang
zahir, kenyataan bagi Pencipta, juga ada empat jenis.
Pertama ialah kenyataan di
dalam rupa, bentuk, warna.
Kedua ialah kenyataan
perbuatan dan tindak balas dalam perkara yang berlaku.
Ketiga ialah kenyataan dalam
sifat-sifat, bakat-bakat, perangai-perangai sesuatu.
Keempat
kenyataan
bagi zat-Nya.
Akal
atau daya menimbang juga ada empat jenis: akal yang menguruskan soal-soal
kehidupan duniawi, akal yang menimbang dan memikirkan soal-soal akhirat, akal
bagi roh yang bertugas dalam bidang makrifat dan akhirnya akal yang meliputi.
Perkara
yang dibincangkan juga ada empat jenis. Empat jenis ilmu, empat jenis roh,
empat jenis penzahiran (kenyataan) dan empat jenis akal.
Ada
orang yang berada pada tahap pertama ilmu, roh, kenyataan dan akal. Mereka
adalah penghuni surga pertama yang dipanggil surga yang menjadi tempat kembali
yang mensejahterakan, yaitu surga keduniaan. Mereka yang berada pada tahap
kedua ilmu, roh, kenyataan dan akal tergolong ke dalam surga yang lebih tinggi,
taman kesukaan dan kesenangan kurnia Allah kepada makhluk-Nya, surga di dalam
alam malaikat.. Sebagian manusia yang mencapai tahap ketiga ilmu, roh,
kenyataan dan akal (makrifat) berada di dalam surga peringkat ketiga, surga
langit-langit, surga nama-nama dan sifat-sifat Ilahi dalam alam ketauhidan.
Namun,
mereka yang mencari dan terikat dengan ganjaran Allah, walaupun surga, tidak
dapat melihat hakikat kebenaran dalam diri mereka dan dalam benda-benda di
sekeliling mereka. Mereka yang arif, yang mencari hakikat, mereka yang mencapai
suasana sebenar sufi, suasana keinginan menyeluruh - tidak inginkan sesuatu apa
pun kecuali Allah, berhajat kepada Allah saja - meninggalkan segala-galanya dan
tidak mencari apa-apa kecuali yang HAQ. Mereka temui apa yang mereka cari dan
masuk ke dalam alam yang haq, dan kehampiran dengan Allah, dan hidup
semata-mata kerana Zat Allah, tidak kerana yang lain.
Ini
sesuai dengan perintah Allah, "Carilah
keselamatan dengan Allah" dan ikut nasihat Nabi s.a.w, "Kedua-duanya, dunia dan akhirat terlarang bagi
orang yang mencintai Allah". Nabi s.a.w tidak bermaksud
mengharamkan dunia akhirat, Apa yang baginda maksudkan ialah orang yang
berkehendak menemui Allah lebih dekat, keinginan hawa nafsunya, egonya, kasih
sayang dan cita-citanya kepada dunia dan akhirat, harus dihilangkan.
Pencari
yang haq memberi alasan: Dunia ini adalah ciptaan dan kita juga ciptaan. Semua
yang dicipta berhajat kepada Pencipta. Bagaimana mungkin yang berhajat meminta
kepada yang berhajat juga. Apa lagi jalan bagi yang diciptakan kecuali mencari
Pencipta.
Allah
berfirman melalui Rasul-Nya, "Kecintaan-Ku,
Wujud-Ku, adalah kecintaan mereka kepada-Ku".
Nabi
s.a.w bersabda, "Keadaanku yang sangat
berhajat, kemiskinanku, adalah kemegahanku".
Keadaan
yang sangat berhajat dan kecintaan kepada Allah menjadi asas kepada pencarian
sufi. Keadaan kemiskinan yang menjadi kebanggaan Nabi s.a.w bukanlah kekurangan
sesuatu berbentuk keduniaan atau kebendaan. Ia adalah pelepasan segala-galanya
kecuali keinginan kepada Zat Allah. Ia adalah segala sesuatu- bukan saja yang di
dalam dunia ini, malah yang dijanjikan di akhirat juga - dan lantaran itu
suasana berhajat sepenuhnya untuk dipersembahkan kepada Allah.
Inilah
keadaan yang membawa seseorang kepada kekosongan atau ketiadaan diri, lenyap di
dalam zat Allah. Ia adalah mengosongkan diri seseorang dari apa saja kecuali
cinta Allah. Kemudian hati menjadi bernilai atau layak untuk menerima janji
Allah, "Aku tidak dapat dimuat oleh langit
dan bumi tetapi mampu dimuat oleh hati hamba-hamba-Ku yang beriman".
Hamba
yang beriman adalah yang melepaskan apa saja kecuali Yang Esa dari hatinya.
Bila hati sudah disucikan, Allah melapangkannya dan memuatkan Diri-Nya ke
dalamnya. Abu Yazid Al- Bustami menggambarkan keluasan hatinya dengan
katanya, "Jika segala yang maujud di dalam dan di sekeliling arasy,
keluasan semua ciptaan Allah, diletakkan di penjuru hati manusia sempurna dia
tidak akan merasai beratnya".
Begitulah
keadaan kekasih Allah. Kasihilah mereka dan setia selalu bersama mereka karena
yang mencintai akan bersama-sama yang dicintai pada hari akhirat nanti. Tanda
kecintaan itu ialah mencari kehadiran bersama-sama mereka, berkehendak
mendengar perkataan mereka, dan dengan pandangan serta perkataan mereka, dapat
merasakan kerinduan terhadap Allah Yang Maha Tinggi.
Allah
berfirman melalui Nabi-Nya, "Aku merasakan
kerinduan para hamba-Ku yang beriman, yang baik-baik, hamba yang sejati,
terhadap Diri-Ku dan Aku juga merindukan mereka".
Kekasih
Allah kelihatan berbeda dari orang lain, kelakuan dan tindakan mereka juga
berbeda. Pada peringkat permulaan, ketika masih baru, tindakan mereka kelihatan
seimbang antara baik dengan buruk. Bila mereka maju lagi dan sampai kepada
peringkat pertengahan, perbuatan mereka penuh dengan manfaat. Dalam semua hal
kebaikan yang keluar melalui mereka bukan saja dalam ketaatan mereka mematuhi
perintah Allah dan peraturan agama, tetapi juga dalam perbuatan yang
mengandungi puncak kebahagiaan dan bersinar dengan cahaya kepada maksud bagi
yang zahir.
Mereka
seolah-olah dipakaikan dengan pakaian dari cahaya yang berwarna warni yang
memancar dari mereka menurut makam (tingkatan) mereka.
Apabila
mereka dapat mengalahkan ego mereka dan kejahatan nafsu yang rendah dengan
berkat kalimah tauhid "La ilaha illa Llah" dan sampai kepada
kewujudan yang bisa membedakan antara yang haq dengan yang batil, yang benar
dengan yang salah, cahaya biru langit memancar keluar dari mereka.
Bila
dalam peringkat tersebut, dengan pertolongan dan ilham dari Allah, mereka
berpindah sepenuhnya ke dalam kebaikan dan meninggalkan kejahatan
keseluruhannya, cahaya merah membungkus atau membaluti mereka.
Dengan
berkata nama Allah - HU - nama itu tiada yang lain kecuali yang haq dapat
menceritakannya, mereka sampai kepada peringkat dipersucikan dari segala
sifat-sifat keji dan perbuatan jahat dan menemui suasana tenang dan aman,
kemudian cahaya hijau keluar dari mereka.
Bila
semua ego dan keinginan, bila semua kehendak diri sendiri dihapuskan melalui
berkat HAQ, yang sebenarnya, dan bila mereka menyerahkan kehendak mereka kepada
kehendak Allah dan ridha dengan apa juga yang datang dari-Nya, warna mereka
berubah menjadi cahaya putih.
Inilah
gambaran orang-orang sufi dari peringkat permulaan mereka di dalam perjalanan
sampailah kepada peringkat pertengahan. Tetapi seseorang yang sampai kepada
perbatasan peringkat ini tidak mempunyai bentuk atau warna. Dia menjadi
seolah-olah sinaran cahaya matahari. Cahaya matahari tidak berwarna. Sufi yang sampai
kepada makam yang paling tinggi tidak mempunyai kewujudan untuk membalikkan
cahaya atau warna. Jika ada, warnanya ialah hitam, yang menyerap semua warna.
Inilah tanda keadaan fana.
Orang
ramai yang melihat kepadanya, keadaan yang tiada warna ini, kelihatan gelap,
menjadi tabir menutupi cahaya makrifat yang dia miliki, seperti malam menutupi
sinaran matahari. Allah berfirman: An-Naba: 10 - 11
ا
"Dan Kami jadikan malam itu (sebagai) pakaian. Dan Kami jadikan siang itu tempat penghidupan". (Surah Nabaa, ayat 10 & 11).
Bagi
mereka yang sampai kepada hakikat atau intisari akal dan ilmu, ada tanda dalam
ayat di atas.
Mereka
yang sampai kepada kebenaran (hakikat) ketika di dalam dunia ini merasakan
seolah-olah di penjarakan di sini di dalam bilik kurungan di bawah tanah yang
gelap. Mereka menghabiskan hidup mereka di dalam kesusahan dan kesengsaraan.
Mereka menanggung kesusahan yang besar, tekanan-tekanan keadaan, di dalam dunia
yang gelap sepenuhnya.
Nabi
s.a.w bersabda, "Dunia ini adalah penjara bagi orang beriman".
Seperti yang baginda s.a.w kabarkan percubaan yang paling besar menimpa para
nabi, kemudian yang hampir dengan Allah, kemudian dengan kadar menurun
mengikuti kadar seseorang itu mau menghampiri Allah. Jadi, adalah
sesuai bagi sufi memakai pakaian hitam dan mengikat serban hitam di kepalanya,
karena ia adalah pakaian orang yang bersedia menempuh kesusahan dan kesakitan
di dalam perjalanan ini.
Di
dalam kenyataan, hitam adalah pakaian paling sesuai bagi mereka yang berkabung
kerana kehilangan kemanusiaan dan kewujudan diri mereka. Ramai manusia yang
kehilangan anugerah yang berharga karena kecuaian, sesuai hanya untuk
kemanusiaan, bagi mereka yang sedar, bagi yang bisa melihat kebenaran, enggan
itu membunuh kehidupan abadi dengan tangan mereka sendiri. Membuang kasih Ilahi
yang kerinduan di dalam hati mereka, memisahkan diri mereka enggan roh suci,
mereka hilang kesempatan untuk kembali kepada asal mereka, kepada
penyebab.
Walaupun
mereka tidak mengetahuinya, merekalah yang menderita bala yang paling besar.
Jika mereka sadar yang mereka sudah kehilangan segala nikmat akhirat, kehidupan
abadi, mereka tentunya memakai pakaian hitam, pakaian berkabung. Janda yang
kematian suami berkabung selama empat bulan sepuluh hari. Ini adalah berkabung
karena kehilangan sesuatu di dalam dunia. Orang yang kehilangan kebaikan hidup
yang abadi seharusnya berkabung secara abadi juga.
Nabi
s.a.w bersabda, "Mereka yang ikhlas senantiasa berada di tepi bahaya
besar". Betapa tepat gambaran ini mengenai orang yang terpaksa berjalan
berjingkit-jingkit dengan penuh kewaspadaan! Tetapi inilah suasana sufi yang
meninggalkan kewujudan dirinya dan berada di dalam alam fana. Kefakirannya
terhadap dunia ini yang ditinggalkannya dan hajatnya yang penuh kepada Allah
sangat besar, dan dia melepasi kemanusiaan sebagai keindahan yang sangat lebih.
Mereka
yang memperoleh penyaksian kepada yang haq, setelah menyaksikan keindahan
kebenaran itu, tidak ingin melihat yang lain lagi. Mereka tidak boleh melihat
kecintaan dan kerinduan kepada apa saja. Bagi mereka, Allah jualah yang menjadi
yang dikasihi, hanya Dia yang wujud. Begitulah keadaan mereka di dalam
kedua-dua alam. Itulah satu-satunya prinsip mereka. Akhirnya mereka menjadi
insan, dan Allah ciptakan insan supaya mengenali-Nya, supaya mencapai Zat-Nya.
Menjadi
kewajiban bagi setiap orang untuk mencari dan mengenali atau mengetahui tujuan
dia diciptakan dan menghayati maksud tujuan tersebut, kewajiban yang mereka
tanggung di dalam dunia ini dan di akhirat, supaya mereka tidak habiskan usia
mereka di dalam kerugian, agar mereka tidak menyesal selama-lamanya di akhirat
- dibungkus, lemas di dalam kerinduan yang akan mereka sedari akhirnya di dalam
penyesalan yang abadi.
ة
BAB 14: PENYUCIAN DIRI
KITAB SIRRUL ASROR BAB 14
PENYUCIAN DIRI
PENYUCIAN DIRI
اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ
اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ
اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
Dua jenis penyucian:
Pertama zahir, ditentukan oleh peraturan agama (Syari'at) dan dilakukan dengan
membasuh tubuh badan dengan air yang bersih. Keduanya ialah penyucian batin,
dengan menyadari kekotoran di dalam diri, menyadari dosanya dan bertaubat
dengan ikhlas. Penyucian batin memerlukan perjalanan kerohanian dan dibimbing
oleh guru kerohanian.
Menurut hukum dan
peraturan agama, seseorang menjadi tidak suci dan wudlu menjadi batal jika
keluar sesuatu dari rongga badan. Ini perlu diperbarui dengan wudlu. Dalam hal
keluar mani dan darah haid mandi wajib diperlukan. Dalam hal lain, bagian tubuh
yang terdedah - tangan, lengan, muka dan kaki - mesti dibasuh.
Mengenai pembaharuan
wudlu Nabi s.a.w bersabda, "Pada setiap
pembaruan wudlu Allah perbarui kepercayaan hamba-Nya yang cahaya iman digilap
dan memancar dengan lebih bercahaya". Dan, "Mengulangi bersuci dengan wudlu adalah cahaya di
atas cahaya".
Kesucian batin juga
bisa hilang, mungkin lebih kerap daripada kesucian dzahir, dengan sifat buruk,
buruk perbuatan dan sifat yang merusakkan seperti sombong, takabur, menipu,
mengumpat, fitnah, dengki dan marah. Perbuatan secara sadar dan tidak sadar
memberi kesan kepada roh: mulut yang memakan makanan haram, bibir yang
berdusta, telinga yang mendengar umpatan dan fitnah, tangan yang memukul, kaki
yang membawa kepada kejahatan. Zina, yang juga satu dosa, bukan saja dilakukan
dengan alat kelamin. Nabi s.a.w bersabda, "Mata
juga berzina".
Bila kesucian batin
ditanamkan demikian dan wudlu kerohanian batal, membarui wudlu demikian adalah
dengan taubat yang ikhlas, yang dilakukan dengan menyadari kesalahan sendiri,
dengan penyesalan yang mendalam disertai oleh tangisan (yang menjadi air yang
membasuh kekotoran jiwa), dengan berazam tidak akan mengulangi kesalahan
tersebut, berhasrat meninggalkan semua kesalahan, dengan memohon keampunan
Allah, dan dengan berdoa agar Dia mencegahnya dari melakukan dosa lagi.
Sembahyang adalah
menghadap Tuhan. Berwudlu, supaya berada di dalam keadaan suci, menjadi syarat
untuk bersembahyang. Orang arif tahu penyucian dzahir saja tidak cukup, karena
Allah melihat jauh ke dalam lubuk hati, yang perlu diberi wudlu dengan cara
bertaubat. Firman Allah:
﴾
Inilah yang dijanjikan
kepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi
memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya).. (Surah Qaaf, ayat 32).
Penyucian tubuh dan
wudlu zahir terikat dengan masa karena tidur membatalkan wudlu. Penyucian ini
terikat dengan siang dan malam bagi kehidupan di dalam dunia. Penyucian alam
batin, wudlu bagi diri yang tidak kelihatan, tidak ditentukan oleh masa. Ia
untuk seluruh kehidupan - bukan saja kehidupan sementara di dunia tetapi juga
kehidupan abadi di akhirat.
BAB 15 : TUJUAN IBADAH LAHIR DAN IBADAH BATIN
KITAB SIRRUL ASROR BAB 14
PENYUCIAN DIRI
PENYUCIAN DIRI
اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ
اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ
اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
Lima
kali sehari semalam, pada masa yang telah ditentukan, Sholat diwajibkan kepada
semua Muslim yang baligh dan berkuasa. Ini diperintahkan oleh Allah:
Peliharalah segala salat (mu), dan (peliharalah) shalat
wusthaa. Berdirilah karena Allah (dalam salatmu) dengan khusyuk. (Surah
al-Baqaraah, ayat 238).
Sholat menurut
peraturan agama (rukun sembahyang) terdiri daripada berdiri, membaca Quran,
rukuk, sujud, duduk, membaca dengan kedengaran beberapa doa. Pergerakan dan
perbuatan ini melibatkan bahagian-bahagian tubuh, pembacaan diucap dan didengar
melibatkan pancaindera dan deria, adalah Sholat diri lahir. Karena
tindakan diri lahir ini dilakukan berulang-ulang, acapkali, di dalam setiap
lima waktu sehari, bagian pertama menurut perintah Allah "Dirikan sembahyang", adalah lebih
dari satu. Bahagian kedua perintah Allah "terutamanya
sembahyang pertengahan" merujuk kepada Sholat hati,
kerana hati berada di tengah-tengah pada kejadian manusia.
Tujuan Sholat ini adalah mendapatkan kesejahteraan pada hati. Hati berada di tengah-tengah, antara kanan dan kiri, antara depan dan belakang, antara atas dan bawah, antara kebaikan dan keburukan. Hati adalah pusat, titik pengimbang, penengah. Nabi s.a.w bersabda,
"Hati anak Adam berada di antara dua jari Yang Maha Penyayang. Dia balikkan ke arah mana yang Dia kehendaki".
Dua jari Allah adalah sifat kekerasan-Nya yang berkuasa menghukum dan sifat keindahan-Nya dan pengasih-Nya yang memberi rahmat dan nikmat.
Tujuan Sholat ini adalah mendapatkan kesejahteraan pada hati. Hati berada di tengah-tengah, antara kanan dan kiri, antara depan dan belakang, antara atas dan bawah, antara kebaikan dan keburukan. Hati adalah pusat, titik pengimbang, penengah. Nabi s.a.w bersabda,
"Hati anak Adam berada di antara dua jari Yang Maha Penyayang. Dia balikkan ke arah mana yang Dia kehendaki".
Dua jari Allah adalah sifat kekerasan-Nya yang berkuasa menghukum dan sifat keindahan-Nya dan pengasih-Nya yang memberi rahmat dan nikmat.
Hakikat
Sholat adalah sembahyang hati. Jika hati lalai
dari Sholat, Sholat lahir tidak akan teratur. Bila ini terjadi
kesejahteraan dan kedamaian lahiriyah yang diharapkan diperoleh
dari Sholat lahir itu tidak diperoleh. Sebab itu Nabi s.a.w
bersabda,
"Amalan sembahyang mungkin dengan hati yang diam".
"Amalan sembahyang mungkin dengan hati yang diam".
Sembahyang
adalah penyerahan makhluq kepada Sang Kholiq. Ia adalah pertemuan di antara
hamba dengan Tuannya. Tempat pertemuan itu ialah hati. Jika hati tertutup,
lalai dan mati, begitu juga maksud sembahyang itu, tidak ada kebaikan yang
sampai kepada diri lahir dari sembahyang yang demikian, kerana hati adalah
intisari atau hakikat atau zat bagi jasad, semua yang lain bergantung
kepadanya. Nabi s.a.w bersabda,
"Ada segumpal daging di dalam tubuh manusia, jika ia baik maka baiklah semua anggota tetapi jika ia jahat maka jahat pula semua anggota. Ketahuilah, itulah hati".
"Ada segumpal daging di dalam tubuh manusia, jika ia baik maka baiklah semua anggota tetapi jika ia jahat maka jahat pula semua anggota. Ketahuilah, itulah hati".
Sholat yang
diperintahkan oleh agama (syariat) dilakukan pada waktu tertentu, lima kali
sehari semalam. Sebaiknya dilakukan di dalam masjid secara berjamaah, menghadap
ka'abah, mengikut imam yang tidak munafik dan tidak ria'.
Masa
untuk bersembahyang batin tidak terbatas waktu dan tidak berkesudahan, bagi
kehidupan ini dan juga akhirat. Masjid bagi sembahyang ini ialah hati.
Jamaahnya ialah bakat-bakat kerohanian, yang mengingat dan mengucapkan
nama-nama Allah Yang Esa di dalam bahasa alam batin. Imam sembahyang ini ialah
kehendak yang tidak dapat disekat, arah kiblatnya ialah keesaan Allah, yang di
mana-mana, dan keabadian-Nya dan keindahan-Nya.
Hati yang sejati adalah yang bisa melakukan Sholat yang demikian. Hati yang seperti ini tidak tidur dan tidak mati. Hati dan roh yang demikian berada di dalam sembahyang yang berterusan, dan manusia yang memiliki hati yang demikian, sama saja dia dalam jaga atau tidur, senantiasa berbuat kebaktian. Sembahyang batin yang dilakukan oleh hati adalah keseluruhan kehidupannya. Tiada lagi bunyi bacaan, berdiri, rukuk, sujud atau duduk. Pembimbingnya, imam sembahyang itu adalah Rasulullah s.a.w sendiri. Baginda berkata-kata dengan Allah Yang Maha Tinggi,
"Engkau yang kami sembah dan Engkau jualah yang kami
minta pertolongan". (Surah Fatihaah, ayat 4).
Ayat
suci ini ditafsirkan sebagai tanda manusia sempurna, yang melewati atau
melepaskan diri dari menjadi kosong, hilang kepada segala kebendaan, kepada
suasana keesaan. Hati yang sempurna demikian menerima rahmat yang besar
daripada Ilahi. Satu dari rahmat itu dinyatakan oleh Nabi s.a.w,
"Nabi-nabi dan yang dikasihi Allah meneruskan ibadat mereka di dalam kubur seperti yang mereka lakukan di dalam rumah mereka ketika mereka hidup di dalam dunia".
Dalam lain perkataan kehidupan abadi hati meneruskan penyerahan kepada Allah Yang Maha Tinggi.
"Nabi-nabi dan yang dikasihi Allah meneruskan ibadat mereka di dalam kubur seperti yang mereka lakukan di dalam rumah mereka ketika mereka hidup di dalam dunia".
Dalam lain perkataan kehidupan abadi hati meneruskan penyerahan kepada Allah Yang Maha Tinggi.
Bila
sholat tubuh badan
dan sholat diri batin
berpadu, maka sembahyang itu lengkap, sempurna. Ganjarannya besar. Ia
membawa seseorang secara kerohanian kepada kehampiran dengan Allah, dan secara
lahir kepada peringkat yang paling tinggi mampu dicapai. Dalam alam kenyataan
mereka menjadi hamba Allah yang taat. Suasana dalaman pula mereka adalah orang
arif yang memperoleh hakikat makrifat tentang Allah. Jika sembahyang lahir
tidak bersatu dengan sembahyang batin, ia adalah kekurangan. Ganjarannya
hanyalah pada pangkat atau kedudukan, tidak membawa seseorang hampir dengan
Allah.
رَبَّنَا اَتِنَا فِى اْلدُنْيَاحَسَنَةً وَفِى اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ اْلنَّارِ. وَاْلحَمْدُ للهِ رَبّ ِاْلعَالَمِيْنَ
رِضَــا يَاالله ……….. الفاتحة
Pak kyai bade nyuhunken amalan kange ngarobih rasa roko
BalasHapus